Kehadiran sejumlah perusahaan pertambangan di Kabupaten Karawang, Jawa Barat agaknya telah menodai keasrian sejumlah objek wisata setempat, termasuk di dalamnya terjun atau Curug Cigentis yang berlokasi di daerah Karawang Selatan.

Indahnya panorama alam pegunungan saat menuju Curug Cigentis hilang begitu saja, berganti dengan kepulan debu dan asap hitam pekat serta sejumlah kegiatan pertambangan yang luar biasa dahsyat.

Kegiatan pertambangan itu cukup dahsyat, karena titik lokasi pertambangannya berdekatan dengan jalan raya sampai mengganggu arus lalu lintas menyusul banyaknya kendaraan besar yang mondar-mandir ke lokasi pertambangan.

Debu-debu di sepanjang jalan raya sekitar daerah Karawang selatan menjadi dampak negatif kegiatan pertambangan di daerah itu. Bahkan, debu yang cukup tebal menempel di dedaunan pohon yang tumbuh di sisi jalan raya. Begitu juga dengan dinding, kaca serta lantai rumah warga yang berada di pinggir jalan raya tertempel debu.

Sementara munculnya asap hitam pekat terjadi akibat cukup banyaknya kegiatan pembakaran batu kapur yang menggunakan bahan bekas. Saat kegiatan pembakaran batu kapur itu dilakukan secara bersamaan antara titik satu dengan lainnya, maka pengguna jalan di daerah tersebut terganggu. Jarak pandang pengguna jalan, baik yang menggunakan sepeda motor maupun mobil menjadi terbatas akibat tebalnya asap hitam itu.

Meski begitu, masyarakat setempat sepertinya tidak terganggu dan tetap menjalani aktivitas. Sebab sejak beberapa tahun lalu mereka sudah dipaksa untuk menjalani kehidupannya di tengah kondisi seperti itu.

Belum lagi bisingnya alat berat yang berat yang beraktivitas di lokasi kegiatan pertambangan sisi jalan raya, serta munculnya kegiatan pertambangan liar atau tidak berizin, seakan-akan menambah potret merajalelanya kegiatan pertambangan di daerah Karawang bagian selatan.

Potensi pertambangan, khususnya di Karawang bagian selatan yang meliputi Kecamatan Pangkalan dan Tegalwaru sebenarnya cukup tinggi, termasuk di sekitar Kecamatan Telukjambe Barat serta areal Gunung Sanggabuana.

Data Dinas Perindustrian Perdagangan Pertambangan dan Energi (Disperindagtamben) setempat, menyebutkan, potensi pertambangan tersebut ialah bahan galian tanah merah, pasir, sirtu, batu gamping, tanah lempung, batu andesit, tanah liat, batu galena, dan lain-lain.

Untuk kegiatan pertambangan di Karawang bagian selatan, digarap oleh warga setempat atau masuk dalam pertambangan rakyat. Sejumlah warga setempat menyatakan, kegiatan pertambangan rakyat di Karawang selatan sudah berlangsung sejak puluhan tahun lalu, dan hingga kini masih terus terjadi.

Sementara pengusaha pertambangan di Karawang yang memiliki izin hanya tiga, yakni PT. Tianti Nauli atas nama Chang Kuo Liang, PT. Atlasindo Utama atas nama Gerald Sugito, dan atas nama perseorangan Liliy Suriwati.

Kepala Disperindagtamben Karawang Hanafi mengatakan, sejak 2012 hingga tahun ini pihaknya tidak pernah mengeluarkan izin atau rekomendasi kegiatan pertambangan di wilayah Karawang bagian selatan. Kegiatan pertambangan yang memiliki izin hanya PT Atlasindo, PT Batakosin dan atas nama pribadi Lili Suriwati.

Izin kegiatan pertambangan untuk ketiga pihak tersebut keluar sebelum adanya Undang Undang Nomor 4 tahun 2009 tentang Pertambangan dan Mineral serta Peraturan Pemerintah nomor 22 tahun 2010 tentang Wilayah Pertambangan.

