Ketua Ormas Gerakan Arah Baru Indonesia (Garbi) Kota Depok Bayu Adi Permana akan menuntut secara hukum terkait dengan kasus penurunan baliho Garbi yang bergambar dirinya secara paksa.
"Tim kuasa hukum sedang mempelajari gugatan apa nantinya yang akan kami lakukan," kata Bayu ketika memberikan keterangan pers kepada wartawan di Depok, Jawa Barat, Rabu.
Menurut dia, bisa saja melakukan gugatan perdata, Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN), atau secara pidana.
Bayu mengatakan bahwa konten-konten dari dari baliho juga sudah lulus sensor sehingga tidak ada alasan lagi untuk diturunkan.
"Ini sudah melanggar konstitusi dan kebebasan berpendapat sehingga bisa menganggu iklim demokrasi," ujarnya.
Ia mengatakan bahwa semua prosedur administrasi dan pembayaran pajak reklame sudah dilalui, bahkan stiker masa tayang baliho tersebut sudah dikeluarkan oleh pemerintah kota setempat dengan masa tayang 3 Desember 2019 hingga 2 Januari 2020.
"Ini 'kan sudah jelas bahwa baliho tersebut sudah resmi untuk dipasang," katanya.
Dengan diturunkannya baliho tersebut, Bayu merasa sangat dirugikan hak-haknya sebagai masyarakat dan juga sebagai konsumen karena sudah menempuh prosedur resmi dan juga telah membayar pajak atas pemasangan baliho.
"Sudah 10 hari baliho diturunkan tetapi belum ada solusi dari Pemerintah Kota Depok," katanya.
Sementara itu, tim kuasa hukum Garbi Depok, Selamet, mengatakan bahwa pihaknya dua kali mengalami kerugian, yaitu pertama penurunan baliho dan kehilangan waktu 8 hari akibat dari penurunan baliho tersebut.
Mengenai belum adanya izin pemasangan baliho, menurut Selamet, seharusnya sudah jelas pada stiker bahwa ada masa tayang 3 Desember hingga 2 Januari 2020 sehingga izin pemasangan mengikuti apa yang tertera di stiker.
"Seharusnya izin pemasangan sudah sejalan dengan masa tayang yang tertera pada stiker tersebut," katanya menjelaskan.
Juru bicara Garbi Bramantyo Bontas menjelaskan bahwa baliho sudah terpasang sejak Selasa (3/12). Akan tetapi, esok harinya Rabu (4/12) diturunkan. Padahal semua perizinan dan pembayaran sudah dilakukan.
Baliho yang berisikan aspirasi warga terkait dengan masalah kemiskinan, kemacetan, pelayanan, upah minimum, kesehatan, dan pendidikan tersebut diturunkan tanpa sepengetahuan pihak Garbi, padahal proses perizinan dan pembayaran telah dilakukan.
Berdasarkan informasi dari pihak agency iklan tersebut, kata Bram, pencopotan tersebut atas permintaan dari Satpol PP Pemkot Depok.
Sementara itu, Kepala Satuan Polisi Pamong Praja (Kasatpol PP) Kota Depok Lienda Ratnanurdianny menjelaskan bahwa penurunan baliho Garbi karena belum mempunyai izin pemasangan reklame tersebut sehingga diturunkan sendiri oleh pihak agency reklame tersebut.
"Pembayaran pajak reklame dan bukti stiker pajak reklame itu berbeda dengan izin pemasangannya. Meskipun pajak sudah dibayar, belum ada izin pemasangan reklame, tetap tidak boleh dipasang dahulu balihonya," kata Lienda.
Menurut Lienda, baru bisa dipasang jika sudah mendapatkan izin pemasangan reklame. Penurunan baliho Garbi pencopotan dilakukan langsung oleh pengelola dari reklame tersebut, bukan oleh Satpol PP.
COPYRIGHT © ANTARA News Megapolitan 2019
"Tim kuasa hukum sedang mempelajari gugatan apa nantinya yang akan kami lakukan," kata Bayu ketika memberikan keterangan pers kepada wartawan di Depok, Jawa Barat, Rabu.
Menurut dia, bisa saja melakukan gugatan perdata, Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN), atau secara pidana.
Bayu mengatakan bahwa konten-konten dari dari baliho juga sudah lulus sensor sehingga tidak ada alasan lagi untuk diturunkan.
"Ini sudah melanggar konstitusi dan kebebasan berpendapat sehingga bisa menganggu iklim demokrasi," ujarnya.
Ia mengatakan bahwa semua prosedur administrasi dan pembayaran pajak reklame sudah dilalui, bahkan stiker masa tayang baliho tersebut sudah dikeluarkan oleh pemerintah kota setempat dengan masa tayang 3 Desember 2019 hingga 2 Januari 2020.
"Ini 'kan sudah jelas bahwa baliho tersebut sudah resmi untuk dipasang," katanya.
Dengan diturunkannya baliho tersebut, Bayu merasa sangat dirugikan hak-haknya sebagai masyarakat dan juga sebagai konsumen karena sudah menempuh prosedur resmi dan juga telah membayar pajak atas pemasangan baliho.
"Sudah 10 hari baliho diturunkan tetapi belum ada solusi dari Pemerintah Kota Depok," katanya.
Sementara itu, tim kuasa hukum Garbi Depok, Selamet, mengatakan bahwa pihaknya dua kali mengalami kerugian, yaitu pertama penurunan baliho dan kehilangan waktu 8 hari akibat dari penurunan baliho tersebut.
Mengenai belum adanya izin pemasangan baliho, menurut Selamet, seharusnya sudah jelas pada stiker bahwa ada masa tayang 3 Desember hingga 2 Januari 2020 sehingga izin pemasangan mengikuti apa yang tertera di stiker.
"Seharusnya izin pemasangan sudah sejalan dengan masa tayang yang tertera pada stiker tersebut," katanya menjelaskan.
Juru bicara Garbi Bramantyo Bontas menjelaskan bahwa baliho sudah terpasang sejak Selasa (3/12). Akan tetapi, esok harinya Rabu (4/12) diturunkan. Padahal semua perizinan dan pembayaran sudah dilakukan.
Baliho yang berisikan aspirasi warga terkait dengan masalah kemiskinan, kemacetan, pelayanan, upah minimum, kesehatan, dan pendidikan tersebut diturunkan tanpa sepengetahuan pihak Garbi, padahal proses perizinan dan pembayaran telah dilakukan.
Berdasarkan informasi dari pihak agency iklan tersebut, kata Bram, pencopotan tersebut atas permintaan dari Satpol PP Pemkot Depok.
Sementara itu, Kepala Satuan Polisi Pamong Praja (Kasatpol PP) Kota Depok Lienda Ratnanurdianny menjelaskan bahwa penurunan baliho Garbi karena belum mempunyai izin pemasangan reklame tersebut sehingga diturunkan sendiri oleh pihak agency reklame tersebut.
"Pembayaran pajak reklame dan bukti stiker pajak reklame itu berbeda dengan izin pemasangannya. Meskipun pajak sudah dibayar, belum ada izin pemasangan reklame, tetap tidak boleh dipasang dahulu balihonya," kata Lienda.
Menurut Lienda, baru bisa dipasang jika sudah mendapatkan izin pemasangan reklame. Penurunan baliho Garbi pencopotan dilakukan langsung oleh pengelola dari reklame tersebut, bukan oleh Satpol PP.
COPYRIGHT © ANTARA News Megapolitan 2019