Bogor (Antaranews Bogor) - Kampung Pulo Geulis  dan kawasan  Babakan Pasar Kecamatan Bogor Tengah, merupakan salah satu  dari Kawasan di Kota Bogor yang memiliki aset wisata perpaduan antara Budaya Tionghoa dan Kolonial Belanda.

Pulo Geulis semula memiliki nama yang sangat puitis, Parakan Baranangsiang,  namun telah berganti menjadi Pulo
Geulis artinya pulau nan cantik.

Berdasarkan penelusuran Rachmat Iskandar, salah satu nara sumber Tim Rippda (Rencana Induk Pembangunan Pariwisata Daerah) Kota Bogor,  Pulo Geulis selain terkenal dengan Vihara Mahabrahma yang telah ditetapkan sebagai Bangunan Cagar Budaya oleh Dinas Kebudayaan dan Pariwisata (Disbudpar) Kota Bogor, juga banyak menyimpan tinggalan Budaya masa Belanda dan Tionghoa.

Di Kampung Pulo Geulis dan Kawasan Babakan Pasar banyak ditemukan tinggalan budaya Belanda, berupa arsitektur bergaya neo Classic, art deco, dan modern tropis.

“Ini merupakan asset yang bisa dikembangkan menjadi salah satu objek wisata menarik di Kota Bogor. Kita berharap Walikota Bogor Bima Arya Sugiarto yang akan dilantik 7 April mendatang bisa mengembangkan kawasan salah satu Objek Wisata,“ ungkap Rachmat di Balaikota Bogor, Senin (17/2).

Rachmat memaparkan,  bekas hotel Pasar Baroe misalnya, yang bergaya neo Classic berikut sebuah bangunan rumah tinggal mewah yang dikenal dengan  nama Landhuisen yang juga bergaya neo Classic.

Hotel Pasar Baroe dan bangunan rumah tinggal tersebut terletak di belakang Pasar Bogor.  Kondisi bangunan Hotel Pasar Baroe kondisinya sangat  memprihatinkan.  “ Bangunan itu sudah tidak terurus, dan kumuh,“ kata Rachmat.

Selain itu, terdapat juga bangunan yang bergaya art deco. Ciri-cirinya adalah bangunan yang diberhiasan (dekoratif) dalam bentuk alur-alur beton, kotak – kotak kaca dan berlantai dengan motif arabesca.

Rachmat menceritakan, di Pulo Geulis dan Babakan Pasar juga masih ditemukan bangunan bekas gedung teh, pagar dari rel kereta api yang dibuat tahun 1868. Sedangkan dalam kaitannya dengan budaya Tionghoa, menurut Rachmat ditemukan makam leluhur alm Masagung pemilik penerbit  toko  buku Gunung Agung. Makam tersebut terletak di belakang SD tidak jauh dari Puskesmas Belong Babakan Pasar.

Tak hanya itu,  lanjut Rachmat, juga ditemukan perlengkapan untuk membuat tahu tradisional berupa alat penggilingan kedelai yang terbuat dari batu Selain itu ada alat tumbuk dari batu, kolam ikan dari batu milik salah satu tokoh  masyarakat setempat bernama Bram.   

Di kawasan ini juga terdapat sebuah bangunan sosial yang berfungsi membantu warga miskin dalam Mulasara Jenazah  (pengurusan jenazah-red).   

Diatas bagian depan bangunan tersebut masih tercantum huruf Fons Untuk Orang Miskin 1930. “Bangunan ini bergaya Kolonial Belanda yang masih difungsikan untuk untuk kegiatan amal dan sosial,“ ujarnya.
         
Disamping itu juga ada Gardu Listrik dan Pos Jaga peninggalan Belanda yang lokasinya di Jalan Roda.   

“Sayangnya bangunan Pos Jaga telah beralih fungsi menjadi tempat berjualan asinan, “ kata Rachmat.

Menariknya lagi,  kata Rachmat,   sebagaian warga asli Pulo Geulis memiliki keahlian membuat emping jengkol.  Alat untuk membuat emping jengkol tersebut menggunakan alat tumbuk dari bahan batu berbentuk bulat yang diambil dari sungai Ciluwung.

“Masyarakat Pulo Geulis menyebutnya alat tersebut batu emping.  Hasil produk mereka dijual ke para pedagang soto di kawasan Suryakencana,“ katanya.

Pewarta:

Editor : Teguh Handoko


COPYRIGHT © ANTARA News Megapolitan 2014