Atas hal tersebut, ia menyatakan, di luar kegiatan pertambangan yang dilakukan tiga pihak tersebut di daerah Karawang bagian selatan, berarti ilegal. Termasuk pertambangan rakyat yang dilakukan oleh warga setempat, masuk kategori ilegal atau tanpa izin. Tetapi Disperindagtamben setempat tidak memiliki data terkait total kegiatan pertambangan rakyat di daerah tersebut dan jumlah pertambangan rakyat yang masuk kategori ilegal.

Demikian juga dengan Kepala Badan Perencanaan dan Pembangunan Daerah (Bappeda) Karawang Samsuri, sejak beberapa tahun terakhir pihaknya belum pernah meromendasikan untuk dikeluarkannya izin pertambangan di Karawang bagian selatan.

Sementara untuk pertambangan rakyat atau kegiatan yang dilakukan masyarakat setempat dengan alat sederhana, diakuinya kalau kegiatan tersebut sudah berlangsung sejak puluhan tahun lalu, dan terus berlangsung sampai tahun ini.



Pertambangan Ilegal

Kegiatan pertambangan secara besar-besaran yang diduga ilegal, tidak berizin atau lebih dikenal dengan penambangna liar terjadi di bagian selatan Karawang, Desa Tamansari Kecamatan Pangkalan.

Sesuai dengan informasi dan pantauan Antara selama beberapa pekan terakhir, kegiatan pertambangan di Karawang bagian selatan itu sudah berlangsung sejak beberapa bulan terakhir.

Proses penambangannya dilakukan dengan menggunakan sejumlah alat berat dan kendaraan-kendaraan besar yang mengangkut hasil pertambangan.

Terkadang, terdengar pula suara ledakan dalam kegiatan pertambangam tersebut. Begitu juga dengan arus lalu lintas di sepanjang jalan raya Desa Tamansari, terganggu akibat kegiatan pertambangan itu. Selain cukup banyak kendaraan besar pengangkut hasil pertambangan kapur yang keluar-masuk, kegiatan pertambangan itu juga berada tepat di sisi jalan.

Sejumlah Lembaga Swadaya Masyarakat di Karawang mendesak agar pemerintah daerah setempat tegas menyikapi penambangan ilegal besar-besaran atau kegiatan pertambangan yang diduga ilegal di wilayah Karawang bagian selatan.

Sekjen LSM Lodaya Karawang Yusuf Nurwenda menyatakan, kondisi Karawang bagian selatan kini sudah memprihatinkan. Itu terjadi akibat maraknya kegiatan penambangan liar di daerah tersebut yang dilakukan oleh perseorangan dan berkelompok. Padahal jangankan kegiatan pertambangan liar, kegiatan penambangan yang legal pun seharusnya dibatasi oleh pemerintah setempat agar sumber daya alam yang dikeruk melalui kegiatan pertambangan tidak cepat habis.

"Karawang butuh daerah resapan air. Jadi pemerintah daerah sudah waktunya bersikap. Kegiatan penambangan liar jangan terus dibiarkan. Saat ini ada sekelompok orang yang mengatasnamakan pertambangan rakyat, tetapi melakukan kegiatan penambangan dengan menggunakan alat berat dan bom (alat peledak)," katanya, kepada Antara, di Karawang.

Ia menilai, maraknya kegiatan pertambangan yang ilegal di sejumlah titik sekitar daerah Karawang bagian itu merupakan bagian dari kecerobohan pemerintah daerah setempat dalam melakukan pengawasan kegiatan pertambangan.

"Jelas yang dirugikan masyarakat atas kegiatan pertambangan itu. Dampak sosial dan lingkungan hidup perlu diperhatikan pemerintah," kata dia.

Ketua Gerakan Rakyat Pemantau Korupsi (GRPK) Karawang Endang Saputra mengatakan, ketegasan pemerintah diperlukan dalam mengatasi permasalahan kegiatan pertambangan yang diduga ilegal di Karawang bagian selatan.

