Cikarang, Bekasi (ANTARA News Megapolitan) - Badan Pertanahan Nasional (BPN) Kabupaten Bekasi, Jawa Barat melakukan verifikasi ulang sejumlah bidang tanah untuk pembangunan depo Light Rapid Trans (LRT).

"Verifikasi dilakukan untuk mempercepat proses pembebasan lahan yang sempat terhambat," kata Kepala BPN Kabupaten Bekasi Deni Santo di Cikarang, Jumat.

Terdapat 76 bidang tanah yang diverifikasi ulang di Kelurahan Jatimulya, Kecamatan Tambun Selatan. Verifikasi meliputi pengukuran ulang tanah dan bangunan serta menilai segala hal yang berada di atas tanah, semisal tanaman dan tempat usaha.

"Kemudian dilakukan juga pengecekan sertifikat dan surat kepemilikan terhadap 29 bidang lainnya," ujarnya.

Deni menjelaskan puluhan bidang tanah itu diverifikasi ulang lantaran adanya upaya penolakan pengukuran dari sejumlah warga.

Direktorat Jenderal Perkerataapian Kementerian Perhubungan menyebut persoalan itu membuat proses pembangunan fisik tertunda hingga satu tahun.

"Memang ada informasi adanya hasutan pada warga agar tidak melepaskan tanahnya. Namun, melalui verifikasi ini kami terus lakukan langkah persuasif. Kami imbau warga supaya menyerahkan bukti kepemilikan dan bangunan untuk mempercepat proses pembebasan," ucapnya.

Kepala Seksi Pengadaan Tanah BPN Kabupaten Bekasi Agus Susanto menambahkan verifikasi berlangsung sejak 6 Februari dan dijadwalkan selesai pada Rabu (13/2).

Menurut dia, persoalan penolakan menjadi hak pemilik. Namun sesuai aturan, pengukuran tetap dilakukan dengan menyertakan berita acara.

"Proses pengukuran lahan serta berita acara terus berjalan. Kemudian nanti dilakukan penghitungan untuk disampaikan pada Badan Pengawas Keuangan dan Pembangunan. Nanti mereka yang memutuskan, apakah telah sesuai atau seperti apa," katanya.

Agus menjelaskan total tanah yang dibutuhkan untuk pembangunan depo LRT di Kabupaten Bekasi berjumlah 191 bidang atau 10,5 hektare, dengan mayoritas di antaranya telah dibebaskan, sehingga tinggal menyisakan 76 bidang tanah yang diverifikasi ulang serta 29 bidang yang dicek bukti kepemilikannya.

Sejumlah warga mengaku sempat mendapatkan ajakan agar menolak ganti rugi karena dinilai harganya terlalu rendah.

"Jadi memang awalnya informasinya tanah per meter Rp300.000 kemudian naik jadi Rp1,2 juta kemudian naik lagi jadi Rp3 juta. Nah katanya ada yang ngajak jangan diambil, katanya biar bisa jadi Rp7 juta. Ah kata saya terlalu," ujar Vano (30), salah seorang warga terdampak.

Ia mengaku memiliki bidang tanah seluas 120 meter persegi. Di atasnya terdapat rumah dan warung. Dari perhitungan dia, hasil pembebasan tanah, dirinya bisa membeli tanah dan rumah baru di lokasi yang berbeda.

"Teman saya ada punya tanah 120 meter persegi sama rumah, terus Rp900 juta, kemudian dia dapat lagi tanah 300 meter sama rumah sama kontrakan di Cikarang Barat cuma Rp300 juta. Ya malah untung, dia bisa berangkatin orang tuanya umrah sama punya mobil, jadi memang untung sih. Cuma ini saya itu minta segera dibayar tapi malah terhambat sama orang-orang yang menolak ini," ucapnya.

Pejabat Pembuat Komitmen Ditjen Perkeretaapian Fadliyansah mengatakan pihaknya kini tengah melakukan percepatan pembebasan lahan. Ditargetkan April nanti seluruh tanah telah dibebaskan.

"Karena untuk daerah lainnya mayoritas sudah selesai tinggal di Kabupaten Bekasi. Maka dari itu bersama BPN kami lakukan percepatan. Karena jujur saja kalau dari konstruksi sudah terlewat satu tahun. Namun kami optimis dapat berjalan sesuai rencana," kata dia.

Editor berita: M.H. Atmoko

Pewarta: Mayolus Fajar Dwiyanto/Pradita Kurniawan Syah

Editor : Naryo


COPYRIGHT © ANTARA News Megapolitan 2019