Bogor (ANTARA News Megapolitan) - Fakultas Kehutanan Institut Pertanian Bogor (Fahutan IPB) mulai mempersiapkan diri untuk beradaptasi dengan era 4.0 yang selaras dengan konsep Agro-maritim 4.0 yang telah diluncurkan perguruan tinggi tersebut.
"Agro-maritim 4.0 itu baru tataran IPB global, kita (Fahutan) akan terjemahkan itu di berbagai tataran teknis tingkat fakultas," kata Dekan Fakultas Kehutanan IPB Dr Rinekso Soekmadi, usai acara pengukuhan DPP Himpunan Alumni Fahutan IPB di Kampus Dramaga, Bogor, Jawa Barat, Minggu.
Ia mengatakan, langkah pertama yang akan dikembangkan Fahutan IPB untuk merespon era 4.0 adalah pembibitan cerdas atau `smart nursery`. Fahutan IPB sebelumnya telah bekerja sama dengan Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) secara permanen dalam pembibitan.
Tetapi lanjutnya, kegiatan pembibitan masih secara konvensional, seperti penyiraman dilakukan menggunakan ember, air yang digunakan pun jadi tidak optimal karena banyak tumpah.
Dengan smart nursery ini harapanya semua dikerjakan secara komputerisasi, berbasis digital, kebutuhan air per spesies berapa, sehingga tidak hanya tepat waktu penyiraman, tapi juga tepat jumlah unsur hara yang dibutuhkan.
"Ini ke depan, masih kita pikirkan, sementara ini masih konvensial, karena ada Agro-maritim 4.0 mau tidak mau kita harus patuh dengan itu," kata Rinekso.
Contoh lainnya yang dikembangkan oleh Fahutan IPB dalam merespon 4.0 adalah teknologi digital untuk inventarisasi hutan. Jika sebelumnya kegiatan ini dilakukan secara manual, dengan masuk ke hutan dan mengukur satu per satu pohon yang ada di dalam hutan, sementara luas hutan Indonesia cukup luas, sehingga membutuhkan waktu lama.
"Sekarang dengan teknologi digital lewat citra landscape beresolusi tinggi, bisa mengukur potensi hutan kita, dengan akurasi data di atas 90 persen. Jadi ke depan tidak perlu masuk hutan satu-satu, cukup dengan citra satelit. Teknologi ini sudah dimulai," katanya.
Begitu juga untuk inventerisasi satwa liar Indonesia yang selama ini dilakukan oleh orang-orang konservasi secara manual, sekarang memanfaatkan basis digital, menggunakan drone, dan sensor thermal (panas), dapat mengidentifikasi satwa yang ada di dalam hutan sekaligus menampilkan gambarnya secara utuh.
"Dengan sensor thermal ini kita bisa mendeteksi keberadaan burung a dan b, di daerah tersebut ada badak, atau banteng. Tidak hanya melihat titik-titik tertentu, tapi juga kelihatan gambarnya," kata Rinekso.
Tidak hanya ditataran kampus, Himpunan Alumni Fahutan IPB juga semakin memperkuat perannya di era digital. Digitalisasi menjadi tema kepengurusan Ketua HA Fahutan IPB, Bambang Supriyanto untuk menyokong banyak program, baik untuk kemaslahatan alumni maupun kemanfaatan bagi publik.
"Data base alumni akan dikelola lebih telaten secara digital mendistribuskan informasi dan pelbagai layanan," kata Bambang yang juga Direktur Jenderal Perhutanan Sosial, Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK).
Editor berita: B. Santoso
COPYRIGHT © ANTARA News Megapolitan 2018
"Agro-maritim 4.0 itu baru tataran IPB global, kita (Fahutan) akan terjemahkan itu di berbagai tataran teknis tingkat fakultas," kata Dekan Fakultas Kehutanan IPB Dr Rinekso Soekmadi, usai acara pengukuhan DPP Himpunan Alumni Fahutan IPB di Kampus Dramaga, Bogor, Jawa Barat, Minggu.
Ia mengatakan, langkah pertama yang akan dikembangkan Fahutan IPB untuk merespon era 4.0 adalah pembibitan cerdas atau `smart nursery`. Fahutan IPB sebelumnya telah bekerja sama dengan Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) secara permanen dalam pembibitan.
Tetapi lanjutnya, kegiatan pembibitan masih secara konvensional, seperti penyiraman dilakukan menggunakan ember, air yang digunakan pun jadi tidak optimal karena banyak tumpah.
Dengan smart nursery ini harapanya semua dikerjakan secara komputerisasi, berbasis digital, kebutuhan air per spesies berapa, sehingga tidak hanya tepat waktu penyiraman, tapi juga tepat jumlah unsur hara yang dibutuhkan.
"Ini ke depan, masih kita pikirkan, sementara ini masih konvensial, karena ada Agro-maritim 4.0 mau tidak mau kita harus patuh dengan itu," kata Rinekso.
Contoh lainnya yang dikembangkan oleh Fahutan IPB dalam merespon 4.0 adalah teknologi digital untuk inventarisasi hutan. Jika sebelumnya kegiatan ini dilakukan secara manual, dengan masuk ke hutan dan mengukur satu per satu pohon yang ada di dalam hutan, sementara luas hutan Indonesia cukup luas, sehingga membutuhkan waktu lama.
"Sekarang dengan teknologi digital lewat citra landscape beresolusi tinggi, bisa mengukur potensi hutan kita, dengan akurasi data di atas 90 persen. Jadi ke depan tidak perlu masuk hutan satu-satu, cukup dengan citra satelit. Teknologi ini sudah dimulai," katanya.
Begitu juga untuk inventerisasi satwa liar Indonesia yang selama ini dilakukan oleh orang-orang konservasi secara manual, sekarang memanfaatkan basis digital, menggunakan drone, dan sensor thermal (panas), dapat mengidentifikasi satwa yang ada di dalam hutan sekaligus menampilkan gambarnya secara utuh.
"Dengan sensor thermal ini kita bisa mendeteksi keberadaan burung a dan b, di daerah tersebut ada badak, atau banteng. Tidak hanya melihat titik-titik tertentu, tapi juga kelihatan gambarnya," kata Rinekso.
Tidak hanya ditataran kampus, Himpunan Alumni Fahutan IPB juga semakin memperkuat perannya di era digital. Digitalisasi menjadi tema kepengurusan Ketua HA Fahutan IPB, Bambang Supriyanto untuk menyokong banyak program, baik untuk kemaslahatan alumni maupun kemanfaatan bagi publik.
"Data base alumni akan dikelola lebih telaten secara digital mendistribuskan informasi dan pelbagai layanan," kata Bambang yang juga Direktur Jenderal Perhutanan Sosial, Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK).
Editor berita: B. Santoso
COPYRIGHT © ANTARA News Megapolitan 2018