Dari keterangan yang diperoleh, kegiatan pertambangan diduga ilegal di Pangkalan yang berlangsung sejak beberapa bulan terakhir diduga "dimodali" pemilik pabrik semen PT Jui Shin Indonesia yang baru beroperasi di perbatasan Kabupaten Karawang-Bekasi.

Meski pabrik semen itu berada Desa Bojongmangu, Kecamatan Bojongmangu, Kabupaten Bekasi, tetapi jarak lokasi pabrik tersebut dengan titik kegiatan pertambangan yang diduga ilegal itu cukup dekat, hanya sekitar 2-3 kilometer.

Lokasi pertambangan batu kapur dengan pabrik tersebut dipisahkan dengan keberadaan aliran Sungai Cibeet. Sungai itu pula yang menjadi pembatas antara Karawang-Bekasi. Jembatan di atas Sungai Cibeet dibangun sendiri oleh pihak PT JSI, tanpa mendapat pelarangan dari pemerintah daerah setempat.

Jembatan itu pula yang menjadi gerbang utama setiap kendaraan truk besar yang mengangkut hasil pertambangan batu kapur dari daerah pegunungan Desa Tamansari, Kecamatan Pangkalan, Karawang. Dengan jarak antara lokasi pertambangan dengan pabrik yang cukup dekat setelah dibangun jembatan, satu unit kendaraan truk besar dengan bobot muatan 30 ton bisa mengangkut batu kapur ke pabrik semen itu selama lebih dari lima rit per hari.

"Sejak pabrik semen itu berdiri, kegiatan penambangan di kawasan Karawang selatan semakin `mengila`. Padahal kegiatan penambangan itu ilegal," katanya.

Pengusaha pertambangan di Karawang bagian selatan mengakui kekayaan sumber daya alam di Karawang bagian selatan cukup berlimpah, tetapi kurang diperhatikan secara maksimal oleh pemerintah daerah setempat. Demikian disampaikan Manajemen PT Atlasindo Utama, salah satu perusahaan pertambangan di Karawang bagian selatan, melalui pengacaranya, Asep Agustian SH MH.

"Saat ini pemerintah daerah setempat cenderung membiarkan kegiatan pertambangan liar. Padahal potensi sumber daya alam pertambangan di Karawang cukup melimpah. Itu sangat disayangkan," katanya.

Di antara indikasi tidak diperhatikannya potensi pertambangan di Karawang bagian selatan ialah cukup banyaknya pertambangan liar di daerah tersebut.

Bahkan, kegiatan pertambangan yang diduga dilakukan secara besar-besaran di Desa Tamansari, Kecamatan Pangkalan, itu tetap beraktivitas tanpa ada reaksi dari pemerintah daerah setempat. Bisnis pertambangan besar-besaran ilegal cukup menggiurkan, karena hasil dari pertambangannya dipasok ke perusahaan semen yang cukup besar, PT Jui Shin.

"Sejak dahulu, di Karawang bagian selatan memang cukup banyak pertambangan rakyat. Tetapi yang lebih parah, ada kegiatan pertambangan yang diduga menggunakan alat berat dan sejumlah kendaraan besar, tetapi tetap saja mengatasnamakan pertambangan rakyat," kata Asep.

Konteks pertambangan rakyat, katanya, hanya dilakukan oleh warga setempat yang menggunakan alat tradisional seperti pacul, linggis, dan lain-lain. Jika kegiatan pertambangan menggunakan alat berat dan kendaraan besar, maka konteksnya bukan pertambangan rakyat. Tetapi bagian dari kegiatan usaha pertambangan besar.

Menurut dia, PT Atlasindo Utama yang merupakan perusahaan pertambangan batu andesit di Tegalwaru, Karawang, sebenarnya tidak merasa dirugikan, apalagi merasa tersaingi dengan adanya kegiatan pertambangan secara besar-besaran yang diduga ilegal.

