Bogor (Antara) - Mantan Menteri Lingkungan Hidup Emil Salim berpesan kepada para peneliti dan pemerintah khususnya yang bertanggung jawab dalam pembangunan untuk dapat bersinergi dalam pembangunan sebuah wilayah.
"Peneliti dan pemerintah perlu bersinergi agar jangan ada keanekaragaman hayati yang rusak akibat pembangunan," kata Emil saat menjadi pembicara kunci dalam simposium internasional Flora Malesiana, di IPB International Conference Center, Kota Bogor, Jawa Barat, Selasa.
Emil mengatakan banyak pihak termasuk pemerintah yang belum mengetahui arti penting sumber daya biologi yang dimiliki Indonesia.
Dalam pertemuan simposium internasional Flora Malesiana, Emil mengungkapkan bahwa antara peneliti dan pihak yang berkaitan dalam pembangunan sumber daya alam seperti Pekerja Umum, Bapenas dapat saling bertukar informasi dalam melakukan pembangunan.
Hal ini dilakukan untuk melindungi keanekaragaman hayati Indonesia yang hampir punah oleh pembangunan yang hanya fokus pada peningkatan ekonomi.
Menurut Emil, jika peneliti dan pemerintah bersinergi dapat mendorong terciptanya pembangunan yang berbasis pembangunan sosial perekonomian masyarakat dan tidak menghancurkan lingkungan.
Ia mencontohkan, pembangunan jalan tol, hendaknya Bapenas atau PU berkoordinasi dengan para peneliti yang memiliki keilmuan taksonomi, agar pembangunan jalan tersebut tidak merusak ekosistem flora yang ada di lokasi pembangunan.
"Harusnya ilmuwan ini berbicara dengan instansi yang berurusan dengan pengelolaan sumber daya alam. Misalnya mau bangun jalan yang menembus hutan, ini harus disampaikan jangan sampai mengancurkan flora kita. Antara peneliti dan pemerintah itu harus ada pertukaran informasi sehingga flora Malesiana ini tidak hancur," kata Emil.
Emil mengatakan, melalui Flora Malesiana, Indonesia dan negara yang masuk dalam garis khatulistiwa memiliki kemampuan yang dapat melawan perubahan iklim.
"Kita memiliki kearifan lokal yang mampu melawan perubahan iklim, misalnya ancaman perubahan iklim datang, mengancam ketersediaan padi, kita bisa mengambil salah satu dari 21 jenis padi yang ditanam oleh masyarakat di Halimun," katanya.
Oleh karena itu, lanjut Emil, untuk menyelamatkan keanekaragaman hayati serta kearifan lokal masyarakat perlu adanya sinergitas antara peneliti dan pemerintah selaku pengambil kebijakan.
Emil juga menyarankan konsep pembangunan ekonomi dapat diubah dengan tidak hanya memikirkan peningkatan ekonomi semeta, tapi dengan membangun kearifan lokal, pemberdayaan masyarakat sehingga peningkatan ekonomi berawal dari masyarakat.
"Jadi jangan hanya terfokus peningkatan ekonomi, tapi bagaimana meningkatkan perekonomian masyarakat dengan kearifan lokal, menyelamatkan lingkungan, sehingga perekonomian masyarakat bawah meningkat, ciptakan industri-industri yang dapat menggerakkan roda perekonomian seperti halnya minyak sawit kita harus perbanyak sektor industri, sehingga masyarakat dapat memperoleh hasil dari sektor hilir ini," katanya.
Simposium internasional Flora Malesiana ke-9 digelar di Kota Bogor selama lima hari 27-31 Agustus yang diikuti sekitar 100 peneliti dari 28 negara.
Di dalam forum ini para peneliti taksonomi akan saling bertukar informasi terkait penelitian flora dan juga hasil dari penelitian LIPI selama delapan tahun terakhir dalam program Flora Malesiana.
COPYRIGHT © ANTARA News Megapolitan 2013
"Peneliti dan pemerintah perlu bersinergi agar jangan ada keanekaragaman hayati yang rusak akibat pembangunan," kata Emil saat menjadi pembicara kunci dalam simposium internasional Flora Malesiana, di IPB International Conference Center, Kota Bogor, Jawa Barat, Selasa.
Emil mengatakan banyak pihak termasuk pemerintah yang belum mengetahui arti penting sumber daya biologi yang dimiliki Indonesia.
Dalam pertemuan simposium internasional Flora Malesiana, Emil mengungkapkan bahwa antara peneliti dan pihak yang berkaitan dalam pembangunan sumber daya alam seperti Pekerja Umum, Bapenas dapat saling bertukar informasi dalam melakukan pembangunan.
Hal ini dilakukan untuk melindungi keanekaragaman hayati Indonesia yang hampir punah oleh pembangunan yang hanya fokus pada peningkatan ekonomi.
Menurut Emil, jika peneliti dan pemerintah bersinergi dapat mendorong terciptanya pembangunan yang berbasis pembangunan sosial perekonomian masyarakat dan tidak menghancurkan lingkungan.
Ia mencontohkan, pembangunan jalan tol, hendaknya Bapenas atau PU berkoordinasi dengan para peneliti yang memiliki keilmuan taksonomi, agar pembangunan jalan tersebut tidak merusak ekosistem flora yang ada di lokasi pembangunan.
"Harusnya ilmuwan ini berbicara dengan instansi yang berurusan dengan pengelolaan sumber daya alam. Misalnya mau bangun jalan yang menembus hutan, ini harus disampaikan jangan sampai mengancurkan flora kita. Antara peneliti dan pemerintah itu harus ada pertukaran informasi sehingga flora Malesiana ini tidak hancur," kata Emil.
Emil mengatakan, melalui Flora Malesiana, Indonesia dan negara yang masuk dalam garis khatulistiwa memiliki kemampuan yang dapat melawan perubahan iklim.
"Kita memiliki kearifan lokal yang mampu melawan perubahan iklim, misalnya ancaman perubahan iklim datang, mengancam ketersediaan padi, kita bisa mengambil salah satu dari 21 jenis padi yang ditanam oleh masyarakat di Halimun," katanya.
Oleh karena itu, lanjut Emil, untuk menyelamatkan keanekaragaman hayati serta kearifan lokal masyarakat perlu adanya sinergitas antara peneliti dan pemerintah selaku pengambil kebijakan.
Emil juga menyarankan konsep pembangunan ekonomi dapat diubah dengan tidak hanya memikirkan peningkatan ekonomi semeta, tapi dengan membangun kearifan lokal, pemberdayaan masyarakat sehingga peningkatan ekonomi berawal dari masyarakat.
"Jadi jangan hanya terfokus peningkatan ekonomi, tapi bagaimana meningkatkan perekonomian masyarakat dengan kearifan lokal, menyelamatkan lingkungan, sehingga perekonomian masyarakat bawah meningkat, ciptakan industri-industri yang dapat menggerakkan roda perekonomian seperti halnya minyak sawit kita harus perbanyak sektor industri, sehingga masyarakat dapat memperoleh hasil dari sektor hilir ini," katanya.
Simposium internasional Flora Malesiana ke-9 digelar di Kota Bogor selama lima hari 27-31 Agustus yang diikuti sekitar 100 peneliti dari 28 negara.
Di dalam forum ini para peneliti taksonomi akan saling bertukar informasi terkait penelitian flora dan juga hasil dari penelitian LIPI selama delapan tahun terakhir dalam program Flora Malesiana.
COPYRIGHT © ANTARA News Megapolitan 2013