Depok (Antaranews Megapolitan) - Peneliti Ekonomi Universitas Indonesia (UI) Rizal E Halim menyatakan, perlu cepat tanggap untuk mengatasi tekanan terhadap rupiah, dan diperlukan enam langkah untuk menyelamatkan tekanan rupiah tersebut.
   
"Ada enam langkah yang diperlukan untuk mengatasi melemahnya rupiah," kata Rizal, yang juga Direktur Eksekutif Linglar Studi Efokus di kampus UI Depok, Selasa.
   
Langkah pertama kata dia, policy mix, antara otoritas moneter-sektor riil-sektor keuangan. Kedua, perkuat konsumsi barang-barang produk dalam negeri. 

Ketiga, untuk memperluat konsumsi domestik, maka pastikan harga harga stabil khususnya pangan. Keempat, dorong ekspor non-migas. 
   
Berikutnya Kelima, adalah penegasan penggunaan rupiah pada setiap transaksi di wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI) dan Keenam, dorong investasi yang berkualitas artinya investasi yang berorientasi pada pendalaman pasar tenaga kerja. 
   
"Ini mengingat investas dalam dua tahun ini gagal meningkatkan ICOR (incremental capital-output ratio) dan perluasan lapangan kerja," jelasnya. 
   
Rizal mengatakan pula bahwa tekanan Nilai tukar rupiah dalam beberapa waktu terakhir terus berlangsung. Posisi nilai tukar rupiah terhadap dolar AS pada Selasa pagi (4/9) berada di Rp14.840 per dolar AS, melemah 73 poin atau 0,49 persen dari level Rp14.767 per dolar pada Senin (3/9).
   
Bank Indonesia mencatat, CAD (current account defisit) semester 1- 2018 sebesar  13,7 miliar dolar AS, Triwulan 1-2018 sebesar 5,7 miliar dolar AS atau 2,2 persen dari PDB dan Triwulan 2-2018 mencapai 8 miliar dolar AS.
   
Dikatakannya pula, kontribusi terbesar dari defisit transaksi berjalan adalah neraca perdagangan yang terus tertekan. Pertumbuhan ekspor non-migas lebih lambat dari pertumbuhan impor non- migas. 
   
Pertumbuhan ekspor non-migas Triwulan 2-2018 sebesar 9,9 persen (yoy) jauh lebih rendah dari pertumbuhan impor non-migas mencapai 23,5 persen. Ini memberi tekanan yang besar terhadap defisit transaksi berjalan. Belum lagi tahun 2018 dan 2019 adalah periode pembayaran utang jatuh tempo yang paling besar dalam 10 tahun ke depan.
   
Rizal mengakui memang ada tekanan global, seperti normalisasi ekonomi Amerika Serikat, kasus Argentina, dan tekanan regional Turki. Namun efek tularannya (contagion effect) juga masih perlu kita lihat karena sifatnya indirect. Sementara transaksi berjalan merupakan direct measure atas sehat tidaknya ekonomi kita. (ANT/BPJ).

 

Pewarta: Feru Lantara

Editor : M. Tohamaksun


COPYRIGHT © ANTARA News Megapolitan 2018