Bekasi (Antara) - Pemerintah Kota Bekasi, Jawa Barat, terus mencari sumber virus H5N1 atau flu burung yang menjangkiti RB (2,6) hingga tewas di Kelurahan Jakamulya, Kecamatan Bekasi Selatan.
"Kita masih mencari sumber penularan melalui metode penyelidikan epidemiologi ke rumah penderita dan lingkungan sekitar oleh tim terpadu," ujar Kepala Bidang Peternakan dan Kesehatan Hewan Dinas Perekonomian Rakyat Kota Bekasi, Edi Kadarusman, di Bekasi, Rabu.
Menurut dia, tim terpadu itu terdiri atas perwakilan Kementerian Kesehatan, Balai Besar Teknik Kesehatan Lingkungan dan Pengendalian Penyakit (BBTKL-PP) Jakarta, Dinas Kesehatan Kota Bekasi, dan Dinas Perekonomian Rakyat Kota Bekasi.
Pihaknya mengaku telah mengambil sampel unggas yang berada di pasar tempat ibu korban biasa membeli ayam potong.
"Sampai sekarang belum ada hasil karena terpotong hari libur Sabtu dan Minggu. Tim memerlukan waktu sepekan untuk memastikan hasilnya," katanya.
Hasil penyelidikan awal, kata dia, diketahui sekitar lingkungan rumah korban tidak ada yang beternak ayam.
"Yang ada hanya burung, itu pun populasinya tidak banyak hanya 20 sampai 30 ekor," ujarnya.
Menurut dia, didapat kemungkinan faktor risiko yaitu kontak lingkungan tercemar di pasar yang berjarak sekitar 200 meter dari rumah korban.
"Menurut kabar, dua hari sebelum sakit pada Sabtu (8/6), RB sempat diajak ibunya pergi ke pasar membeli ayam potong," katanya.
Hasil pemeriksaan tim, kata dia, di pasar tersebut terdapat tempat pemotongan ayam broiler.
"Kita sudah ambil sampel ayamnya untuk mengetahui lebih jauh," katanya.
Menurut pengakuan pedagang ayam, kata dia, ayam tersebut dipasok dari sejumlah distributor yang ada di Bekasi.
"Biasanya ayam itu datang dari kawasan Tasik, Ciamis, atau Sukabumi," katanya.
Pihaknya juga memperoleh informasi bahwa pernah terjadi kasus serupa pada 2011 di mana sejumlah ayam mati secara mendadak di kawasan tersebut akibat flu burung.
"Pada 2011, kami menndapati ada tetangga korban yang pelihara unggas sehingga tertular, tapi untuk kasus RB tidak ada kasus kematian unggas," katanya.
COPYRIGHT © ANTARA News Megapolitan 2013
"Kita masih mencari sumber penularan melalui metode penyelidikan epidemiologi ke rumah penderita dan lingkungan sekitar oleh tim terpadu," ujar Kepala Bidang Peternakan dan Kesehatan Hewan Dinas Perekonomian Rakyat Kota Bekasi, Edi Kadarusman, di Bekasi, Rabu.
Menurut dia, tim terpadu itu terdiri atas perwakilan Kementerian Kesehatan, Balai Besar Teknik Kesehatan Lingkungan dan Pengendalian Penyakit (BBTKL-PP) Jakarta, Dinas Kesehatan Kota Bekasi, dan Dinas Perekonomian Rakyat Kota Bekasi.
Pihaknya mengaku telah mengambil sampel unggas yang berada di pasar tempat ibu korban biasa membeli ayam potong.
"Sampai sekarang belum ada hasil karena terpotong hari libur Sabtu dan Minggu. Tim memerlukan waktu sepekan untuk memastikan hasilnya," katanya.
Hasil penyelidikan awal, kata dia, diketahui sekitar lingkungan rumah korban tidak ada yang beternak ayam.
"Yang ada hanya burung, itu pun populasinya tidak banyak hanya 20 sampai 30 ekor," ujarnya.
Menurut dia, didapat kemungkinan faktor risiko yaitu kontak lingkungan tercemar di pasar yang berjarak sekitar 200 meter dari rumah korban.
"Menurut kabar, dua hari sebelum sakit pada Sabtu (8/6), RB sempat diajak ibunya pergi ke pasar membeli ayam potong," katanya.
Hasil pemeriksaan tim, kata dia, di pasar tersebut terdapat tempat pemotongan ayam broiler.
"Kita sudah ambil sampel ayamnya untuk mengetahui lebih jauh," katanya.
Menurut pengakuan pedagang ayam, kata dia, ayam tersebut dipasok dari sejumlah distributor yang ada di Bekasi.
"Biasanya ayam itu datang dari kawasan Tasik, Ciamis, atau Sukabumi," katanya.
Pihaknya juga memperoleh informasi bahwa pernah terjadi kasus serupa pada 2011 di mana sejumlah ayam mati secara mendadak di kawasan tersebut akibat flu burung.
"Pada 2011, kami menndapati ada tetangga korban yang pelihara unggas sehingga tertular, tapi untuk kasus RB tidak ada kasus kematian unggas," katanya.
COPYRIGHT © ANTARA News Megapolitan 2013