Bekasi (Antaranews Megapolitan) - Direktur Lembaga Penelitian dan Pengabdian kepada Masyarakat (LPPM) Universitas Islam 45 Bekasi, Harun Al Rasyid menyatakan kalangan masyarakat menengah dan ke atas di Kota Bekasi, belum sepenuhnya memahami operaional layanan berbasis aplikasi yang diluncurkan pemerintah daerah setempat.

"Padahal layanan melalui program `smart city` itu telah bergulir sejak pertengahan 2017," katanya di Bekasi, Jawa Barat, Selasa.

Ia menjelaskan belum dipahaminya produk aplikasi dimaksud terungkap berdasarkan hasil kuliah kerja nyata (KKN) tematik "smart city" yang dilakukan oleh 300 mahasiswa Universitas Islam 45 Bekasi pada periode Agustus hingga September 2018 di 15 RW Kecamatan Bekasi Timur dan Bekasi Selatan.

Sejak bergulirnya program "smart city" di Kota Bekasi, mayoritas Organisasi Perangkat Daerah (OPD) di lingkup pemerintah setempat secara serentak melakukan integrasi layanan publik melalui aplikasi.

Pihaknya mencatat terdapat ratusan aplikasi layanan masyarakat yang dibuat pemerintah daerah setempat hingga saat ini, namun belum seluruhnya familiar dengan warga.

"Hasilnya di luar dugaan. Ternyata, mahasiswa mampu mendeteksi persoalan di masyarakat yang selama ini belum memahami benar dengan aplikasi seperti sistem `Smart Online Reporting and Observation Tools` (Sorot), Titik Jumantik dan lainnya," katanya.

Hasil kajian peserta KKN, kata Harun, ternyata masyarakat ingin lebih dimudahkan dengan teknologi yang memiliki platform lebih sederhana dan praktis.

Menurut Harun, kalangan masyarakat yang diambil sampel oleh mahasiswa Unisma mayoritas memiliki telepon seluler (ponsel) pintar namun belum mendukung sistem operasional aplikasi garapan pemerintah.

"Ponsel pintar yang dimiliki masyarakat Kota Bekasi saat ini mayoritasnya belum `support` smart city. Media sosial justru lebih dominan, layanan aplikasi teknologi informasi yang dibuat pemerintah justru belum jadi alat kemudahan bagi warga Bekasi," katanya.

Harun mengatakan, spesifikasi sistem operasional layanan aplikasi pemerintah setempat harus disederhanakan agar sesuai dengan kemampuan ponsel pintar warga dengan spesifikasi terendah.

Situasi itu terjadi pada tataran pengurus rukun warga (RW) yang saat ini dilengkapi dengan aplikasi RapoRTRW garapan Dinas Komunikasi Informatika, Statistik dan Persandian (Diskominfostandi) Kota Bekasi.

"Random Access Memory (RAM) misalnya, ponsel pengurus RT/RW di Kota Bekasi masih memiliki spesifikasi yang rendah dan tidak mendukung paltform aplikasi pemerintah yang butuh RAM besar," katanya.

Namun demikian, Harun juga mengungkap bahwa ada aplikasi lain milik pemerintah yang kini mulai familiar dengan warga, seperti aplikasi perizinan, lelang secara elektronik dan lainnya karena sudah menjadi persyaratan.

KKN tematik "smart city" yang perdana di Provinsi Jawa Barat itu sengaja dipilih pihaknya sebagai tren layanan pemerintah di sejumlah daerah perkotaan dengan melibatkan mahasiswa di dalamnya.

Tujuannya, selain untuk memberikan masukan positif kepada pemerintah daerah dalam rangka memaksimalkan layanan berbasis teknologi informasi (TI), juga untuk mempersiapkan secara dini para lulusan dengan tantangan teknologi berbasis informasi yang kini bergerak masif di segala bidang.

"Mahasiswa dilibatkan dalam program pemerintah, yang saat ini jadi unggulan adalah smart city, sehingga kalau mereka lulus harus mempersiapkan diri dengan perubahan teknologi yang bergerak masif, sebab dari awal mahasiswa sudah terlibat kegitan berbasis teknologi," katanya.

Harun menambahkan hasil KKN tersebut akan dimuat dalam sebuah laporan tertulis kepada Pemkot Bekasi sebagai sarana perbaikan layanan di wilayah itu.

"Perlu ada dorongan instrumen lain untuk memaksimalkan program smart city di Kota Bekasi, yakni peran mahasiswa dan perguruan tinggi," katanya.

Pewarta: Andi Firdaus

Editor : Naryo


COPYRIGHT © ANTARA News Megapolitan 2018