Pemerintah Indonesia sangat sadar memaknai infrastruktur sebagai kekuatan modal nasional dalam menarik iklim investasi dan bisnis, agar menarik perhatian investor tidak ada kata lain perkuatan infrastruktur dari jalan, pelabuhan, bandara, jembatan serta diseimbangkan dengan kebutuhan mendasar masyarakat indonesia seperti ketahanan pangan dan kepemilikan perumahan. Mewujudkan hal ini tidaklah mudah, karena kompleksnya permasalahan sebagai negara Kepulauan.

Tidak ada kata menyerah bagi pemerintahan Jokowi terus memaksimalkan energinya untuk melakukan percepatan pembangunan infrastruktur yang sebelum pemerintahannya  belum signifikan menjadi fokus secara geopolitis dan ekonomis. Keseriusan itu tercermin dari peningkatan kekuatan anggaran di tahun 2019, anggaran belanja infrastruktur mencapai Rp 420 triliun. Angka ini meningkat sebesar 157% dari tahun 2014 yang hanya Rp 163 triliun.

Pertanyaan mendasar apa yang disasar dari target tersebut dari kebutuhan mendasar para petani dan ketahanan pangan yakni membangun bendungan, embung dan irigasi, kebutuhan substansial psikologis, kepemilikan rumah susun yang tersebar dan terus dibangun. Bahkan kebutuhan bersifat makro yaitu moda trasportasi laut dan darat agar semua irisan pelaku ekonomi dapat merasakan konektivitas efek ekonomi dan kesejahteraan secara menyeluruh.

Pemerintah dalam meralisasikan mimpi besarnya tersebut dari aspek perencanaan sudah sangat matang dan secara hati-hati melakukan tahap demi tahap progres pembangunan infrastruktur, tercermin dengan Standar Operasional Prosuder (SOP) yang jelas dan bersinergi dengan Pemerintah daerah dan pemangku kepentingan dalam asepk penyerapan dan pelaksaan di lapangan.

Baca juga: Banyak Paket Regulasi Belum Efektif

Semangat ambisius yang dibangun dan dikedepannya oleh pemerintah bersinergi dengan semua kepala daerah dan pemangku kepentingan adalah menjadi negara yang maju dengan kekuatan modal awal membangun infrastruktur yang kuat yang dibuktikan sinergi tersebut dengan menggelar 225 proyek skala makro di semua wilayah Indonesia.

Menyadari Indonesia sebagai negara kepulauan jadi sepakat bahwa pembangunan infrastruktur itu penting. Misinya cukup positif jika untuk mengurangi biaya logistik dan memperkuat konektifitas antar wilayah.

Dalam perspektif ekonomi polititk pemerintah filosofis membangun infrastruktur harus dibangun demi kepentingan rakyat. Oleh karena itu, bagi pemerintah pentingnya keterlibatan semua elemen masyarakat untuk terlibat dalam pusaran energi pembangunan infrastruktur.

Mewujudkan mimpi besar tersebut cukup banyak kendala yang dihadapi pemerintah terkait menemukan dana yang diperlukan. Berdasarkan Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN) 2015-2019, total Rp 4.796 triliun diperlukan untuk memenuhi target pembangunan infrastruktur (yang ditetapkan pemerintah) pada tahun 2019. Namun, kembali lagi semangat benih membangun yang sudah ditanam oleh pemerintah pusat kepada pemerintah daerah, keseriusan daerah meskipun hanya  dapat memberikan kontribusi 41 persen untuk pembiayaan, sementara perusahaan-perusahaan milik negara (BUMN) hanya dapat memberikan kontribusi hingga 22 persen. Ini berarti bahwa 37 persen dari dana yang dibutuhkan (sekitar Rp 1.752 triliun) meskipun dicover dari sektor swasta.

Kolaborasi kerja bareng pemerintah dan sektor swasta dalam mengenjot target pembangunan infrastuktur sebagai solusi mengatasi potensi stagnasi ekonomi nasional sehingga dengan digelotorkan sejumlah proyek yang disertai paket kebijakan ada sejumlah manfaat pembangunan infrastruktur melalui mekanisme pembiayaan swasta. Misalnya, seperti percepatan pembangunan infrastruktur seperti airport, seaport, dan pendukung tol laut yang diharapkan dapat meningkatkan pertumbuhan ekonomi jangka menengah-panjang.

Terakhir, yang kerap kali dalam pidato Jokowi menyetuh pembangunan infrastruktur, penekannya efek domino dari penguatan pembangunan infrasturtur melibatkan kekuatan swasta dan pemangku kepentingan dalam upaya mewujudkan keadilan bagi seluruh rakyat Indonesia. Indonesia negara kepulauan untuk menyeragamkan keadilan yang dibatasi dengan luat dan perbedaan waktu tentunya memerlukan strategi khusus, menyadari kelemahan tersebut, menjadi kesepakatan dan tanggung jawab bersama bahwa pembangunan infrastruktur itu penting terutama dalam aspek mengurangi biaya logistik dan memperkuat konektifitas antar wilayah yang pada era saat ini sudah dapat dirasakan masyarakat dari Sabang hingga Maureke.  (13/*).

*) Penulis: Peneliti Studi Ekonomi Politik Pembanguan Wilayah.

Pewarta: Oleh: Agung S Budi SIP M Sos *)

Editor : M. Tohamaksun


COPYRIGHT © ANTARA News Megapolitan 2019