Bogor (ANTARA News Megapolitan) - Pemerintah Kabupaten Bogor dinilai turut abai pada perlindungan hutan alam tersisa seluas 445 hektare yang berubah fungsi untuk hutan produksi, pertanian dan pemukimam serta seluas 704 hektare lagi yang berubah ke perkebunan.
Hal itu berdasarkan data konsorsium kebijakan alokasi ruang dalam RTRW 2016-2036 yang dipaparkan dalam seminar dan ekspose Konsorsium Pengalaman Puncak yang berlangsung di Gunung Mas, Puncak, Kabupaten Bogor, Jawa Barat, Senin.
Koordinator Konsorsium Penyelamatan Kawasan Puncak Dr Ernan Rustiadi mengatakan bencana banjir dan tanah longsor merupakan penanda terus menurunnya daya dukung lingkungan di kawasan hulu tersebut.
"Pemerintah Kabupaten Bogor perlu menyusun Rencana Detil tata Ruang (RDTR) Kawasan Puncak agar pembangunan dapat dikendalikan dan dampak lingkungan dapat diminimalisir," katanya.
Berbagai kolaborasi dalam upaya penyelamatan kawasan Puncak yang merupakan hulu DAS Ciliwung telah dilakukan oleh Konsorsium Penyelamatan Puncak, salah satunya dengan Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI) Kebun Raya Bogor dan bekerja sama dengan PT Perkebunan Nusantara VIII.
Peneliti Pusat Pengkajian Perencanaan dan Pengembangan Wilayah (P4W) Lembaga Penelitian dan Pengabdian kepada Masyarakat (LPPM) Institut Pertanian Bogor, Febri Sastiviani Putri Cantika menegaskan, upaya penyelamatan hulu Daerah Aliran Sungai (DAS) Ciliwung memang perlu kolaborasi semua pihak.
"Program-program penyelamatan DAS Ciliwung di hulu Puncak sudah berjalan sejak 2016, ini terus diperluas kolaborasinya dengan menjaring komunitas di akar rumput agar lebih luas lagi gerakannya," katanya.
Kolaborasi ini dilakukan juga dengan melibatkan kelompok masyarakat setempat dalam melakukan berbagai kegiatan, mulai dari penanaman dan pemeliharaan, hingga persemaian benih pohon yang akan ditanam.
Melalui P4W LPPM IPB, model?kolaborasi pemulihan ekosistem kawasan Puncak dengan skema rehabilitasi yang bermanfaat ekonomi telah dikembangkan dengan kegiatan agroforestri kopi.
Pelibatan dan pendampingan kelompok-kelompok masyarakat secara serius akan memberikan dampak keberhasilan dari kegiatan pemulihan ekosistem.
Hal senada dikatakan Manager Program Pemulihan Konsorsium Penyelamatan Kawasan Puncak, Thomas Oni Veriasa, yang menyebut kompleksitas persoalan yang terjadi di kawasan Puncak tidak bisa diselesaikan secara parsial.
"Perlu energi yang lebih besar dan konsisten untuk mengembalikan fungsi lindung kawasan Program. Kolaborasi menjadi hal yang penting, jika kita ingin menyelesaikan permasalahan di Puncak," katanya.
Peneliti Pusat Konservasi Tumbuhan (PKT) Kebun Raya LIPI, Ulie Rahmawati mengatakan, di akhir tahun ini Kebun Raya LIPI telah melakukan aksi penanaman pohon sebanyak 6.400 pohon di kawasan Mandalawangi dan kebun-kebun masyarakat.
Kegiatan ini dilaksanakan bekerja sama dengan Kelompok Tani Pensiunan satu dan Kelompok Tani Batik Lestari Desa Tugu Selatan.
"Kegiatan di awali dengan perencanaan bersama dengan masyarakat, mengidentifikasi lokasi, jenis tanaman dan waktu penanaman," katanya.
