Temple of Heaven (Tiantan) atau Kuil Surga adalah kompleks kuil yang megah, berdiri di tengah hiruk pikuk jantung kota Beijing, China.

Kompleks kuil ini bukan sekadar kumpulan bangunan tua, tapi merupakan mahakarya arsitektur sekaligus lambang kosmologi China kuno, tempat para kaisar menjalin komunikasi sakral dengan langit.

Kompleks kuil yang berusia lebih dari 600 tahun ini memiliki luas 2,73 kilometer persegi, bahkan lebih luas dari Kota Terlarang yang luasnya tidak mencapai 1 kilometer persegi. Kendati tidak memiliki banyak ruang seperti istana di Kota Terlarang, kompleks kuil ini memancarkan keagungan dan kedalaman filosofis yang memukau.

Di sekeliling kompleks kuil terdapat ribuan pohon cemara rindang berusia ratusan tahun, yang membuat suasana sekeliling kuil menjadi teduh dan sejuk.

Pembangunan Kuil Surga dimulai pada tahun 1406 atas perintah Kaisar Yongle dari Dinasti Ming, yang juga memprakarsai pembangunan Kota Terlarang. Awalnya bernama Kuil Langit dan Bumi, kompleks ini difungsikan sebagai tempat ritual penghormatan kepada kedua entitas kosmik yaitu Dewa Langit dan Dewa Bumi.

Seven stars stone yang ada kompleks Kuil Surg, foto diambil pada Rabu (9/7) di Beijing, China. Batu ini diletakkan pada masa pemerintahan Kaisar Jiajing dan diduga merupakan pecahan batu meteor. Batu ini menjadi simbol tujuh puncak Gunung Taishan. (ANTARA/Maria Rosari)


Pada era Kaisar Jiajing (1522-1566), terjadi pemisahan ritus penyembahan. Kompleks kuil ini kemudian hanya digunakan untuk menyembah Dewa Langit sehingga namanya berubah menjadi Kuil Langit. Sementara itu Kuil Bumi (Ditan) dibangun di utara Kota Beijing.

Pada awal abad ke-18, Kaisar Qianlong (Dinasti Qing) memerintahkan renovasi besar-besaran atas Kuil Langit dengan memperluas altar dan menyempurnakan detail simbolis pada seluruh bangunan.

Kendati dibangun dengan sangat indah, tidak semua orang bisa menikmati keindahan kompleks kuil, karena hanya kaisar dan para menterinya yang diijinkan memasuki kompleks kuil ini.

Kaisar dianggap sebagai sosok pilihan Dewa Langit, sehingga dapat dengan bebas memasuki kompleks kuil dan setiap bangunan di dalamnya.

Namun, setelah kekaisaran runtuh pada tahun 1918, kuil ini akhirnya dibuka untuk publik sebagai taman dan namanya berubah menjadi Kuil Surga.

Seluruh tata letak Kuil Surga adalah perwujudan fisik dari keyakinan dari masyarakat China kuno bahwa langit itu bulat, sementara bumi berbentuk persegi. Konsep ini terlihat jelas dari bentuk tembok pembatas kompleks kuil, di mana bagian utara terlihat melengkung tanpa sudut (melambangkan langit) dan bagian selatan bersudut siku (melambangkan bumi).

Bangunan utamanya seperti ruang berdoa untuk dewa panen (Qiniandian) dan altar melingkar (Huanqiutan), berbentuk lingkaran sempurna dan berdiri di atas pondasi berbentuk persegi. Warna dominan atapnya adalah biru langit yang terbuat dari keramik glasir yang dipilih khusus untuk menyimbolkan surga.

Qiniandian merupakan jantung dari kuil yang ada di kompleks Kuil Surga. Keseluruhan bangunan tiga tingkat setinggi 38 meter ini dibangun dari kayu tanpa menggunakan paku.

Dengan kubah berwarna biru, di dalamnya terdapat 28 pilar kayu raksasa yang menyangga atap. Pilar-pilar ini terbagi menjadi tiga barisan yaitu; 4 pilar di bagian dalam melambangkan 4 musim, 12 pilar tengah melambangkan 12 bulan, dan 12 pilar terluar melambangkan 12 shichen (satuan waktu tradisional China). Di sinilah kaisar berdoa supaya mendapatkan panen melimpah di setiap musim semi .

Bangunan penting lain yang ada di kompleks kuil ini adalah ruang tablet Dewa Langit atau Huangqiongyu. Bangunan bundar ini berbentuk serupa dengan Qiniandian, hanya saja memiliki ukuran yang jauh lebih kecil. Antara Qiniandian dengan Huangqiongyu dihubungkan oleh Danbiqiao (jalanan batu yang menyerupai jembatan) sepanjang 360 meter.

 

Baca juga: Kedutaan ajak media China promosikan wisata Indonesia
Baca juga: 5.000 pengunjung padati "Indonesia Fair" di halaman Kedutaan Besar RI Beijing

Pewarta: Maria Rosari Dwi Putri

Editor :


COPYRIGHT © ANTARA News Megapolitan 2025