Bogor (Antarabogor) - Guru Besar Geofisika dan Meteorologi IPB Prof Hidayat Pawitan mengatakan bahwa pendekatan agroekologi mampu memberikan solusi cerdas untuk menekan pemanasan global.

"Namun pendekatan itu membutuhkan lahan pertanian yang luas," katanya melalui Humas IPB di Bogor, Jawa Barat, Jumat, saat memberikan ulasan pada kuliah umum yang disampaikan guru besar di bidang agroekologi Department of Environmental Sciences, Policy and Management (ESPM) dari University of California, Berkeley, AS Prof Miguel A Altieri.

Karena itu, kata dia, perlu dipertimbangkan lagi jika sistem ini akan diterapkan di Indonesia karena akan terkendala masalah lahan.

Permasalahannya, menurut dia, karena petani Indonesia kebanyakan adalah petani gurem dengan lahan terbatas.

Kehadiran Miguel A Altieri ke kampus IPB atas undangan Dewan Guru Besar (DGB) IPB.

Ia memberikan kuliah umum bertema "Who will feed us in the planet in crisis?".

Miguel dalam paparannya merujuk pada salah satu contoh yang dilakukan Pretty dan Hine (2009) di mana telah mengevaluasi 16 proyek agroekologi yang tersebar di delapan negara Asia.

Penelitian itu kemudian mendapatkan temuan bahwa 2,86 juta rumah tangga secara subtansial telah menaikkan produksi pangan total pada 4,93 juta hektare.

"Dengan penerapan agroekologi saya rasa bisa menjadi kantong pangan dunia dan mampu menekan pemanasan global, " katanya.

Ia menjelaskan bahwa System of Rice Intensification (SRI) adalah salah satu cara budi daya padi dengan pendekatan agroekologi.

"Sistem ini sudah menyebar di China, Indonesia, Kamboja dan Vietnam dan sudah mencapai lebih dari jutaan hektare lahan dengan rata-rata peningkatan hasil sekitar 20-30 persen," katanya.

Menurut dia, keunggulan SRI yang sudah didemonstrasikan di lebih dari 40 negara di dunia, adalah peningkatan hasil lebih dari 50 persen, pengurangan penggunaan benih hingga 90 persen dan pengurangan penggunaan air hingga 50 persen.

Pewarta: Oleh Andi Jauhari

Editor : Teguh Handoko


COPYRIGHT © ANTARA News Megapolitan 2013