Bogor (Antaranews Megapolitan) - Kandungan nitrogen yang tinggi dalam kotoran ayam menunjukan kurang sempurnanya proses pencernaan atau protein yang berlebihan dalam pakan ternak. Guru Besar dari Departemen Ilmu Nutrisi dan Teknologi Pakan, Fakultas Peternakan Institut Pertanian Bogor (IPB), Prof. Sumiati menjelaskan tidak semua protein yang dikonsumsi ayam dapat diserap dan dimanfaatkan oleh tubuh.

Sebagian akan dikeluarkan melalui manur atau kotoran ayam dalam bentuk amonia. Nitrogen yang berlebih menjadi penanda adanya kontaminasi yang serius terhadap lingkungan, karena nitrogen yang berlebih akan menghasilkan amonia yang bersifat racun.

“Untuk mengurangi pengeluaran N (sumber amonia) dapat dilakukan dengan penambahan enzym mannanase. Penambahan enzim mannanase dalam ransum ayam petelur berprotein rendah (mengandung bungkil inti sawit) ini bertujuan untuk penurunan kadar ammonia dan bakteri Eschericia coli (salah satu bakteri pathogen)” tuturnya.

Enzim mannanase diperlukan untuk memecah polisakarida mannan yang terkandung dalam bungkil inti sawit menjadi oligosakarida mannan. Oligosakarida mannan ini sangat berguna sebagai prebiotik atau makanan bagi bakteri Lactobacillus sp. (bakteri baik), sebaliknya bisa menghambat pertumbuhan bakteri jahat (pathogen).

“Meningkatnya jumlah Lactobacillus dalam saluran pencernaan sangat diharapkan. Karena akan menghasilkan banyak asam organik dan ion H plus dalam saluran pencernaan maupun manur, sehingga akan mengikat amonia manur menjadi amonium, akhirnya mengurangi pelepasan amonia,” tuturnya.

Rendy Setiawan dari program Magister  Ilmu Nutrisi dan Pakan, di bawah bimbingan Prof Sumiati dan (alm) Adrizal (Guru Besar Fakultas Peternakan Universitas Jambi) mengevaluasi pengaruh penambahan enzim mannanase ini. Tujuan risetnya adalah untuk mitigasi atau penurunan kadar ammonia dan bakteri Eschericia coli.

Peneliti ini memelihara sebanyak 236 ekor ayam ISA Brow yang dibagi menjadi dua kelompok. Ayam tersebut diberi pakan perlakuan yang mengandung 15% protein dengan penambahan mannanase (0.05%) dan tanpa penambahan mannanase. Dari percobaannya peneliti ini menjelaskan bahwa suplementasi mannanase tidak memiliki efek pada parameter kinerja (asupan pakan, produksi telur, berat telur, dan FCR (Food Convertion Ratio/ Konversi Pakan) yang diukur pada usia 31 sampai 35 minggu. Tetapi memiliki efek yang signifikan pada asupan pakan harian dan FCR pada usia 42 hingga 45 minggu.

”Penambahan mannanase sebanyak 0,05 persen dalam ransum ayam petelur berprotein rendah (mengandung bungkil inti sawit), dapat menurunkan produksi amonia sebesar 24,8 persen dan menurunkan bakteri pathogen (Eschericia coli) sebesar 61 persen,” ujarnya.(IR/Zul)

Pewarta: Oleh: Humas IPB/ Prof. Sumiati

Editor : Naryo


COPYRIGHT © ANTARA News Megapolitan 2018