Hanya, ia mengingatkan agar pemerintah daerah setempat memperhatikan kondisi alam Karawang bagian selatan agar digarap secara maksimal, dengan menindak tegas kegiatan pertambangan yang diduga ilegal.

"Minimal lebih ditegaskan kembali konteks pertambangan rakyat dengan pertambangan yang benar-benar kegiatan usaha besar. Dengan begitu, potensi kekayaan alam pertambangan di Karawang benar-benar diperhatikan," katanya.

Kepala Badan Penanaman Modal Pelayanan Terpadu Karawang Okih Hermawan mengatakan, terkait dengan pertambangan rakyat yang ilegal di Karawang bagian selatan, pemerintah daerah telah mengajukan dispensasi khusus bagi penambang tradisional.

Alasannya, kegiatan pertambangan rakyat di daerah tersebut sudah berlangsung sejak puluhan tahun lalu dan murni dilakukan warga setempat, sebagai mata pencaharian. Dengan begitu diharapkan kegiatan pertambangan rakyat yang sudah turun-temurun terjadi di wilayah Pangkalan menjadi legal.

Mengenai hal tersebut, aktivis lingkungan yang tergabung dalam Forum Selamatkan Lingkungan Karawang, Iwan Sumantri, mengatakan, kegiatan pertambangan rakyat yang terjadi di Karawang bagian selatan atau di sekitar Kecamatan Pangkalan tidak seluruhnya murni pertambangan rakyat. Ada sekelompok orang yang ternyata dimodali oleh pengusaha melakukan pertambangan dengan mengatasnamakan pertambangan rakyat. Padahal kegiatan pertambangannya diluar konteks pertambangan rakyat, proses penambangannya menggunakan alat-alat berat.

Atas hal tersebut, ia menilai, permohonan dipensasi bagi penambang tradisional yang diajukan Badan Penanaman Modal dan Pelayanan Terpadu (BPMPT), Disperindagtamben) dan sejumlah pejabat eksekutif dan legislatif di Karawang terkesan mengada-ada.

"Permohonan dispensasi tersebut diajukan dengan alasan `membela warga setempat` dan untuk meningkatkan pendapatan asli daerah. Padahal ada kepentingan yang disembunyikan, yakni membantu perusahaan tertentu agar tetap mendapatkan bahan baku dari potensi pertambangan di Karawang bagian selatan," kata dia.



Sulit Batasi Pertambangan

Kepala Bappeda Karawang Samsuri menyatakan pihaknya akan sulit mengendalikan atau membatasi kegiatan pertambangan yang terjadi di daerahnya. Sebab, 30 kecamatan yang ada di daerah Karawang masuk dalam wilayah pertambangan. Hal itu tercantum dalam Peraturan Daerah Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) Karawang.

Ketentuan 30 kecamatan di Karawang masuk sebagai wilayah pertambangan juga dikuatkan dengan turunnya Keputusan Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral Nomor 1204 K/30/MEM/2014 tentang Penetapan Wilayah Pertambangan Jawa dan Bali, tertanggal 27 Februari 2014. Dengan ditetapkannya wilayah pertambangan itu, Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral telah meminta agar Pemkab Karawang segera mengusulkan Wilayah Izin Usaha Pertambangan.

Dengan begitu, dipastikan ke depan kegiatan pertambangan akan terus terjadi di berbagai daerah sekitar Karawang, tidak hanya terjadi di Karawang bagian selatan seperti saat ini.

Ia mengaku akan kesulitan mengendalikan kegiatan pertambangan, karena sesuai dengan ketentuannya, pertambangan bisa dilakukan di berbagai daerah sekitar Karawang. Sedangkan sebelumnya, pihaknya tidak mau merekomendasikan atau menolak usaha kegiatan pertambangan, karena pemerintah pusat belum menetapkan wilayah pertambangan di Jawa Barat.

