Bogor (Antaranews Megapolitan) - Pertumbuhan Jakarta, Bogor, Depok, Tangerang, Bekasi (Jabodetabek) yang sudah menjadi satu kesatuan sistem perkotaan dan tidak bisa dipisah-pisah lagi, diprediksi akan menjadi megacity yang bisa mengalahkan Tokyo. Menurut Kepala Pusat Pengkajian, Perencanaan dan Pengembangan Wilayah (P4W) Lembaga Penelitian dan Pengabdian kepada Masyarakat (LPPM) Institut Pertanian Bogor (IPB), Dr. Ernan Rustiadi, saat ini Tokyo memiliki sekira 35 juta penduduk sedangkan Jakarta dan sekitarnya memiliki 32 juta penduduk.

“Pertambahan penduduk di Jakarta dan sekitarnya masih bisa tumbuh dan meluas ke timur. Ini tanda-tanda bergabungnya Jakarta dan Bandung sehingga terbentuk mega urban. Satu kesatuan perkotaan raksasa, karena semakin terkoneksinya antara Jakarta dan Bandung. Bedanya dengan Tokyo adalah Tokyo sudah relatif stagnan, namun Jakarta masih terus tumbuh,” ujarnya dalam The 6th International Conference of Jabodetabek Study Forum  bertemakan "Urban- Rural and Upland- Coastal Connectivities in Managing Sustainable Urbanizing World" di IPB International Convention Center, (29/8). Acara ini digelar oleh P4W LPPM IPB kerjasama dengan Universitas Pakuan.

Dr. Ernan menilai  pertumbuhan megacity ini tidak ada tanda-tanda berhenti. Berdasarkan hasil penelitiannya, Dr. Ernan melihat adanya tanda-tanda menyatunya Jakarta dan Bandung yang mengarah pada Jakarta Bandung Mega Urban sebagai satu kesatuan besar.

Tanda-tanda ini harus disikapi dengan baik karena akan muncul masalah baru seperti pembagian wilayah administrasi atau persoalan goverment system yang terfragmentasi. Ada sekitar 11 wilayah administrasi otonom yang pada akhirnya masing-masing daerah berjalan sendiri-sendiri. Harus ada kesatuan manajemen.

Sementara itu, Menteri Perencanaan Pembangunan Nasional (PPN)/Kepala Badan Perencanaan Pembangunan Nasional (Bappenas), Prof. Dr. Bambang PS Brodjonegoro mengatakan ada beberapa persoalan mendasar pada daerah  perkotaan seperti Jabodetabek. Yakni terkait  ketersediaan pasokan air bersih yang makin lama makin langka dan jaringan air bersih yang belum bisa mencakup sebagian rumah tangga di Jakarta.

“Selain itu juga persoalan sanitasi. Ternyata tingkat ketersediaan sanitasi rumah-rumah di Jakarta juga di bawah rata-rata nasional. Tidak hanya itu, terkait transportasi, dimana Jakarta dengan penduduk yang sudah demikian besar tidak mempunyai angkutan publik yang memadai. Sangat didominasi oleh kendaraan pribadi, baik mobil maupun motor. Isu lainnya adalah perumahan, karena bagaimanapun juga setiap orang butuh tempat tinggal dan keberadaan rusunawa dan rusunami untuk kelas menengah dan yang menengah ke bawah masih sangat terbatas sehingga akhirnya banyak orang yang masih hidup di tempat tinggal atau daerah kurang layak. Kita juga harus menghadapi gejala alam dimana terjadi penurunan muka tanah serius di pantai utara Jakarta. Selain itu terkait bonus demografi, jumlah pekerja 200 juta di usia produktif terus mendorong pertumbuhan ekonomi basis investasi. Saya harap akan tumbuh entrepreneur-entrepreneur di kalangan generasi muda supaya tidak menghadapi pengangguran usia muda,” terangnya.

Menurutnya, persoalan  ini harus diselesaikan. Satu persen peningkatan dalam urbanisasi Indonesia, berkontribusi hingga empat persen peningkatan dalam Produk Domestik Bruto (PDB) per kapita. Urbanisasi ini harus bisa dimanfaatkan dengan baik untuk menguntungkan pertumbuhan ekonomi nasional akan tetapi jika dikelola dengan buruk, ada risiko urbanisasi tanpa pertumbuhan.

Ia menyampaikan peran akademisi diharapkan bisa memberikan gambaran jernih terkait urban planning yang harus dilakukan. Selain itu dengan seminar ini akan menjembatani dan memfasilitasi pengalaman, kebijakan, dan studi yang berkaitan dengan perkembangan berkelanjutan megacity tidak hanya di Jabodetabek namun juga Asia sebagai solusi untuk memetakan berbagai tantangannya dan untuk memunculkan pemahaman bersama tentang pengembangan Jabodetabek dan Asia Megacities.(dh/Zul)

Pewarta: Oleh: Humas IPB

Editor : Naryo


COPYRIGHT © ANTARA News Megapolitan 2018