Penggunaan Dana Bagi Hasil Cukai dan Tembakau untuk pembangunan rumah sakit paru Kabupaten Karawang telah dikoordinasikan ke Kantor Pengawasan dan Pelayanan Bea dan Cukai Tipe Madya Pabean A Purwakarta, kata Asisten Sekda Karawang Ahmad Hidayat.
"Penggunaan DBHCT ada ketentuannya. Kita sudah berkoordinasi terkait pembangunan rumah sakit paru itu," katanya di Karawang, Jabar, Senin.
Ia membantah kalau DBHCT yang diterima Pemerintah Kabupaten Karawang sengaja diendapkan sejak 2012 untuk dikumpulkan guna membangun rumah sakit paru.
Sejak 2012 hingga kini, anggaran yang merupakan DBHCT tersebut sudah mencapai Rp152.615.742.000 untuk pembangunan rumah sakit paru.
Setiap tahun, katanya, DBHCT untuk Karawang sekitar Rp85 miliar. Akan tetapi nominal jelasnya fluktuatif, tergantung ketentuan dari Kementerian Keuangan.
Pemkab Karawang membangun rumah sakit paru di wilayah Jatisari dengan menggunakan DBHCT, karena penggunaannya dinilai sesuai aturan dan ketentuan.
Hingga kini, proses pembangunan rumah sakit paru di Karawang itu masih berlangsung dengan target rampung pada Juli 2019.
Kepala Kantor Wilayah Ditjen Bea Cukai Jawa Barat Saipullah Nasution pada kesempatan sebelumnya mengungkapkan bahwa selama ini koordinasi pemerintah daerah dengan Kantor Wilayah Ditjen Bea Cukai Jabar masih kurang optimal.
"Koordinasi dan laporan penggunaan DBHCT dari pemerintah daerah ke kami masih belum efektif. Padahal ketentuannya sudah jelas, pemerintah daerah yang harus aktif berkoordinasi dalam menggunakan DBHCT," kata dia.
Dalam Peraturan Menteri Keuangan Nomor 222/PMK.07/2017, baik pemerintah kota/kabupaten maupun pemerintah provinsi, wajib melaporkan penggunaan DBHCT yang telah diterima dari Kementerian Keuangan.
Koordinasi juga harus dilakukan setiap kepala daerah kepada setiap Kepala Kantor Wilayah Direktorat Jenderal Bea dan Cukai di daerah masing-masing. Laporan itu terkait dengan penggunaan DBHCT.
Besaran DBHCT sesuai dengan ketentuan tersebut dua persen dari penerimaan total cukai.
COPYRIGHT © ANTARA News Megapolitan 2019
"Penggunaan DBHCT ada ketentuannya. Kita sudah berkoordinasi terkait pembangunan rumah sakit paru itu," katanya di Karawang, Jabar, Senin.
Ia membantah kalau DBHCT yang diterima Pemerintah Kabupaten Karawang sengaja diendapkan sejak 2012 untuk dikumpulkan guna membangun rumah sakit paru.
Sejak 2012 hingga kini, anggaran yang merupakan DBHCT tersebut sudah mencapai Rp152.615.742.000 untuk pembangunan rumah sakit paru.
Setiap tahun, katanya, DBHCT untuk Karawang sekitar Rp85 miliar. Akan tetapi nominal jelasnya fluktuatif, tergantung ketentuan dari Kementerian Keuangan.
Pemkab Karawang membangun rumah sakit paru di wilayah Jatisari dengan menggunakan DBHCT, karena penggunaannya dinilai sesuai aturan dan ketentuan.
Hingga kini, proses pembangunan rumah sakit paru di Karawang itu masih berlangsung dengan target rampung pada Juli 2019.
Kepala Kantor Wilayah Ditjen Bea Cukai Jawa Barat Saipullah Nasution pada kesempatan sebelumnya mengungkapkan bahwa selama ini koordinasi pemerintah daerah dengan Kantor Wilayah Ditjen Bea Cukai Jabar masih kurang optimal.
"Koordinasi dan laporan penggunaan DBHCT dari pemerintah daerah ke kami masih belum efektif. Padahal ketentuannya sudah jelas, pemerintah daerah yang harus aktif berkoordinasi dalam menggunakan DBHCT," kata dia.
Dalam Peraturan Menteri Keuangan Nomor 222/PMK.07/2017, baik pemerintah kota/kabupaten maupun pemerintah provinsi, wajib melaporkan penggunaan DBHCT yang telah diterima dari Kementerian Keuangan.
Koordinasi juga harus dilakukan setiap kepala daerah kepada setiap Kepala Kantor Wilayah Direktorat Jenderal Bea dan Cukai di daerah masing-masing. Laporan itu terkait dengan penggunaan DBHCT.
Besaran DBHCT sesuai dengan ketentuan tersebut dua persen dari penerimaan total cukai.
COPYRIGHT © ANTARA News Megapolitan 2019