Ketua dewan pembina Yayasan Negeri Rempah Hassan Wirajuda mengatakan warisan budaya maritim dalam jejak perniagaan global menjadi semakin penting untuk dikaji dan dimaknai kembali.
"Apalagi ketika dewasa ini banyak bergulir pertarungan konsep seperti Jalur Sutera Maritim yang diusung Tiongkok, maupun ragam konsep tentang wawasan Indo-Pasifik yang kesemuanya menuntut
Indonesia untuk mengambil peranan yang penting," ujar Hassan Wirajuda dalam International Forum on Spice Route (IFSR) di Jakarta, Selasa.
Menteri Luar Negeri RI periode 2001 - 2009 itu mengatakan Yayasan Negeri Rempah bekerja sama dengan Kementerian Koordinator Bidang Kemaritiman menyelenggarakan International Forum on Spice Route (IFSR) pada 19-24 Maret 2019 di Jakarta.
Hassan mengatakan forum tersebut mendukung program pemerintah untuk memajukan konsep poros maritim.
"Salah satu elemen penting konsep poros maritim adalah memajukan budaya maritim," kata dia.
Untuk memajukan budaya maritim, lanjut Hassan, pemerintah harus menengok kembali sejarah masa lalu kemaritiman Indonesia.
"Sejarah yang panjang tapi juga penuh dengan kegemilangan bahkan malapetaka. Berdasarkan sejarah, kekayaan alam bisa juga membawa dampak malapetaka bagi Indonesia. Sepanjang kita tidak mampu mendukung kekayaan kita dengan kekuatan kita, maka kekayaan alam kita dirampas bangsa-bangsa lain," kata dia.
Hassan mengatakan pemerintah perlu mengkaji bagaimana jalur rempah dulu dan masa kini.
Panitia penyelenggara IFSR dari Yayasan Negeri Rempah Bram Kushardjanto mengatakan Nusantara telah menjadi pemain penting dalam perdagangan dunia dan telah lama dikenal sebagai negara pemasok utama komoditas penting di dunia yaitu rempah-rempah.
Dalam perjalanan waktu dan pada skala dunia, lanjut dia, 400-500 spesies tanaman telah dipergunakan dan dikenal sebagai rempah. Di Asia Tenggara sendiri, jumlahnya mendekati 275 spesies.
Ketika Eropa belum memiliki banyak pengetahuan tentang berbagai komoditas, kata Bram, rempah-rempah dari dunia Timur telah menyediakan khasiat, cita rasa dan aroma yang dipergunakan sebagai bumbu masak, penawar racun dan obat, bahkan sampai bahan pengawet.
COPYRIGHT © ANTARA News Megapolitan 2019
"Apalagi ketika dewasa ini banyak bergulir pertarungan konsep seperti Jalur Sutera Maritim yang diusung Tiongkok, maupun ragam konsep tentang wawasan Indo-Pasifik yang kesemuanya menuntut
Indonesia untuk mengambil peranan yang penting," ujar Hassan Wirajuda dalam International Forum on Spice Route (IFSR) di Jakarta, Selasa.
Menteri Luar Negeri RI periode 2001 - 2009 itu mengatakan Yayasan Negeri Rempah bekerja sama dengan Kementerian Koordinator Bidang Kemaritiman menyelenggarakan International Forum on Spice Route (IFSR) pada 19-24 Maret 2019 di Jakarta.
Hassan mengatakan forum tersebut mendukung program pemerintah untuk memajukan konsep poros maritim.
"Salah satu elemen penting konsep poros maritim adalah memajukan budaya maritim," kata dia.
Untuk memajukan budaya maritim, lanjut Hassan, pemerintah harus menengok kembali sejarah masa lalu kemaritiman Indonesia.
"Sejarah yang panjang tapi juga penuh dengan kegemilangan bahkan malapetaka. Berdasarkan sejarah, kekayaan alam bisa juga membawa dampak malapetaka bagi Indonesia. Sepanjang kita tidak mampu mendukung kekayaan kita dengan kekuatan kita, maka kekayaan alam kita dirampas bangsa-bangsa lain," kata dia.
Hassan mengatakan pemerintah perlu mengkaji bagaimana jalur rempah dulu dan masa kini.
Panitia penyelenggara IFSR dari Yayasan Negeri Rempah Bram Kushardjanto mengatakan Nusantara telah menjadi pemain penting dalam perdagangan dunia dan telah lama dikenal sebagai negara pemasok utama komoditas penting di dunia yaitu rempah-rempah.
Dalam perjalanan waktu dan pada skala dunia, lanjut dia, 400-500 spesies tanaman telah dipergunakan dan dikenal sebagai rempah. Di Asia Tenggara sendiri, jumlahnya mendekati 275 spesies.
Ketika Eropa belum memiliki banyak pengetahuan tentang berbagai komoditas, kata Bram, rempah-rempah dari dunia Timur telah menyediakan khasiat, cita rasa dan aroma yang dipergunakan sebagai bumbu masak, penawar racun dan obat, bahkan sampai bahan pengawet.
COPYRIGHT © ANTARA News Megapolitan 2019