Kampus universitas negeri idealnya menjadi garda terdepan menumbuhkan semangat kebangsaan selain sebagai penghasil sumberdaya manusia berkualitas dan berdaya saing tinggi.
Keinginan itu disampaikan oleh Prof Dr Andy Mulyana MSc, bakal calon rektor Universitas Sriwijaya periode 2019-2023, menanggapi hasil penelitian yang menyebutkan banyaknya kampus negeri yang disusupi aliran radikalis, di Palembang, Sumatera Selatan, Rabu.
“Secara alami mahasiswa kampus negeri, maupun swasta, berasal dari berbagai kalangan dan lapisan masyarakat sehingga sangat majemuk. Kampus adalah miniatur Indonesia sehingga semangat kebangsaan mestinya lebih mudah ditumbuhkan,” kata Andy kepada Antara.
Andy menawarkan tiga solusi menangkal aliran radikalisme menyusup ke kampus.
Pertama, mengaktifkan kembali mata kuliah Pancasila dan Kewiraan yang tujuan utamanya menumbuhkan rasa cinta tanah air dan jiwa patriotik.
“Strateginya dengan memodifikasi metode penyampaian kuliah. Misalnya, dengan metode dialog atau menggunakan media audio visual yang membahas penerapan ideologi Pancasila dalam kehidupan sehari-hari. Bukan monoton ceramah seperti era orde baru,” kata Andy.
Modifikasi metode itu akan dilakukan dengan meningkatkan keterampilan dosen pengampu kedua mata kuliah tersebut.
Kedua, menata kurikulum mata kuliah agama agar materi yang diberikan berasal dari sumber rujukan yang benar.
“Pendidikan agama yang benar akan menumbukan sikap moderat, toleran, dan seimbang terhadap berbagai aliran dalam keagamaan, bahkan terhadap agama yang berbeda,” kata Andy.
Demikian pula pengajar mata kuliah agama harus benar-benar yang kompeten di bidangnya, memiliki wawasan kebangsaan dan mengedepankan kerukunan umat beragama dalam kerangka NKRI.
Ketiga, memastikan organisasi kemahasiswaan seperti BEM, Himpunan, dan UKM tumbuh dan berkembang secara inklusif sehingga dapat menjadi wadah mahasiswa berbagai kalangan untuk berekspresi dan saling bersilaturahim dengan tetap mempertahankan ciri khasnya serta bersikap memegang teguh disiplin, setia, dan cinta tanah air.
“Jangan sampai organisasi kemahasiswaan menjadi milik satu kelompok tertentu, tetapi harus menjadi milik atau minimal terbuka ruang untuk berdialog untuk semua kelompok” katanya.
Ketiga tawaran tersebut tentu tak bisa diwujudkan kampus sendiri, tetapi harus melibatkan banyak pihak seperti Badan Pembinaan Ideologi Pancasila (BPIP) yang telah dibentuk oleh Presiden Joko Widodo beberapa waktu lalu.
“Saat ini saya perhatikan badan bentukan Presiden itu sudah mengembangkan tafsir Pancasila yang lebih luas dan dinamis sehingga menarik untuk didiskusikan oleh kalangan kampus,” katanya lagi.
Konsep yang ditawarkan calon rektor Universitas Sriwijaya itu disambut baik oleh para alumni Unsri yang berasal dan kini berkiprah di Jabodetabek.
Alumni Unsri eksponen angkatan 1998 yang pernah bergiat di Kantor Staf Kepresidenan (KSP) Achmad Yakub SIp berpedapat, sejak era Kerajaan Sriwijaya, Sumatera Selatan terkenal sebagai pusat pendidikan yang terbuka dan egaliter.
"Sudah selayaknya universitas yang berada di Sumsel menjadi barometer kampus yang berwawasan kebangsaan,” kata Achmad Yakub.
COPYRIGHT © ANTARA News Megapolitan 2019
Keinginan itu disampaikan oleh Prof Dr Andy Mulyana MSc, bakal calon rektor Universitas Sriwijaya periode 2019-2023, menanggapi hasil penelitian yang menyebutkan banyaknya kampus negeri yang disusupi aliran radikalis, di Palembang, Sumatera Selatan, Rabu.
“Secara alami mahasiswa kampus negeri, maupun swasta, berasal dari berbagai kalangan dan lapisan masyarakat sehingga sangat majemuk. Kampus adalah miniatur Indonesia sehingga semangat kebangsaan mestinya lebih mudah ditumbuhkan,” kata Andy kepada Antara.
Andy menawarkan tiga solusi menangkal aliran radikalisme menyusup ke kampus.
Pertama, mengaktifkan kembali mata kuliah Pancasila dan Kewiraan yang tujuan utamanya menumbuhkan rasa cinta tanah air dan jiwa patriotik.
“Strateginya dengan memodifikasi metode penyampaian kuliah. Misalnya, dengan metode dialog atau menggunakan media audio visual yang membahas penerapan ideologi Pancasila dalam kehidupan sehari-hari. Bukan monoton ceramah seperti era orde baru,” kata Andy.
Modifikasi metode itu akan dilakukan dengan meningkatkan keterampilan dosen pengampu kedua mata kuliah tersebut.
Kedua, menata kurikulum mata kuliah agama agar materi yang diberikan berasal dari sumber rujukan yang benar.
“Pendidikan agama yang benar akan menumbukan sikap moderat, toleran, dan seimbang terhadap berbagai aliran dalam keagamaan, bahkan terhadap agama yang berbeda,” kata Andy.
Demikian pula pengajar mata kuliah agama harus benar-benar yang kompeten di bidangnya, memiliki wawasan kebangsaan dan mengedepankan kerukunan umat beragama dalam kerangka NKRI.
Ketiga, memastikan organisasi kemahasiswaan seperti BEM, Himpunan, dan UKM tumbuh dan berkembang secara inklusif sehingga dapat menjadi wadah mahasiswa berbagai kalangan untuk berekspresi dan saling bersilaturahim dengan tetap mempertahankan ciri khasnya serta bersikap memegang teguh disiplin, setia, dan cinta tanah air.
“Jangan sampai organisasi kemahasiswaan menjadi milik satu kelompok tertentu, tetapi harus menjadi milik atau minimal terbuka ruang untuk berdialog untuk semua kelompok” katanya.
Ketiga tawaran tersebut tentu tak bisa diwujudkan kampus sendiri, tetapi harus melibatkan banyak pihak seperti Badan Pembinaan Ideologi Pancasila (BPIP) yang telah dibentuk oleh Presiden Joko Widodo beberapa waktu lalu.
“Saat ini saya perhatikan badan bentukan Presiden itu sudah mengembangkan tafsir Pancasila yang lebih luas dan dinamis sehingga menarik untuk didiskusikan oleh kalangan kampus,” katanya lagi.
Konsep yang ditawarkan calon rektor Universitas Sriwijaya itu disambut baik oleh para alumni Unsri yang berasal dan kini berkiprah di Jabodetabek.
Alumni Unsri eksponen angkatan 1998 yang pernah bergiat di Kantor Staf Kepresidenan (KSP) Achmad Yakub SIp berpedapat, sejak era Kerajaan Sriwijaya, Sumatera Selatan terkenal sebagai pusat pendidikan yang terbuka dan egaliter.
"Sudah selayaknya universitas yang berada di Sumsel menjadi barometer kampus yang berwawasan kebangsaan,” kata Achmad Yakub.
COPYRIGHT © ANTARA News Megapolitan 2019