Dinas Kesehatan Kota Bogor, Jawa Barat, melakukan penelitian kembali mengenai jumlah perokok di Kota Hujan itu setelah merevisi Peraturan daerah (Perda) tentang Kawasan Tanpa Rokok (KTR) pada akhir tahun 2018.

"Paling besar merokok pengaruhnya dari mana, dari usai berapa mereka merokok? Itu yang akan kita teliti. Hasilnya baru kelihatan setelah akhir tahun 2019. Kita kerja sama dengan Universitas Indonesia," ujar Kadinkes Kota Bogor, Rubaeah kepada ANTARA di Bogor, Sabtu.

Pasalnya, pada revisi atas Perda No 12 tahun 2009 tentang KTR ini, definisi rokok diperluas tidak hanya rokok sigaret, melainkan juga shisa dan rokok elektrik (vape).

Rubaeah mengatakan, meski pihaknya melakukan penelitian, tapi sosialisasi mengenai Perda KTR yang baru ini tetap berlanjut.

Baca juga: 20 kota dan kabupaten di Jabar dan Banten pelajari KTR di Kota Bogor

Sosialisasi itu menurutnya dilakukan mulai dari sekolah atau kampus, hingga gedung perkantoran.

"Sesuai aturan, kita sudah punya delapan kawasan tanpa rokok. Yang penting kan kita bukan berarti melarang orang merokok di Kota Bogor. Hanya di delapan kawasan itu kan diatur orang merokok di mana yang boleh," kata Rubaeah.

Menurutnya, sanksi tindak pidana ringan (Tiping) juga terus berlanjut sebagai bentuk penindakan Satuan Polisi Pamong Praja (Satpol PP) kepada para pelanggar Perda KTR.

"Peningkatan pelanggaran maisng-masing kawasan beda, yang paling tidak patuh di kawasan umum. Kalau di instansi kesehatan sudah patuh 90 persen, pendidikan sudah patuh. Paling rendah tempat umum seperti cafe, restoran, dan hotel," bebernya.

Berdasarkan data Dinkes Kota Bogor tahun 2017, sebanyak 446.325 orang atau 44,5 persen dari jumlah penduduk Kota Bogor adalah perokok. Jika dirinci, 32 persen adalah orang yang me­rokok setiap hari, 5,6 persen yang me­ro­kok tidak secara rutin, dan 6,9 persen merupakan mantan perokok.

Baca juga: Bahaya rokok elektronik jadi pembahasan sosialisasi Perda KTR

Pewarta: M Fikri Setiawan

Editor : Naryo


COPYRIGHT © ANTARA News Megapolitan 2019