Bogor (Antaranews Bogor) - Jumlah Ruang Terbuka Hijau (RTH) Kota Bogor, Jawa Barat, masih kurang dari 30 persen, terdiri dari 20 persen RTH publik dan 10 persen RTH privat, sebagaimana diamanatkan dalam Undang-Undang Nomor 26 Tahun 2007 tentang Penataan Ruang.

Demikian hasil kajian yang dilakukan Mahasiswa Mata Kuliah Pengelolaan Lanskap Berkelanjutan, Pascasarjana IPB, yang disampaikan dalam ekspos Pengelolaan Lanskap Berkelanjutan di Balai Kota Bogor, Senin.

"Berdasarkan audiensi dengan Bappeda Kota Bogor, proporsi 20 persen RTH publik di Kota Bogor aja belum terpenuhi, padahal RTH tersebut dibutuhkan karena berfungsi sebagai paru-paru kota," ujar Tirza Carol Cracia Tompodung salah satu perwakilan tim mahasiswa Pascasarjana IPB Pengelolaan Lanskap Berkelanjutan yang melakukan kajian tentang RTH.

Tirza menjelaskan Undang-Undang Nomor 26 Tahun 2007 tentang Penataan Ruang Masyarakat proporsi RTH pada wilayah perkotaan paling sedikit 30 persen, dari luas kota, yang terdiri dari 20 persen RTH publik dan 10 persen RTH privat.

Dalam undang-undang tersebut pemerintah kota maupun kabupaten berkewajiban menyediakan RTH publik dan RTH privat sesuai yang telah ditetapkan.

Kebutuhan RTH Kota Bogor berdasarkan persentasi luas wilayah dapat dihitung dengan melakukan perbandingan luas kota dengan proporsi luas RTH yang dibutuhkan.

"Luas RTH yang dibutuhkan Kota Bogor yakni sebesar 3.555 hektare, dengan komposisi 20 persen RTH Publik atau sekitar 2.370 hektare, dan 1.185 hektare untuk 10 perasen RTH privat," ujarnya.

Kondisi RTH di Kota Bogor menghadapi permasalahan di antaranya, terjadinya alih fungsi lahan RTH menjadi ruang terbangun, belum optimalnya manajemen pemeliharaan RTH, dan rendahnya rasa memiliki dari masyarakat dalam pelestarian ruang terbuka hijau.

"Padahal Kota Bogor memiliki potensi RTH publik yang cukup banyak, mencakup taman kota, taman lingkungan, kebun raya, taman rekreasi, sempadan sungai, waduk, situ dan danau, jalur hijau jalan, halaman bangunan kampus dan perkantoran, hutan kota, pemakaman, pertanian dan lapangan olah raga," ujarnya.

Dari hasil kajian yang dilakukan Mahasiswa Pascasarjana Pengelolaan Lanskap Berkelanjutan IPB ini, dari nilai ekonomi dengan pendekatan ISTEM (international shading tress evaluation method) diperoleh hasil Kota Bogor telah kehilangan aset dalam tujuh tahun terakhir.

"Selama tujuh tahun terkahir Kota Bogor kehilangan aset senilai 2.717.350 dolar AS atau Rp31.249.525.000 akibat berkurangnya kerapatan tumbuhan di sepadan Sungai Ciliwung," ujar Tirza.

Tirza menambahkan dalam kajian yang dilakukan oleh tim-nya, selain memaparkan terkait permasalahan RTH di Kota Bogor, juga memberikan rekomendasi dalam mengelola RTH Bogor agar lebih baik.

Beberapa rekomendasi yang disampaikan di antaranya perlu adanya kebijakan Pemerintah Kota Bogor dengan menerbitkan Perda RTH, membatasi izin mendirikan bangunan dan mewajibkan perusahaan yang membangun untuk menyediakan RTH publik dalam bentuk CSR.

"Rekomendasi lainnya dalam bidang pendanaan, perlu ada Land Banking, dan manajemen pemeliharaan. Juga perlu ada pemberdayaan masyarakat lewat agen lingkungan tingkat RT, penyuluhan dan perlombaan," ujar Tirza.

Sementara itu, Komisi B Dewan Guru Besar IPB Prof Hadi Susilo Arifin yang juga koordinator mata kuliah, menyampaikan, kajian dilakukan dalam bentuk praktikum oleh 22 mahasiswa master PS Arsitektur Lanskap dan 10 mahasiswa master PS Pengelolaan Sumberdaya Alam dan Lingkungan selama enam bulan terakhir.

Prof Hadi menambahkan tentang RTH di Kota Bogor sebenarnya telah diuntungkan sejak seabad lebih karena telah hadirnya Kebun Raya Bogor seluas sekitar 97 hektare.

"Tetapi RTH Kota Bogor bukan hanya kebun raya. Bagaimana untuk mempertahankan luasan RTH yang memadai sebagai suatu kota yang berkelanjutan," ujarnya.

Menanggapi pemaparan mahasiswa IPB terkait RTH tersebut, Wali Kota Bogor Bima Arya merespon positif dan berharap IPB ikut bersama-sama membangun Kota Bogor.

"Pembangunan di Kota Bogor harus dikendalikan oleh tim. dan IPB harus ikut merumuskan bersama-sama sehingga kemajuan Kota Bogor bisa lebih baik," ujar Bima.

Pewarta: Laily Rahmawati

Editor : Naryo


COPYRIGHT © ANTARA News Megapolitan 2014