Di dalam setiap masalah, terkandung berbagai hikmah kebaikan. Kalimat bijak itu berlaku bagi orang yang tidak hanya menyesali, melainkan mencari solusi masalah tersebut. Itulah yang beberapa waktu lalu dialami Sulistyowati dan Sri Suhartini, dua orang dari jajaran pengurus Tempat Pembuangan Sampah Terpadu 3R (TPST 3R) Perumahan Mutiara Bogor Raya, Kelurahan Katulampa.

“Waktu itu mesin pencacah sampah organik rusak, sehingga sampah organik menumpuk disini,” kata Sulis mengisahkan masa-masa sulitnya.

Padahal per harinya, sampah organik yang terkumpul dari sekitar 950 KK di perumahan itu bisa berkisar antara 200 sampai 300 kg. Sebelum mesin pencacah rusak, sampah sebanyak itu dicacah dan diproses menjadi kompos.

“Dengan rusaknya mesin pencacah terpaksa kami memotong-motong dan mencacah sampah sebanyak itu dengan menggunakan golok,” lanjut Sulis.
Pengurus Tempat Pembuangan Sampah Terpadu 3R (TPST 3R) Perumahan Mutiara Bogor Raya, Kelurahan Katulampa, Kota Bogor, Jawa Barat, sedang menunjukan budidaya maggot.

Mencacah sampah secara manual, jelas bukan pekerjaan ringan. Dibutuhkan banyak tenaga dan biaya untuk melakukannya. Bagi Sulis selaku pengurus, kondisi seperti itu adalah masalah besar. Selain kemampuannya terbatas, juga karena pencacahan manual menimbulkan gangguan kesehatan bagi para pekerjanya.

“Karena yang mencacahnya terpaksa harus menghirup gas metan yang dihasilkan dari pembusukan sampah,” lanjutnya.

Untunglah beberapa waktu kemudian mereka menerima informasi dari Dinas Pertanian Kota Bogor tentang budidaya maggot. Menurut Sri Suhartini, maggot adalah larva atau sejenis belatung yang dihasilkan dari lalat berjenis Black Soldier Fly (BSF).

“Lalat ini berbeda dari jenis lalat biasa, karena larva yang dihasilkan bukan larva yang menjadi medium penyakit,” jelasnya.  

Budidaya maggot memerlukan sampah organik yang banyak. Dari sejak berbentuk telur lalat, maggot  membutuhkan sampah organik untuk tumbuh selama 25 hari sampai siap dipanen.

Salah satu manfaat maggot adalah untuk menjadi pakan bagi ikan lele dan jenis ikan lain yang dibudidayakan. Kebetulan di lokasi TPST 3R sudah lama dikelola pembudidayaan lele, sehingga maggot yang dihasilkan dari tumpukan sampah organik bisa dimanfaatkan sebagai pakan lele.
Pengelola dan pengurus sedang melakukan sortir ikan lele di Tempat Pembuangan Sampah Terpadu 3R (TPST 3R) Perumahan Mutiara Bogor Raya, Kelurahan Katulampa, Kota Bogor, Jawa Barat.

Pemberian maggot pada lele sangat bermanfaat. Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan Dinas Pertanian Kota Bogor, diketahui adanya penghematan penggunaan pakan pelet sebesar 40%. Selain itu, pertumbuhan lele menjadi lebih cepat dibandingkan pertumbuhan lele tanpa mengkonsumsi maggot. Tak heran jika dalam memberi pakan lele, Sulis bisa menghemat pemberian pelet.

“Sekarang memberi pelet cukup sekali dan sekali lainnya dengan maggot,” ungkap Sulis.

Selain itu Sulis juga membenarkan adanya percepatan pada pertumbuhan lele setelah diberi pakan maggot. Hal itu terjadi karena lele membutuhkan protein untuk pertumbuhannya dan maggot rupanya bisa memberikan kecukupan protein.

Manfaat lain, sampah organik bekas media tumbuh kembangnya maggot bisa dimanfaatkan sebagai pupuk kompos. Dengan begitu, tumpukan sampah organik benar-benar terkelola secara natural.

Pengalaman berharga inilah yang menurut Sri Suhartini dapat menjadi inspirasi semua pihak dalam mengatasi masalah tumpukan sampah organik.

“Metode ini saya kira cocok dikembangkan di seluruh TPST di Kota Bogor, supaya tumpukan sampah di Kota Bogor bisa tertangani lebih baik,” katanya.
Foto bersama pengurus Tempat Pembuangan Sampah Terpadu 3R (TPST 3R) Perumahan Mutiara Bogor Raya, Kelurahan Katulampa, Kota Bogor, Jawa Barat di lokasi budidaya lele.

TPST 3R Perumahan Mutiara Bogor Raya, saat ini mengelola 450 sampai 500 kg sampah per hari dan ditangani oleh 11 operator sampah. Mereka masih memilah antara sampah organik dan non organik serta residu atau jenis sampah yang tidak termasuk diantara keduanya.

“Seandainya warga sudah terbiasa memilah sampah dari rumah, maka pekerjaan operator akan lebih ringan,” kata Suhartini.

Itu sebabnya pengurus tengah menggagas sebuah gerakan mengajak warga untuk benar-benar mau dan mampu memilah sampah secara mandiri di rumah masing-masing.

Selain mengelola sampah, pengurus TPST ini terus berupaya mengembangkan kegiatannya dengan budidaya maggot, pembibitan dan pembesaran lele.

Saat ini sudah terlibat 7 orang pembudidaya lele, yang merupakan warga perumahan dan sekitarnya serta 3 orang pembudidaya maggot. Panen lele yang sudah beberapa kali dilakukan, dibeli warga sekitar dan pedagang sayur.
Kedepan mereka berencana mencoba membudidaya jenis ikan lain seperti gurame dan nila.

Atas segala inovasi dan kreativitas serta dampak sosial ekonomi yang telah dihasilkan, sangat layak jika saat ini TPST tersebut menjadi salah satu dari tiga TPST terbaik di tingkat Provinsi Jawa Barat.
Foto sambil loncat para pengurus Tempat Pembuangan Sampah Terpadu 3R (TPST 3R) Perumahan Mutiara Bogor Raya, Kelurahan Katulampa, Kota Bogor, Jawa Barat.

Selain itu baru saja harian Radar Bogor menganugerahkan TPST ini sebagai TPST terbersih di Kota Bogor.

Sebuah penghargaan yang layak diberikan, karena lingkungan serta sistem pengelolaan kebersihan di lokasi tersebut relatif baik.

Bau tidak sedap relatif tidak terlalu kuat tercium, meskipun tempat itu sejatinya adalah tempat pengumpulan sampah. Sesuatu yang pasti, dengan kreativitas dan inovasi tumpukan sampah itu terbukti telah menghasilkan uang dan menghidupi serta mensejahterakan orang-orang di sekitarnya. (Advertorial)

Pewarta: Humas Setdakot Bogor

Editor : Naryo


COPYRIGHT © ANTARA News Megapolitan 2019