Komitmen Presiden Joko Widodo menjadikan Indonesia sebagai negara poros maritim dunia tampaknya bukan sekedar isapan jempol belaka. Ini terlihat dari digelarnya rapat terbatas pada 20 Maret 2020 menyoal kebijakan kelautan Indonesia antara presiden dan berbagai kementrian terkait. Keikutsertaan Bakamla dalam rapat terbatas itu juga menunjukkan sinyal kalau Presiden Jokowi sungguh-sungguh ingin menempatkan Bakamla sebagai kordinator keamanan laut Indonesia.
Rapat terbatas ini dilakukan guna membahas rancangan undang-undang keamanan laut. Rancangan ini dibikin oleh pemerintah guna menyelesaikan segala persoalan kelautan yang terjadi selama ini. Tumpang tindihnya regulasi dan keruwetan kordinasi antar instansi menjadi pemicu terhambatnya kemajuan kelautan Indonesia. Sampai hari ini pengaturan yang ada belum mampu mengembangkan kelautan Indonesia. Mengingat pengaturan saat ini belum menganut konsep kebijakan yang solid terkait arah pengembangan kelautan Indonesia. Melihat demikian pemerintahan berusaha memperbaiki dengan menyolidkan aturan main dibawah satu instansi yang bertugas sebagai kordinator sehingga tidak ada lagi saling lempar kewenangan terkait permasalahan yang ada di kelautan Indonesia.
Untuk itu pemerintahan bertindak cepat merealisasikannya karena ancaman kelautan di indonesia begitu nyata terjadi. Tengok saja, penangkapan ikan ilegal, transaksi ilegal kapal minyak, pencucian uang, penyelundupan (orang, senjata, dan barang ilegal). Belum lagi, soal imigran, perompak laut, dan pelanggaran HAM hingga terorisme. Semua pemasalahan itu ditangani minimal 11 kementerian/lembaga. Antara lain, Bakamla, Dirjen Perhubungan Laut (Hubla), Satgas Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP), Dirjen Bea Cukai, dan lainnya. Masing-masing lembaga mempunyai aturan hukum masing-masing dalam menjalankan tugas. Banyaknya lembaga yang menangani kelautan diharapkan mampu mengatasi persoalan besar yang ada di kelautan Indonesia. Akan tetapi praktiknya payung hukum sektoral ini ternyata berpotensi bentrok atau paling minim kegamangan.
Melihat fakta yang demikian, Inisiatif omnibus law dari pemerintahan sangat dibutuhkan agar aturan pengamanan laut lebih sederhana namun tepat. Namun langkah menuju ke penyederhanaan regulasi perlu juga mencermati strategi pengembangan kelautan Indonesia, bukam semata-mata karena trend dunia. Regulasi ini harus benar-benar menjadi manifestasi ide pengembangan dan pertahanan potensi kelautan Indonesia.
Di samping mencermati strategi pengembangan laut Indonesia, perlu pula regulasi ini dikordinasikan dengan instansi-instansi terkait. Meski tidak mudah, karena tentunya ada benturan kewenangan dan kepentingan. Tapi harus dilakukan guna menyelaraskan aturan sehingga kedepannya tidak menimbulkan masalah baru lagi. Khususnya, regulasi mengenai aturan perizinan dan keamanan.
Adanya lintas kewenangan membuat pengamanan laut tidak maksimal. Bukan berarti regulasi yang ada saat ini di instansi adalah buruk, mengingat semua aturan dibuat pada dasarnya mengarah ke hal yang baik. Namun tumpang tindih regulasi ini menyebabkan kekisruhan teknis dalam menangani kelautan. Untuk itu pemerintah menyusun omnibus Law yang bakal mengatur keamanan laut secara terpadu. Melalui Menko Polhukan, pemerintahan mencoba menyederhanakan 24 undang-undang tentang penanganan pengamanan laut yang selama ini cenderung membikin kekisruhan di dalam instansi kelautan terkait.
Sementara itu dalam pelaksanaannya nanti, kewenangan untuk menjalankan regulasi ini diserahkan pada satu penjaga, yakni Bakamla. Dalam amanatnya, Presiden ingin agar Bakamla menjadi satu-satunya penjaga laut atau coast guard di Indonesia. Meski menimbulkan pro kontra terkait disentralkannya penjaga laut kepada satu instansi saja. Namun langkah yang dilakukan pemerintahan perlu diapresiasi. Banyaknya instansi yang terlibat menangani kelautan dan tidak adanya komando terpusat yang bertanggung jawab mengemban amanat kelautan justru menjadi penyebab pungutan liar dan lempar tanggung jawab antar instansi. Tentu ini sangat menghambat kemajuan kelautan Indonesia.
Meski begitu, keinginan tersebut bukan perkara mudah, terutama bagi instansi yang akan di-take-over wewenangnya di laut. Mengingat selama ini, beberapa instansi juga ikut bagian di laut, mulai dari Polri (Korps Kepolisian Perairan dan Udara), Bea Cukai (Kementerian Keuangan), KPLP (Kesatuan Penjaga Laut dan Pantai, Ditjen Laut Kementerian Perhubungan), lain-lain. Dan semuanya itu kini mulai diarahkan, disederhanakan, serta diemban oleh satu instansi di laut, Bakamla.
Terlepas dari pro kontra, instansti apapun yang ditugaskan sebagai kordinator kelautan, kami percayakan kepada pemerintahan. Siapapun instansi nantinya yang ditunjuk, kami berharap mampu menjaga amanat kelautan Indonesia. Kami percaya upaya baik pemerintahan membikin ide badan tunggal keamanan di laut agar penegakan hukum di laut Nusantara tak lagi tumpang-tindih yang nantinya berujung pada: single agency, multi tasks, sehingga efektifitas dan efisiensi kinerja bisa tercapai. (15/*).
