Menristekdikti: Publikasi ilmiah Indonesia meningkat signifikan

Bogor (Antaranews Megapolitan) - Menteri Riset, Teknologi dan Pendidikan Tinggi (Menristekdikti) Prof Mohammad Nasir mengatakan jumlah publikasi ilmiah internasional Indonesia meningkat selama satu tahun terakhir sehingga memimpin di Asia Tenggara.

"Ada peningkatan cukup signifikan publikasi per 5 September 2018, Indonesia memiliki 18.450 publikasi ilmiah, nomor dua setelah Malaysia yang memimpin dengan jumlah publikasi 19.450," kata Nasir usai menghadiri kegiatan Sarasehan Antikorupsi Majelis Dewan Guru Besar PTNBH di Kampus IPB Dramaga, Bogor, Jawa Barat, Jumat.

Nasir mengatakan, selama 20 tahun terakhir Indonesia selalu berada di bawah Thailand dalam jumlah publikasi ilmiah internasional. Pada tahun 2015, publikasi Indonesia sebanyak 5.600 di jurnal internasional, Thailand 9.500, Singapura 18 ribu, Malaysia 28 ribu.

Hingga bulan September 2018, Indonesia berada di urutan kedua setelah Malaysia dalam jumlah publikasi ilmiah terbanyak. Sementara itu, Singapura jumlah publikasinya 14.219, Thailand, 10.808, dan Filipina 6.700 publikasi.

"Ini baru bulan September, saya optimistis bulan November dan Desember akan bertambah, target kita 20 ribu publikasi akan tercapai, mungkin bisa sampai 28 ribu atau bahkan 30 ribu," katanya.

Nasir mengenang masa ketika dirinya mengeluarkan kebijakan Peraturan Menteri Nomor 20 Tahun 2017 tentang Tunjangan Profesi Dosen dan Guru Besar. Kebijakan tersebut mengharuskan dosen, guru besar, dan lektor untuk menulis publikasi ilmiah.

"Saya pernah diprotes karena mewajibkan guru besar dan lektor untuk menulis publikasi ilmiah, ketika di demo dan diprotes saya merasa sedih," katanya.

Tapi kebijakan yang dikeluarkannya tersebut, lanjut Nasir, memberikan hasil nyata yang positif bagi publikasi ilmiah Indoesia. Pada Desember 2017, saat diundang dalam pertemuan Islamic World Science center di Iran ditampilkan capaian negara berkembang yang meningkat publikasi ilmiahnya di jurnal-jurnal internasional.

"Pada pertemuan itu ditayangkan pertumbuhan publikasi ilmiah di dunia, Eropa, Amerika, Australia dan negara Islam lainnya. Ternyata Indonesia menduduki rangking nomor satu negara pertumbuhan jumlah publikasinya, di Asia Tenggara," katanya.

Dengan capaian ini, lanjutnya, Nasir berharap terus ditingkatkan dan dipertahankan, mengingat upaya tersebut merupakan kontribusi para majelis guru besar dan lektor.

"Selamat kepada Indonesia, ini adalah kontribusi para majelis dewan guru besar," katanya.

Guru Besar Diponegoro itu menambahkan, atmosfer perguruan tinggi sudah berubah sejak adanya aturan tersebut, guru besar dan lektor mulai semangat menulis publikasi ilmiah.

Sementara itu, Rektor IPB Dr Arif Satria mengatakan publikasi ilmiah merupakan gengsi bangsa, dan IPB selalu berkomitmen besar untuk meningkatkan publikasi, sejalan dengan apa yang telah dilakukan Kemenristekdikti yang berupaya mendongkrak publikasi sehingga meningkat di internasional.

"Sebenarnya tidak hanya gengsi, karena itu cuma kulit luarnya saja, tapi semakin banyak publikasi, artinya publikasi penelitian dalam pengembangan keilmuan itu semakin tinggi," kata Arif.

Arif menambahkan, keuntungan yang didapat dengan meningkatnya jumlah publikasi Indonesia di tingkat internasional sebagai salah satu daya ukur perguruan tinggi dunia terbaik dari jumlah publikasi internasionalnya.

Jumlah publikasi dosen, semakin banyak publikasi menunjukkan jumlah kualitas dosen semakin tinggi. Dosen yang banyak publikasi ilmiah maka semakin dikenal pemikiran dan hasil risetnya secara internasional.

"Manfaatnya untuk perguruan tinggi sebagai pengaku, dan ilmu yang ditulis dosen tersebut menjadi sumbangan untuk kemajuan ilmu pengetahuan," kata Arif.

Pewarta: Laily Rahmawaty

Editor : Naryo


COPYRIGHT © ANTARA News Megapolitan 2018