"Sekarang wilayah pertambangan sudah ditetapkan. Perda RTRW Karawang juga menyebutkan kalau seluruh daerah di Karawang masuk wilayah pertambangan. Jadi jelas, kami akan kesulitan membatasi dan mengendalikan kegiatan pertambangan," kata dia.

Sekretaris Daerah Pemkab Karawang Teddy Rusfendi Sutisna mengakui adanya kegiatan penambangan liar atau kegiatan pertambangan besar-besaran yang tidak memiliki izin di sejumlah lokasi sekitar Karawang bagian selatan. Tetapi beberapa waktu lalu pihaknya sudah berupaya menghentikan kegiatan penambangan ilegal di Karawang bagian selatan, dengan meminta bantuan aparat kepolisian dari Polres Karawang.

"Ketika itu, petugas sempat memasang garis polisi pada titik pertambangan yang ilegal tersebut. Tetapi entah kenapa dilepas oleh masyarakat setempat," katanya.

Dikatakannya, kegiatan penambangan di Karawang bagian selatan tidak seluruhnya ilegal. Ada pula kegiatan penambangan yang memiliki izin. Hanya ditegaskan, mengenai perizinan pertambangan, ada beberapa proses yang harus dilalui. Pelaku usaha yang sudah memiliki izin usaha pertambangan (IUP) tidak bisa langsung melakukan kegiatan penambangan. Ada hal lainnya yang harus dipenuhi, seperti memenuhi ketentuan wilayah pertambangan yang telah ditentukan.

Disperindagtamben Karawang sempat merilis, pada tahun 2012 terdapat 50-60 penambang liar di Karawang bagian selatan. Tidak tanggung-tanggung, penambangan liar itu tidak hanya mengunakan alat penambangan tradisional, tetapi menggunakan alat berat.

Sedangkan dalam kegiatan Operasi Tambang Lodaya 2013 Polda Jabar, terungkap kalau daerah Karawang menempati urutan pertama terbanyak adanya penambangan liar, yaitu tujuh tempat. Dalam operasi yang digelar selama 10 hari pada Oktober 2013, jajaran Polda Jabar mengungkap 23 kasus penambangan liar dan mengamankan 20 orang pelaku dari delapan perusahaan di seluruh lokasi di wilayah hukum Polda Jabar.

Menyikapi pertambangan liar atau kegiatan pertambangan yang tidak berizin, pemerintah daerah setempat dipastikan tidak akan mengeluarkan sanksi terhadap pelaku penambangan liar di Karawang bagian selatan. Sebab dalam mengatasi permasalahan penambangan yang marak di wilayah Karawang bagian selatan, dianggap dilematis oleh pemerintah daerah setempat.

Alasannya, Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) Karawang atau daerah sekitar Kecamatan Pangkalan dan Tegalwaru yang merupakan Karawang bagian selatan itu masuk dalam wilayah pertambangan.

Pemerintah daerah setempat melalui Kepala Bappeda Karawang Samsuri menyatakan, kegiatan pertambangan di Karawang bagian selatan yang ilegal itu bisa segera dilegalkan. Artinya, pelaku penambang liar diarahkan untuk mengurus izin. Dengan dilakukannya perbaikan atau mengarahkan penambangan liar yang ilegal menjadi ilegal, maka pemerintah daerah setempat akan mendapatkan keuntungan berupa pendapatan asli daerah.

Sedangkan jika penambangan liar itu dibiarkan ilegal, maka pemerintah daerah tidak akan mendapatkan pemasukan atau keuntungan. Tetapi, mengurus pertambangan tidak sekedar untung-rugi bagi pemerintah daerah setempat. Bagaimana dengan dampak sosial, lingkungan hidup, serta dampak lainnya. Sebab, sebelum marak kegiatan pertambangan, Karawang bagian selatan terkenal dengan pemandangan alam pegunungan yang indah. 

Pewarta: M. Ali Khumaini

Editor : Naryo


COPYRIGHT © ANTARA News Megapolitan 2014