Guru Besar Universitas Kyoto, Jepang, Prof Izuru Saizen memaparkan hasil riset tentang penurunan angka kelahiran dan peningkatan jumlah penduduk lanjut usia di kawasan Asia Tenggara, yang berlangsung dalam simposium di Kampus IPB, Dramaga Bogor, Jawa Barat.
Informasi dari IPB University di Kota Bogor, Jumat, menyebutkan Prof Saizen yang merupakan Wakil Dekan Sekolah Pascasarjana Program Studi Lingkungan Global Universitas Kyoto memaparkan hasil riset bahwa negara-negara di kawasan Asia Tenggara tengah mengalami penurunan angka kelahiran dan peningkatan jumlah penduduk lanjut usia.
"Dengan persiapan yang tidak memadai, muncul kekhawatiran mengenai perlambatan pertumbuhan ekonomi dan peningkatan beban fiskal," katanya dalam simposium internasional yang diselenggarakan Universitas Kyoto pada 2-3 Desember 2025 di Kampus IPB.
Ia menyatakan percepatan penuaan penduduk berpotensi mengguncang sektor pertanian sebagai tulang punggung produksi pangan.
Baca juga: IPB University dan Perguruan Tinggi Vietnam rintis kerja sama riset
Prof Izuru Saizen menyebut contoh Thailand. Struktur piramida penduduknya kini berbentuk "botol" akibat menurunnya populasi muda.
Di Vietnam, populasi usia lebih dari 65 tahun telah mencapai 8,6 persen dan diproyeksikan terus meningkat hingga dua kali lipat.
"Bagaimana dengan Indonesia? Trennya pun serupa. Angka kelahiran total atau total fertility rate (TFR) terus menurun. Pada tahun 2024, TFR Indonesia tercatat 2,11, mengikuti Jepang, Singapura, Thailand, Malaysia, Brunei sudah lama di bawah 2,1," kata Prof Izuru Saizen.
“Kita perlu melakukan penelitian kolaboratif lintas negara untuk mempersiapkan era penyusutan populasi yang belum pernah terjadi sebelumnya," katanya kepada hadirin yang merupakan para peneliti dan akademisi dari IPB dan berbagai perguruan tinggi lain di Indonesia dan negeri tetangga secara daring.
Pada simposium bertema Meningkatkan Sistem Pangan dan Penghidupan Berkelanjutan (Improving Sustainable Food Systems and Livelihoods) itu, Prof Izuru Saizen mengatakan keberlanjutan pertanian di kawasan perdesaan sangat penting karena wilayah ini merupakan pusat produksi pangan di seluruh negara Asia.
Baca juga: Ahli Kebijakan Hutan IPB: Kayu gelondongan pascabanjir harus diinvestigasi
Sementara itu Guru Besar dari Pusat ASEAN Universitas Kyoto Prof Eiji Nawata memaparkan perkembangan produksi beras di Asia Tenggara selama empat dekade terakhir.
Peningkatan produksi tertinggi dicatat Thailand (17 persen), disusul Kamboja (6,3 persen), Laos (3,5 persen), Vietnam (3 persen), Filipina (2,7 persen), Indonesia (1,5 persen), dan Malaysia (1,2 persen).
Ia juga menyoroti isu-isu kunci bagi ilmu pertanian masa depan, seperti adaptasi teknis terhadap pemanasan global, pengembangan varietas, sistem pertanian baru, teknologi hemat energi, biologi molekuler dan mikrobiologi, pertanian cerdas berbasis artificial intelligence (AI), pembangunan pedesaan, serta perbaikan lingkungan global berkelanjutan.
Sementara itu, Wakil Rektor IPB University bidang Riset, Inovasi, dan Pengembangan Agromaritim, Prof Ernan Rustiadi, menyambut delegasi tiap negara dengan mengenalkan berbagai inovasi, fasilitas, dan program IPB University yang mendukung pembangunan berkelanjutan.
Baca juga: IPB University deklarasikan Integritas Pakta Bersama Berseri
"IPB University berfungsi sebagai model integrasi pendidikan, penelitian, dan inovasi yang relevan dengan pembangunan berkelanjutan," katanya.
Kerja sama dengan Kyoto University selama ini telah berlangsung sejak lama. Ke depan, dia berkomitmen memperluas kolaborasi, termasuk penguatan riset bersama dan pengembangan program double degree.
Simposium ini diharapkan dapat memperkuat jaringan penelitian Asia serta membuka peluang kolaborasi baru untuk menghadapi tantangan demografi dan pertanian di masa depan.
Editor : Naryo
COPYRIGHT © ANTARA News Megapolitan 2025