Bogor (Antaranews Megapolitan) - Kementerian Koordinator Perekonomian bersama dengan Institut Pertanian Bogor (IPB), dan Madco Founcation, berkolaborasi dengan pondok pesantren serta organisasi berbasis keagamaan, meresmikan pilot program Santripreneur dan Petani Muda, dalam rangka memperkuat ekonomi umat, dan mengurangi ketimpangan. 

"Pemerintah mengembangkan program kemitraan umat merupakan implementasi dan tidak lanjut dari kebijakan pemerataan ekonomi, serta kongres ekonomi umat oleh MUI," kata Menteri Koordinator Perekonomian, Darmin Nasution, usai meresmikan Program Santripreneur dan Petani Muda, di Pondok Pesantren Pemberdayaan Umat, Yayasan Jam'iyyatul Hidayah, Ciampea, Kabupaten Bogor, Jawa Barat, Rabu. 

Darmin mengatakan, lembaga berbasis keagaman telah mengakar kuat di tengah masyarakat terutama wilayah perdesaan. Data menyebutkan, ada 28 ribu pondok pesantren di seluruh Indonesia dengan jumlah santri mencapai empat juta lebih. 

Ia menyebutkan, Program Kemitraan Ekonomi Umat memfasilitasi berbagai inisiatif kemitraan antara umat yaitu kelompok masyarakat berbasis pondok pesantren, masyarakat sekitar pondok pesantren, dan masyarakat khususnya UMKM dengan kelompok usaha besar. 

Sebanyak 16 kelompok usaha besar telah difasilitas oleh Kementerian Koordinator Perekonomian untuk bermitra dengan pondok pesantren dan kelompok masyarakat berbasis keagamaan. Hingga saat ini, pemerintah juga telah berkolaborasi dengan beberapa Ormas Besar Islam (Nahdlatul Ulama/NU, Muhammadiyah, Persatuan Islam/PERSIS, Persatuan Ummat Islam/PUI, dan Al-Ittihadiyah). 

"Ke depan akan dilakukan kolaborasi dengan Ormas lainnya. Program Santripreneur dan Petani Muda yang diresmikan hari ini juga merupakan bagian dari Program Kemitraan Ekonomi Umat," kata Darmin. 

Ia menjelaskan, program ini dirancang untuk mencetak wirausaha baru pertanian dalam rangka regenerasi petani serta mengembangkan potensi lahan non-produktif termasuk di pondok pesantren. 

Sasaran program ini adalah santri tingkat akhir, alumni pondok pesantren dan masyarakat sekitar pondok pesantren, pemuda yang sedang atau baru lulus sekolah atau kuliah, serta tunakarya yang berminat pada usaha di bidang pertanian. 

Adapun cakupannya adalah kegiatan pelatihan serta pengembangan usaha pertanian pascapelatihan. Pelatihan dan pengembangan usaha difokuskan pada pengembangan komoditas pertanian bernilai ekonomi tinggi khususnya hortikultura yang diintegrasikan dengan usaha peternakan dan perikanan. IPB memberikan fasilitasi dalam aspek penyediaan lahan, akses pembiayaan, teknologi, pasar, dan pendampingan. 

"Untuk itu, diperlukan kolaborasi antara IPB dengan berbagai pihak terkait untuk menjalankan program ini," katanya. 

Darmin menjelaskan, ada satu hal penting yang perlu menjadi perhatian untuk mengatasi ketimpangan. Setelah menyasar pembangunan infrastruktur dan pengembangan SDM melalui pendidikan vokasi, Indonesia juga perlu membangun logistik yang efisien. 

"Sudah waktunya kita mendorong terciptanya transformasi ekonomi desa dari ekonomi yang subsisten ke komersial. Dengan begitu, kita bisa menjadi bangsa dan negara yang makin tahan dengan gejolak ekonomi global," katanya. 

Menurutnya, pemberdayaan ekonomi umat memang masih menghadapi tantangan dalam aspek Sumber Daya Manusia (SDM). Di satu sisi, Indonesia akan menikmati bonus demografi yang dipicu oleh peningkatan jumlah penduduk usia produktif dan penurunan penduduk bukan usia produktif. 

Di sisi lain, tingkat pendidikan angkatan kerja sebagian besar masih rendah dan pengangguran masih relatif besar. Berdasarkan data per Agustus 2018, dari 131.01 juta angkatan kerja di Indonesia, sebagian besar atau 57,46 persen berpendidikan SD-SMP, serta masih terdapat 5,34 persen yang menganggur. 

Meski dihadapkan pada tantangan tersebut lanjutnya, perkembangan teknologi yang cepat khususnya di bidang teknologi digital yang dikenal dengan revolusi industri era 4.0 juga menjadi peluang bagi pemberdayaan ekonomi umat.

"Hampir separuh dari angkatan kerja nasional saat ini merupakan penduduk usia kerja muda," katanya. 

Pada tahun 2017, terdapat 43,39 juta penduduk usia kerja muda (15-24 tahun). Generasi milenial yang memiliki karakteristik 'technology friendly' (akrab dengan teknologi) berpeluang besar memanfaatkan peluang pekerjaan-pekerjaan baru berbasis teknologi.

"Maka program Kemitraan Ekonomi Umat memprioritaskan pengembangan tiga pilar yaitu vokasi, kewirausahaan, dan kemitraan. Ketiganya ditujukan untuk melahirkan generasi muda yang memiliki kapasitas sebagai technopreneur dan sociopreneur," katanya. 

Selain itu, roadmap Revolusi Industri 4.0 telah menetapkan lima sektor prioritas, salah satunya industri makanan dan minuman. Sektor pertanian yang sangat produktif dengan hasil yang dapat diprediksi berbasis teknologi sangat diperlukan untuk mendukung 'value chain' industri makanan dan minuman yang diproyeksikan menjadi kekuatan besar di ASEAN (ASEAN Food and Beverages powerhouse). 

Darmin menambahkan, kerjasama dengan pihak-pihak terkait amat diperlukan dalam pelaksanaan program ini. Salah satunya yang sudah disepakati yaitu bersama pihak perbankan yang tergabung di Himpunan Bank Milik Negara (Himbara) dalam penyaluran Kredit Usaha Rakyat (KUR) Mikro untuk pembiayaan kegiatan pasca pelatihan. 

"Saya juga berharap ini dapat direplikasi melalui dukungan kelompok usaha lain, BUMN, kementerian lembaga, pemerintah daerah, perguruan tinggi, perbankan, dan organisasi kemasyarakatan," kata Darmin. ***3***
 

Pewarta: Laily Rahmawaty

Editor : Feru Lantara


COPYRIGHT © ANTARA News Megapolitan 2018