Bogor (Antara) - Indonesia sebenarnya tidak perlu mengimpor ubi kayu karena produksi dalam negeri sudah cukup memenuhi kebutuhan lokal, kata Direktur Budidaya Aneka Kacang dan Umbi Kementerian Pertanian, Dr Ir Maman Suherman MM.

Dalam seminar bertema "Upaya mengatasi defisit neraca perdagangan melalui pengembangan usaha bahan baku dan penolong berbasis pati dalam negeri" di IICC Bogor, Rabu, Maman Suherman menyorot ubi kayu atau singkong sebagai salah satu bahan baku dan penolong berbasis pati/karbohidrat yang masih bisa dikembangkan di Indonesia.

"Saat ini ubi kayu yang bisa dihasilkan oleh petani di Indonesia per tahun mencapai 24,6 juta ton, sedangkan kebutuhan dalam negeri sekitar 24,0 juta ton," katanya dalam seminar yang diselenggarakan Kementerian Perdagangan RI itu.

Tapi kenyataannya, kata Maman, tahun lalu Indonesia masih impor lebih dari tiga juta ton ubi kayu, dan trendnya terus naik.

Maman Suherman mengakui masih banyak permasalahan untuk

mengembangkan ubi kayu sebagai sumber bahan baku dan penolong berbasis pati, yang bisa diserap industri-industri di Indonesia.

Di antaranya adalah teknologi inovatif yang belum optimal, harga yang kurang bersaing, dan makin sempitnya lahan.

"Di satu kabupaten bisa dikembangkan ubi kayu, tapi karena tidak ada industri pengolahannya, biayanya menjadi mahal karena ada biaya transportasi,"katanya.

Maman juga mengatakan bahwa pihaknya sudah membuat pemetaan untuk pengembangan bahan baku & penolong berbasis pati dalam negera, agar tidak terlalu tergantung impor dan mengurangi defisit neraca perdagangan dalam negeri.

"Kami juga akan membuat pemetaan kebutuhan industri untuk bahan baku dan penolong ini," tambahnya.

Sementara itu ketua Gabungan Pengusaha Makanan dan Minuman Indonesia (Gapmmi) Adhi Lukman dalam seminar tersebut menyatakan kesiapan pihaknya untuk menggunakan bahan baku dan penolong berbasis pati hasil produksi dalam negeri.

"Namun selama dalam negeri belum memenuhi kebutuhan bahan baku pati ini, maka kami akan mengimpor," katanya.

Kualitas ubi kayu sebagai bahan baku berbasis pati, kata Adhi, juga perlu diperhatikan. Di antarnaya adalah yang kadar airnya rendah dan kandungan patinya tinggi.

Ia juga meminta pihak-pihak terkait untuk bisa mengatur logistik kebutuhan ubi kayu atau komoditi untuk pati.

"Jangan sampai pada bulan tertentu produksinya melimpah, tapi bulan lainnya kurang," katanya.

Seminar sehari tersebut dibuka oleh Kepala Badan Pengkajian dan Pengembangan Kebijakan Perdagangan Arief Adang Ph.D.

Pewarta: Oleh Teguh Handoko

Editor : Naryo


COPYRIGHT © ANTARA News Megapolitan 2013