Bogor (Antara) - Mantan Menteri Lingkungan Hidup, Emil Salim mengatakan keberadaan flora Indonesia yang menjadi bagian dari Flora Malesiana sangat penting sebagai mata rantai kehidupan.

"Flora Malesiana ini mata rantai kehidupan, jika ini putus maka semua rantai kehidupan akan mati," kata Emil saat menjadi pembicara kunci dalam Simposium Internasional Flora Malesiana ke-9 di IPB International Conference Center, Kota Bogor, Jawa Barat, Selasa.

Emil mengatakan, banyak orang yang belum memahami apa itu Flora Malesiana dan apa peran tumbuhan dalam kehidupan manusia.

Dijelaskannya, minimnya pemahaman orang terkait Flora Malesiana sesuatu yang wajar karena kurangnya perhatian atau minat orang terhadap sumber daya biologi.

"Selama ini lebih fokus pada sumber daya tambang, batu bara, laut dan pertanian, padahal sumber daya biologi seperti flora malesiana ini sangat penting," katanya.

Emil menuturkan, banyak orang tidak tahu apa manfaat dari sumber daya biologi karena sudah tertarik dengan sumber daya tambang dan sumber daya laut yang terlihat nilainya dalam perekonomian.

Rendahnya pemahaman ini, lanjut Emil, dikarenakan belum banyak yang menerjemahkan bahasa biologi menjadi bahasa yang bisa dipahami oleh masyarakat luas.

Flora Malesiana adalah sumber daya biologi yang di dunia hanya terdapat di beberapa negara di sepanjang khatulistiwa yakni Indonesia, Filipina, Malaysia, Singapura, Timur Leste, Papua Nugini.

"Flora Malesiana ini pencerminan dari keanekaragaman hayati yang unik, memiliki jaringan dimana jaringan itu antara satu dengan yang lainnya saling berkaitan," katanya.

Menurut Emil, keberadaan Flora Malesiana harus dilindungi, sebagai bagian dari jejaring yang khas yang ada di kawasan tersebut dan tidak ada di tempat lainnya.

"Sehingga bila jejaring ini tidak dilindungi maka akan kekuatan kehidupan juga akan hancur. Dengan kuatnya jejaring ini akan mendukung kehidupan," kata Emil.

Namun, lanjut Emil, saat ini belum banyaknya pihak menyadari akan pentingnya keberadaan sumber daya biologi yakni Flora Malesiana ini banyak pembangunan yang melabrak atau mendobrak tempat tinggal flora tersebut.

Situasi ini, lanjut Emil bila dibiarkan akan merusak jejaring tersebut dan dampaknya akan mengancam kelangsungan hidup manusia.

Emil menawarkan solusi dalam melindungi kekayaan atau sumber daya biologi adalah antara peneliti dan pemerintah dapat saling bekerja sama dalam merancang sebuah pembangunan.

Hal ini bertujuan agar, pembangunan tidak merusak keragaman hayati yang ada sehingga kekayaan keanekaragaman hayati Indonesia dapat terlindungi.

Emil Salim menjadi pembicara kunci dalam simposium internasional Flora Malesiana ke-9 yang diselenggarakan oleh Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI). Simposium ini dihadiri 100 lebih peserta yang berasal dari 28 negara termasuk negara negara yang berada dalam lingkup Flora Malesiana yakni Indonesia, Malaysia, Papua Nugini, Filipina, Singapura, Timor Leste, dan Kepulauan Solomon.

Sementara itu, Deputi Bidang Ilmu Pengetahuan Hayati-LIPI, Dr Siti Nuramaliati Prijono menyebutkan, selama delapan tahun perjalanan forum Flora Malesiana telah mengungkap sebanyak 22 persen kekayaan flora di Indonesia.

Dikatakannya, keberadaan Floran Malesiana sangat penting dalam melakukan eksplorasi keberadaan flora Indonesia dan mengungkap kekayaan flora yang dimiliki.

"Kendalanya saat ini selain kekurangan tenaga ahli, luas wilayah kita juga menjadi tantangan tersendiri bagi para peneliti untuk melakukan eksplorasi," kata Siti.

Simposium internasional Flar Malesiana ini berlangsung selama dua hari. Bebergai forum digelar dalam beberapa ruangan terpisah. Dalam pertemuan tersebut juga diagendakan peluncuran buku tentang eksplorasi tumbuhan Pandan (Pandanaceae) yang terdapat di seluruh wilayah di Indonesia.

"Pandan ini jenis tumbuhan yang fokus diteliti oleh LIPI dalam forum Flora Malesiana ini," kata Siti.

Pewarta: Oleh Laily Rahmawati

Editor : Naryo


COPYRIGHT © ANTARA News Megapolitan 2013