Ulie menambahkan, tanaman yang ditanam merupakan jenis-jenis tanaman berpotensi, baik secara ekosistem maupun secara ekonomi di masa depan.
COPYRIGHT © ANTARA News Megapolitan 2018
Hal itu berdasarkan data konsorsium kebijakan alokasi ruang dalam RTRW 2016-2036 yang dipaparkan dalam seminar dan ekspose Konsorsium Pengalaman Puncak yang berlangsung di Gunung Mas, Puncak, Kabupaten Bogor, Jawa Barat, Senin.
Koordinator Konsorsium Penyelamatan Kawasan Puncak Dr Ernan Rustiadi mengatakan bencana banjir dan tanah longsor merupakan penanda terus menurunnya daya dukung lingkungan di kawasan hulu tersebut.
"Pemerintah Kabupaten Bogor perlu menyusun Rencana Detil tata Ruang (RDTR) Kawasan Puncak agar pembangunan dapat dikendalikan dan dampak lingkungan dapat diminimalisir," katanya.
Berbagai kolaborasi dalam upaya penyelamatan kawasan Puncak yang merupakan hulu DAS Ciliwung telah dilakukan oleh Konsorsium Penyelamatan Puncak, salah satunya dengan Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI) Kebun Raya Bogor dan bekerja sama dengan PT Perkebunan Nusantara VIII.
Peneliti Pusat Pengkajian Perencanaan dan Pengembangan Wilayah (P4W) Lembaga Penelitian dan Pengabdian kepada Masyarakat (LPPM) Institut Pertanian Bogor, Febri Sastiviani Putri Cantika menegaskan, upaya penyelamatan hulu Daerah Aliran Sungai (DAS) Ciliwung memang perlu kolaborasi semua pihak.
"Program-program penyelamatan DAS Ciliwung di hulu Puncak sudah berjalan sejak 2016, ini terus diperluas kolaborasinya dengan menjaring komunitas di akar rumput agar lebih luas lagi gerakannya," katanya.
Kolaborasi ini dilakukan juga dengan melibatkan kelompok masyarakat setempat dalam melakukan berbagai kegiatan, mulai dari penanaman dan pemeliharaan, hingga persemaian benih pohon yang akan ditanam.
Melalui P4W LPPM IPB, model?kolaborasi pemulihan ekosistem kawasan Puncak dengan skema rehabilitasi yang bermanfaat ekonomi telah dikembangkan dengan kegiatan agroforestri kopi.
Pelibatan dan pendampingan kelompok-kelompok masyarakat secara serius akan memberikan dampak keberhasilan dari kegiatan pemulihan ekosistem.
Hal senada dikatakan Manager Program Pemulihan Konsorsium Penyelamatan Kawasan Puncak, Thomas Oni Veriasa, yang menyebut kompleksitas persoalan yang terjadi di kawasan Puncak tidak bisa diselesaikan secara parsial.
"Perlu energi yang lebih besar dan konsisten untuk mengembalikan fungsi lindung kawasan Program. Kolaborasi menjadi hal yang penting, jika kita ingin menyelesaikan permasalahan di Puncak," katanya.
Peneliti Pusat Konservasi Tumbuhan (PKT) Kebun Raya LIPI, Ulie Rahmawati mengatakan, di akhir tahun ini Kebun Raya LIPI telah melakukan aksi penanaman pohon sebanyak 6.400 pohon di kawasan Mandalawangi dan kebun-kebun masyarakat.
Kegiatan ini dilaksanakan bekerja sama dengan Kelompok Tani Pensiunan satu dan Kelompok Tani Batik Lestari Desa Tugu Selatan.
"Kegiatan di awali dengan perencanaan bersama dengan masyarakat, mengidentifikasi lokasi, jenis tanaman dan waktu penanaman," katanya.
Ulie menambahkan, tanaman yang ditanam merupakan jenis-jenis tanaman berpotensi, baik secara ekosistem maupun secara ekonomi di masa depan.
COPYRIGHT © ANTARA News Megapolitan 2018