Bogor (Antaranews Megapolitan) - Sebagai wujud rasa peduli terhadap mahasiswa, alumni Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Institut Pertanian Bogor (FMIPA IPB) angkatan 30 menyelenggarakan Talkshow 30 Cinta (Cerita Inspiratif Alumni). Talkshow 30 Cinta ini merupakan rangkaian kegiatan menjelang Reuni Perak IPB angkatan 30. Kegiatan talkshow yang digelar pada Sabtu (8/9) ini bertempat di Gedung Kuliah A Fakultas Pertanian IPB.

“Kami sangat bersyukur sekali bisa dipertemukan dengan alumni karena alumni merupakan stakeholder penting dalam dunia kampus dan kami sangat berharap mahasiswa bisa mendapat tambahan softskill dari alumni,” ujar Dr. Ir. Sri Nurdiati, M.Sc, Dekan FMIPA IPB dalam sambutannya.

Dr. Sri Nurdiati juga berharap, para alumni dapat memberikan dukungan dan bantuannya dalam memajukan kampus IPB terkhusus FMIPA terutama dalam menyiapkan mahasiswa menghadapi dunia pasca-kampus.

Talkshow 30 Cinta diadakan bertujuan menjalin komunikasi dengan alumni dan sebagai ajang silaturahim antar alumni dan mahasiswa. Tidak hanya itu, dalam kegiatan talkshow ini, alumni diberi kesempatan untuk berbagi kisah inspiratifnya kepada mahasiswa.

Pada kesempatan kali ini, ada tujuh orang alumni FMIPA IPB angkatan 30 yang berbagi kisah. Ketujuh alumni tersebut adalah Dr. Ir. Rokhis Khomarudin, M.Sc, Cecep Hendra, S.Si, MBA, Iwan Setiawan, S.Si, Dr. Djoni Hartono, S.Si, ME, Dedy Tri Riyadi, S.Si, Lodegasi Lindely, S.Si, dan Nasruddin Suyuti, S.Si.

Kesempatan berbagi kisah dimulai dari Nasruddin Suyuti, S.Si, Marketing and Sales Manager di PT. Hokkan Indonesia. Sebagai seorang marketing di sebuah perusahan, Nasruddin pernah menjadi top sales di perusahaan yang pernah ia tempati. Perjalanannya untuk menjadi top sales tidak mudah, ia pernah melamar ratusan pekerjaan di bidang kimia namun gagal.

Perjalanannya menjadi sales dimulai dengan menjual pil KB di sebuah perusahaan farmasi dan sering berpindah-pindah perusahaan. Meskipun Nasruddin merupakan lulusan kimia, ia merasa tidak salah memilih jalan menjadi sales. Karena sales ini merupakan profesi menarik untuk digeluti.

“Setiap apapun yang kita kerjakan, pasti bisa dipelajari. Meskipun banyak gagalnya, jangan pernah merasa gagal itu suatu keterpurukan, tapi sebuah peluang untuk bangkit,” pungkas Nasruddin.

Sama halnya dengan Nasruddin, Cecep Hendra, S.Si, MBA yang merupakan lulusan Statistika ini menjadi Direktur PT. Karsa Abdi Husada, perusahaan farmasi yang sebenarnya bukan bidangnya. Perjalanan menjadi seorang direktur perusahaan menurutnya tidak mudah. Ia pernah tidak setuju dengan orangtuanya terkait pendirian perusahaan farmasi yang saat ini Ia kelola.

Menurutnya, perusahaan farmasi terlebih rumah sakit bukan sebuah perusahaan bisnis yang menjanjikan. Namun setelah Ia berkecimpung di dunia medis, akhirnya Ia memutuskan ikut membantu mewujudkan cita-cita orangtuanya mendirikan perusahaan farmasi.

Menurutnya, terdapat kekuatan yang sangat hebat dalam setiap usaha mewujudkan cita-cita, yaitu kekuatan doa. Dengan kekuatan doa, sesulit apapun masalah pasti akan terasa ringan dan mudah.

Berbeda dengan dua pembicara sebelumnya, Dr. Ir. Rokhis Khomarudin, M.Sc, lebih menjelaskan pekerjaannya sebagai direktur di Lembaga Penerbangan dan Antariksa Nasional (LAPAN). Sebagai Head of Remote Sensing Aplication Center, LAPAN, Dr. Rokhis, menceritakan pengalamannya bekerja di bidang remote sensing atau penginderaan jauh. Ia mengatakan, remote sensing adalah perpaduan antara ilmu dan seni.

Karena melalui teknologi remote sensing, dapat dilakukan identifikasi suatu obyek tanpa menyentuh obyek tersebut. Teknologi remote sensing adalah salah satu teknologi penting yang harus dimiliki oleh setiap negara, karena siapa yang dapat menguasai antariksa maka dia akan menguasai dunia.

