Jenewa, Swiss (Antaranews Megapolitan/Xinhua-OANA) - Hampir satu juta pengungsi Rohingya masih tetap rentan saat ini, sekalipun upaya terpadu oleh Pemerintah bangladesh, Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) dan mitra kesehatan telah menyelamatkan ribuan nyawa.
Semua upaya tersebut juga telah mencegah dan dengan cepat mengurangi wabah penyakit yang mematikan, kata WHO baru-baru ini.
Kedatangan hampir 700.000 pengungsi Rohingya di Cox's Bazar mulai 25 Agustus 2017, adalah salah satu arus terbesar pengugnsi yang pernah terjadi dalam waktu sesingkat itu. Perempuan, anak-anak dan orang tua tiba dengan tubuh cedera, cakupan imunisasi rendah, dan terancam wabah penyakit yang mematikan.
"Upaya yang tak pernah terjadi sebelumnya telah dilancarkan tahun lalu dan dalam kondisi yang paling penuh tantangan. Penyakit mematikan seperti kolera telah dicegah, dan campak serta difteria dikendalikan dengan cepat melalui peningkatan layanan kesehatan dan kegiatan vaksinasi massal," kata Dr. Poonam Khetrapal Singh, Direktur Regional WHO di Asia Tenggara.
"Luar biasa sebab bukan hanya angka kematian di kalangan pengungsi Rohingya bisa dipertahankan tetap rendah daripada perkiraan dalam kondisi darurat semacam itu, angka kematian juga telah berkurang dengan sangat mencolok dalam enam bulan belakangan ini," ia menambahkan, sebagaimana dikutip Xinhua --yang dipantau Antara di Jakarta, Ahad pagi.
Meskipun berbagai telah dilancarkan, WHO masih memperingatkan mengenai tantangan lain, sebab banjir dan tanah longsor pada musim penghujan saat ini terus membuat orang mengungsi dan mempengaruhi fungsi instalasi kesehatan. Penduduk Rohingya juga enggan untuk mengakses layanan kesehatan reproduksi dan seksual, dan akibatnya, 70 persen kelahiran masih berlangsung di luar instalasi kesehatan.
Tantangan terbesar ialah keperluan untuk lebih meningkatkan layanan guna memenuhi keperluan kesehatan yang rumit, berkembang dan jangka panjang, di tengah kekurangan dana yang bisa memutar-balikkan prestasi dan kemajuan yang sejauh ini dicapai.
WHO berusaha memperoleh 16,5 juta dolar AS untuk terus mendukung reaksi bagi Rohingya, sebagai bagian dari 113,1 juta dolar yang dimintanya dari semua mitra kesehatan berdasarkan Rencana Tanggap Gabungan sampai Maret 2019.
"Kami perlu terus mendukung keperluan kesehatan buat warga yang rentan ini dan tetap waspada terhadap penyebaran penyakit. Ini adalah situasi yang masih sangat rentan," kata Dr. Peter Salama, Wakil Direktur Jenderal WHO bagi Reaksi dan Kesiapan Darurat.
Penerjemah: Chaidar.
COPYRIGHT © ANTARA News Megapolitan 2018
Semua upaya tersebut juga telah mencegah dan dengan cepat mengurangi wabah penyakit yang mematikan, kata WHO baru-baru ini.
Kedatangan hampir 700.000 pengungsi Rohingya di Cox's Bazar mulai 25 Agustus 2017, adalah salah satu arus terbesar pengugnsi yang pernah terjadi dalam waktu sesingkat itu. Perempuan, anak-anak dan orang tua tiba dengan tubuh cedera, cakupan imunisasi rendah, dan terancam wabah penyakit yang mematikan.
"Upaya yang tak pernah terjadi sebelumnya telah dilancarkan tahun lalu dan dalam kondisi yang paling penuh tantangan. Penyakit mematikan seperti kolera telah dicegah, dan campak serta difteria dikendalikan dengan cepat melalui peningkatan layanan kesehatan dan kegiatan vaksinasi massal," kata Dr. Poonam Khetrapal Singh, Direktur Regional WHO di Asia Tenggara.
"Luar biasa sebab bukan hanya angka kematian di kalangan pengungsi Rohingya bisa dipertahankan tetap rendah daripada perkiraan dalam kondisi darurat semacam itu, angka kematian juga telah berkurang dengan sangat mencolok dalam enam bulan belakangan ini," ia menambahkan, sebagaimana dikutip Xinhua --yang dipantau Antara di Jakarta, Ahad pagi.
Meskipun berbagai telah dilancarkan, WHO masih memperingatkan mengenai tantangan lain, sebab banjir dan tanah longsor pada musim penghujan saat ini terus membuat orang mengungsi dan mempengaruhi fungsi instalasi kesehatan. Penduduk Rohingya juga enggan untuk mengakses layanan kesehatan reproduksi dan seksual, dan akibatnya, 70 persen kelahiran masih berlangsung di luar instalasi kesehatan.
Tantangan terbesar ialah keperluan untuk lebih meningkatkan layanan guna memenuhi keperluan kesehatan yang rumit, berkembang dan jangka panjang, di tengah kekurangan dana yang bisa memutar-balikkan prestasi dan kemajuan yang sejauh ini dicapai.
WHO berusaha memperoleh 16,5 juta dolar AS untuk terus mendukung reaksi bagi Rohingya, sebagai bagian dari 113,1 juta dolar yang dimintanya dari semua mitra kesehatan berdasarkan Rencana Tanggap Gabungan sampai Maret 2019.
"Kami perlu terus mendukung keperluan kesehatan buat warga yang rentan ini dan tetap waspada terhadap penyebaran penyakit. Ini adalah situasi yang masih sangat rentan," kata Dr. Peter Salama, Wakil Direktur Jenderal WHO bagi Reaksi dan Kesiapan Darurat.
Penerjemah: Chaidar.
COPYRIGHT © ANTARA News Megapolitan 2018