Jakarta (Antaranews Bogor) - Direktur Eksekutif "Center for Indonesian Reform" (CIR) Sapto Waluyo meminta agar  hitainfrastruktur pendidikan tidak dipakai untuk kampanyem terhadap lawan politik.

"Infrastruktur pendidikan adalah wahana strategis untuk membangun kesadaran siswa akan pentingnya persatuan dan kesatuan bangsa, termasuk juga pemahaman dasar tentang prinsip demokrasi dalam pengelolaan kekuasaan. Jika sarana pendidikan digunakan untuk mendiskreditkan lawan politik, itu sangat berbahaya, bisa memicu konflik," katanya di Jakarta, Selasa.

CIR adalah lembaga kajian strategi dan kebijakan, serta rujukan informasi untuk masalah politik, ekonomi, sosial-budaya, sains-teknologi, serta hukum dan hak asasi manusia (HAM), yang didirikan pada 30 November 2001 di Jakarta.

Sapto memberikan pernyataan itu menanggapi kasus soal ujian SMA yang menyebut partai tertentu.

Ia menjelaskan beberapa waktu lalu, di Kota Tangerang, Provinsi Banten, ditemukan soal ujian untuk siswa SMA kelas XII untuk mata pelajaran Pendidikan Kewarganegaraan.

Pada soal nomor 12 tertulis pertanyaan: "Salah satu unsur suprastruktur politik yang keberadaannya mendukung pelaksanaan sistem politik di Indonesia adalah?".

Pilihan jawabannya: (A) Ikatan Dokter Indonesia, (B) Partai Keadilan Sejahtera, (C) Surat Kabar Kompas, (D) Mahkamah Konstitusi, (E) Stasiun Metro TV.

"Jawaban pertanyaan itu tentu saja huruf (B) atau Partai Keadilan Sejahtera. Dan hal itu, seakan mengarahkan atau mengampayekan PKS kepada pemilih pemula. Padahal, semua orang tahu PKS menjadi lawan politik wali kota yang sekarang berkuasa. Ketua DPD PKS Kota Tangerang juga sudah membantah intervensi soal dan tidak tahu-menahu," katanya.

Karena itu, kata alumni Hubungan Internasional Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Airlangga (Unair) yang menamatkan S-2 di S Rajaratnam School of International Studies (RSIS) kampus Nanyang Technological University (NTU) Singapura itu, patut diduga Kepala Dinas Pendidikan Kota Tangerang kecolongan atau sengaja melakukan pembusukan politik, dan LSM yang mengadukan kasus itu (Lembaga Kebijakan Publik) memiliki bias kepentingan dalam pengawasan publiknya.

Pihaknya menyayangkan aparat instansi pendidikan yang lalai.

"Karena itu, kasus Tangerang harus diusut tuntas dan pelakunya diberi sanksi agar jera," katanya.

Sedangkan pengamat politik dari Universitas Indonesia Dr Yon Mahmudi mendukung penuntasan kasus soal ujian bernuansa politik.

Ia mengakatan, itu bukan kejadian pertama, karena pada 2013 terjadi kasus serupa, yakni pada soal ujian Bahasa Indonesia tingkat XI SMK di Kabupaten Bogor.

Pada soal nomor 50, tertulis: "Upaya KPK menyita mobil mewah mantan Presiden PKS Luthfi Hasan Ishaaq, kemarin gagal... Kalimat tersebut dapat disingkat dengan menghilangkan pernyataan di bawah ini, kecuali...

Pilihan jawabannya: a. menyita mobil, b. Luthfi Hasan Ishaaq, c. kemarin, d. mantan, atau e. gagal.

Soal itu, katanya, membentuk persepsi buruk kepada siswa. "Faktanya, semua partai politik punya rekam jejak sendiri. Media massa, apalagi sosial media, telah membeberkannya dengan berbagai versi. Siapa yang "juara" korupsi, kalau menurut ICW berbasis data KPK adalah Golkar, PDIP, PD, dan seterusnya," katanya.

"Pengetahuan bebas siswa jangan dirusak dengan informasi bias yang disusupkan dalam ujian," kata pengajar Fakultas Ilmu Budaya UI itu.

Yon Mahmudi, yang juga dikenal sebagai cendekiawan muda NU melihat tujuan ujian adalah untuk mengukur pemahaman dan kemampuan siswa, namun menjadi melenceng akibat soal bernada politis.

"Lebih berbahaya lagi, siswa menjadi tak kritis karena dicekoki informasi negatif bukan objektif. Mestinya pendidikan menjadi sarana pencerdasan politik, bukan pembodohan atau menimbulkan kebencian massal," katanya.

Menurut alumni Australian National University (ANU) itu, ternyata tidak hanya di Tangerang dan Bogor, soal ujian di Flores Timur, Nusa Tenggara Timur (NTT) dan Yogyakarta juga disusupi unsur politik.

Ia memberi rujukan soal ujian Bahasa Inggris di NTT nomor 42 menyebut percakapan tentang "the hot news on TV".

Pilihan jawabannya: A. Presiden of PKS called KPK to ask for corruption, B. President of PKS asked for information about KPK, C. President of PKS was asked for the explaination about corruption, D. President of PKS is asked for information about corruption.

Sementara itu, soal ujian SMA Muhammadiyah Yogyakarta mengulas perbedaan antara Gerakan Tarbiyah --yang diasosiasikan dengan PKS/Ikhwanul Muslimin, bermazhab Syiah, berbaiat kepada Syaikh, berjubah dan kopiah-- versus gerakan dakwah Muhammadiyah (pendukung Ahlus Sunnah, netral mazhab, dan independen).

"Kita berharap pimpinan partai melakukan pendekatan dan dialog tulus dengan tokoh-tokoh Ormas lintas agama. Agar wawasan nasional dijaga bersama dan masing-masing menjalankan peran secara proporsional," katanya.

Selanjutnya, wahana pendidikan dijadikan media untuk meningkatkan saling pemahaman, bukan menyebar kebencian, demikian Yon Mahmudi.

Pewarta: Andi Jauhari

Editor : Naryo


COPYRIGHT © ANTARA News Megapolitan 2014