*) Penulis adalah, Pasca Sarjana Universitas Gunadharma.
COPYRIGHT © ANTARA News Megapolitan 2020
Rapat terbatas ini dilakukan guna membahas rancangan undang-undang keamanan laut. Rancangan ini dibikin oleh pemerintah guna menyelesaikan segala persoalan kelautan yang terjadi selama ini. Tumpang tindihnya regulasi dan keruwetan kordinasi antar instansi menjadi pemicu terhambatnya kemajuan kelautan Indonesia. Sampai hari ini pengaturan yang ada belum mampu mengembangkan kelautan Indonesia. Mengingat pengaturan saat ini belum menganut konsep kebijakan yang solid terkait arah pengembangan kelautan Indonesia. Melihat demikian pemerintahan berusaha memperbaiki dengan menyolidkan aturan main dibawah satu instansi yang bertugas sebagai kordinator sehingga tidak ada lagi saling lempar kewenangan terkait permasalahan yang ada di kelautan Indonesia.
Untuk itu pemerintahan bertindak cepat merealisasikannya karena ancaman kelautan di indonesia begitu nyata terjadi. Tengok saja, penangkapan ikan ilegal, transaksi ilegal kapal minyak, pencucian uang, penyelundupan (orang, senjata, dan barang ilegal). Belum lagi, soal imigran, perompak laut, dan pelanggaran HAM hingga terorisme. Semua pemasalahan itu ditangani minimal 11 kementerian/lembaga. Antara lain, Bakamla, Dirjen Perhubungan Laut (Hubla), Satgas Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP), Dirjen Bea Cukai, dan lainnya. Masing-masing lembaga mempunyai aturan hukum masing-masing dalam menjalankan tugas. Banyaknya lembaga yang menangani kelautan diharapkan mampu mengatasi persoalan besar yang ada di kelautan Indonesia. Akan tetapi praktiknya payung hukum sektoral ini ternyata berpotensi bentrok atau paling minim kegamangan.
Melihat fakta yang demikian, Inisiatif omnibus law dari pemerintahan sangat dibutuhkan agar aturan pengamanan laut lebih sederhana namun tepat. Namun langkah menuju ke penyederhanaan regulasi perlu juga mencermati strategi pengembangan kelautan Indonesia, bukam semata-mata karena trend dunia. Regulasi ini harus benar-benar menjadi manifestasi ide pengembangan dan pertahanan potensi kelautan Indonesia.
Di samping mencermati strategi pengembangan laut Indonesia, perlu pula regulasi ini dikordinasikan dengan instansi-instansi terkait. Meski tidak mudah, karena tentunya ada benturan kewenangan dan kepentingan. Tapi harus dilakukan guna menyelaraskan aturan sehingga kedepannya tidak menimbulkan masalah baru lagi. Khususnya, regulasi mengenai aturan perizinan dan keamanan.
Adanya lintas kewenangan membuat pengamanan laut tidak maksimal. Bukan berarti regulasi yang ada saat ini di instansi adalah buruk, mengingat semua aturan dibuat pada dasarnya mengarah ke hal yang baik. Namun tumpang tindih regulasi ini menyebabkan kekisruhan teknis dalam menangani kelautan. Untuk itu pemerintah menyusun omnibus Law yang bakal mengatur keamanan laut secara terpadu. Melalui Menko Polhukan, pemerintahan mencoba menyederhanakan 24 undang-undang tentang penanganan pengamanan laut yang selama ini cenderung membikin kekisruhan di dalam instansi kelautan terkait.
Sementara itu dalam pelaksanaannya nanti, kewenangan untuk menjalankan regulasi ini diserahkan pada satu penjaga, yakni Bakamla. Dalam amanatnya, Presiden ingin agar Bakamla menjadi satu-satunya penjaga laut atau coast guard di Indonesia. Meski menimbulkan pro kontra terkait disentralkannya penjaga laut kepada satu instansi saja. Namun langkah yang dilakukan pemerintahan perlu diapresiasi. Banyaknya instansi yang terlibat menangani kelautan dan tidak adanya komando terpusat yang bertanggung jawab mengemban amanat kelautan justru menjadi penyebab pungutan liar dan lempar tanggung jawab antar instansi. Tentu ini sangat menghambat kemajuan kelautan Indonesia.
Meski begitu, keinginan tersebut bukan perkara mudah, terutama bagi instansi yang akan di-take-over wewenangnya di laut. Mengingat selama ini, beberapa instansi juga ikut bagian di laut, mulai dari Polri (Korps Kepolisian Perairan dan Udara), Bea Cukai (Kementerian Keuangan), KPLP (Kesatuan Penjaga Laut dan Pantai, Ditjen Laut Kementerian Perhubungan), lain-lain. Dan semuanya itu kini mulai diarahkan, disederhanakan, serta diemban oleh satu instansi di laut, Bakamla.
Terlepas dari pro kontra, instansti apapun yang ditugaskan sebagai kordinator kelautan, kami percayakan kepada pemerintahan. Siapapun instansi nantinya yang ditunjuk, kami berharap mampu menjaga amanat kelautan Indonesia. Kami percaya upaya baik pemerintahan membikin ide badan tunggal keamanan di laut agar penegakan hukum di laut Nusantara tak lagi tumpang-tindih yang nantinya berujung pada: single agency, multi tasks, sehingga efektifitas dan efisiensi kinerja bisa tercapai. (15/*).
*) Penulis adalah, Pasca Sarjana Universitas Gunadharma.
COPYRIGHT © ANTARA News Megapolitan 2020