Bogor (Antaranews Megapolitan) - Pembangunan sumberdaya manusia suatu bangsa tak terlepas dari peran keluarga sebagai unit terkecil dari masyarakat. Departemen Ilmu Keluarga dan Konsumen (IKK) Institut Pertanian Bogor (IPB) mengadakan 1st International Seminar on Family and Consumer Issues dengan tema “Challenge Family in Asia: Present and Future”. Bertempat di IPB International Convention Center, Bogor (4/9) kegiatan ini dihadiri oleh sekiranya 100 peserta dari berbagai perguruan tinggi dan lembaga di Indonesia.

“Indonesia, layaknya negara-negara lainnya, menghadapi tantangan dan dampak dari revolusi 4.0 yang ditandai dengan penggunaan internet yang begitu tinggi. Informasi beredar bebas, tak terkecuali pada anak-anak. Bahkan anak-anak pun sudah dapat memesan makanan via gadget. Baik buruknya informasi yang diterima tentunya menjadi tantangan tersendiri bagi keluarga khususnya orang tua,” ujar Dr. Drajat Martianto, Wakil Rektor bidang Pendidikan dan Kemahasiswaan mewakili Rektor IPB dalam sambutannya.

Wali Kota Bogor, Dr. Bima Arya yang turut hadir juga menyatakan hal yang serupa.

Ia manyatakan bahwa pembangunan kota Bogor tidak hanya tentang pembangunan fisik namun juga tentang perkembangan sosial dan mental masyarakatnya.

“Anak-anak kita harus dibangun dalam pondasi karakter dan tentu ini bukan langkah yang mudah. Generasi milenial miliki caranya sendiri dalam bertindak. Kita berada dalam era internet yang seharusnya menarik dan dapat dimanfaatkan sebaik-baiknya. Ketika nilai-nilai dalam keluarga dibangun dengan kuat, maka bangsa pun akan menguat pula,” paparnya.

Dalam kesempatan ini Dr. Bima juga menyebutkan beberapa program pembangunan keluarga yang telah dilakukan di Kota Bogor. Misalnya “Sekolah Ibu” yang diadakan untuk sekitar 60 orang penduduk di Kota Bogor.

Seminar dengan dua sesi yaitu keluarga dan konsumen ini menghadirkan para ahli dari empat negara yaitu Indonesia, Australia, Malaysia dan Thailand. Pembicara untuk sesi keluarga antara lain Dr. Rumaya Juhari dari Universiti Putra Malaysia, Wimontip Musikaphan Ph.D dari Mahidol University Thailand, Prof. Euis Sunarti dari IPB dan Prof. Alina Morawski dari Queensland University. Sedangkan untuk sesi konsumen diisi oleh Dr. Sarinah Azizah Haron dari Universiti Putra Malaysia dan Dr. Megawati Simanjuntak dari IPB.

Prof. Euis Sunarti menyampaikan kondisi keluarga Indonesia saat ini menghadapi berbagai tantangan kompleks.

“Ada trend defungsionalisasi keluarga di Indonesia.  Ada beberapa permasalahan yang dihadapi oleh anak-anak dan perempuan. Salah satu fakta yang mengejutkan adalah meningkatnya kekerasan di kalangan anak. Sebuah survei yang dilakukan oleh International Center for Research on Women (ICRW) NGO Research di tahun 2014 menemukan sebanyak 84,1 persen anak Indonesia pernah mengalami kekerasan di sekolah. Angka ini tertinggi diantara negara-negara lain di Asia.  Selain itu, isu anak lainnya adalah anak yang terlalu terburu-buru, sibuk dan merasa sendiri dalam keramaian,” ujarnya.  

Menurutnya, Model Kampung KB berbasis ecovillage menjadi salah satu contoh program pemberdayaan keluarga Indonesia yang berhasil.

Pembicara lainnya dari Malaysia, Thailand dan Australia juga memaparkan permasalahan yang dihadapi di negaranya. Permasalahan keluarga yang dihadapi kurang lebih sama yaitu berkisar di masalah penggunaan gadget yang berlebihan pada anak, semakin meningkatnya single families, meningkatnya angka perceraian, mundurnya umur menikah dan menurunnya angka fertilitas.

Sedangkan berdasarkan paparan Dr. Megawati Simanjuntak, hasil penelitiannya menunjukkan bahwa pemberdayaan konsumen Indonesia masih rendah yaitu hanya di 32,06 poin dari 100 poin yang seharusnya. Hasil ini didapat dari survei yang dilaksanakan di 28 provinsi di kota maupun daerah terpencil. “Konsumen di Indonesia masih terlalu legowo dan cenderung pasrah ketika mengalami kerugian atau kecatatan dalam pembelian. Mereka masih beranggapan “takut karma” jikalau harus mengadu atau mengajukan komplain,” sebutnya.(FI/Zul)

Pewarta: Oleh Humas IPB

Editor : Naryo


COPYRIGHT © ANTARA News Megapolitan 2018