“Sayangnya teknologi remote sensing ini belum menjadi perhatian serius pemerintah, padahal dengan luas wilayah yang besar, tanpa didukung dengan data satelit atau remote sensing maka Indonesia akan ketinggalan jauh dengan negara lain,” ujar Dr. Rokhis.

Teknologi remote sensing dapat digunakan untuk berbagai keperluan terutama di bidang pertanian seperti pemetaan pertumbuhan padi, pemetaan produksi padi, pemetaan penggunaan lahan pertanian, dan pemetaan tingkat kerusakan sawah.

Selain menjelaskan pentingnya teknologi remote sensing di Indonesia, Dr. Rokhis juga menjelaskan bahwa untuk menjadi orang sukses perlu proses. Terlebih lagi dengan keberadaan teman, karena peran seorang teman sangat penting dalam meraih cita-cita.

Sedangkan Lodegasi Lindely, S.Si, President Director of Rubber and Tea Plantations Companies, menyampaikan harapan kepada mahasiswa IPB supaya lebih berani terjun di bidang pertanian secara langsung. Sebagai pemimpin sebuah perusahaan pertanian, Lodegasi juga mengajak pemuda-pemudi Indonesia untuk tidak meninggalkan pertanian begitu saja.

“Jangan sampai ditinggal begitu saja, meskipun berat untuk menjadi petani, tetapi petani itu sebuah peluang bisnis yang besar di masa mendatang,” pungkasnya.

Lain halnya dengan alumni yang saat ini menjadi dosen, Dr. Djoni Hartono, S.Si, ME, dosen Ekonomi di Universitas Indonesia, memiliki jalan kehidupan yang terjal. Ia menuturkan, selama di IPB, Djoni mendapat pelajaran berharga. Mulai dari perjuangan bertahan hidup, tekun dan disiplin dalam belajar, dan nilai-nilai moral lainnya yang tidak diajarkan di kampus lain.

“Selama kuliah di IPB saya hidup pas-pasan, tempat tinggal waktu itu ya kontrakan yang paling murah,” ujar Djoni.

Melalui pengalamannya selama kuliah, Djoni memotivasi mahasiswa supaya tidak terlena dengan kemudahan-kemudahan yang didapatkan. Ia mengatakan, harus belajar lebih keras, kalau perlu kasur di kamar itu diganti dengan batu supaya bisa merasakan betapa kerasnya perjuangan hidup ini.

Berbeda dengan dua alumni yang berkecimpung di dunia sastra ini, Iwan Setyawan, S.Si dan Dedy Tri Riyadi, S.Si lebih mengajak mahasiswa untuk mengekspresikan dirinya di dunia melalui sastra dan karya seni.

Iwan Setyawan, penulis novel “9 Summer 10 Autumns”, ini mengajak mahasiswa IPB untuk lebih terbuka dan lebih bergaul lagi dengan dunia di sekitarnya. Menurutnya, alumni IPB banyak yang kurang percaya diri dan mahasiswanya lebih cenderung menutup diri.

“Sudah saatnya mahasiswa IPB untuk mengekspresikan dirinya, belajar menulis jurnal, belajar bahasa asing baik bahasa Inggris, Jepang, atau yang lainnya. Harus banyak membaca buku dan belajar public speaking juga, terlebih belajar debat,” ujar Iwan.

Sama halnya dengan Iwan, Dedy juga mengajak mahasiswa IPB untuk mencintai sastra karena sastra Indonesia saat ini masih ketinggalan dari negara lain. Menurutnya, perwujudan dari cinta terhadap sastra tidak hanya sebatas menulis puisi atau cerita pendek (cerpen), melainkan bisa berupa lukisan. Ia juga menyayangkan dengan belum adanya tulisan-tulisan maupun sastra hasil karya mahasiswa IPB yang dimuat di media nasional.

“Meskipun IPB tidak ada jurusan sastra, tapi sastra ini penting untuk dikembangkan. Melalui sastra, kita bisa menggambarkan siapa diri kita sebenarnya,” pungkas Dedy.

Di akhir sesi talkshow, Dedy mendapat kesempatan untuk membacakan puisi karyanya yang berjudul “Dalam Pesawat.” Puisi tersebut menggambarkan tentang proses kehidupan yang ia jalani sampai saat ini. Dalam puisinya, ia berpesan untuk tidak menyesali masa lalu dan menyiapkan masa depan.(rosyid/Zul)

Pewarta: Oleh Humas IPB

Editor : Naryo


COPYRIGHT © ANTARA News Megapolitan 2018