Bogor (Antaranews Megapolitan) - Fakultas Kehutanan Institut Pertanian Bogor (IPB) bekerjasama dengan Pusat Kajian dan Advokasi Konservasi Alam, Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian RI dan Badan Pengelolaan Dana Perkebunan Kelapa Sawit menggelar Focus Group Discussion (FGD) dengan mengusung tema “Sawit dan Deforestasi Hutan Tropika”. FGD ini digelar di IPB International Convention Center (IPB ICC) kampus Baranangsiang Bogor, (12/4). Di FGD ini ada banyak pendapat mengenai perkebunan kelapa sawit dan deforestasi hutan.
Menurut Dekan Fakultas Kehutanan, Dr. Ir. Rinekso Soekmadi, MSc, komoditas perkebunan merupakan salah satu andalan dari pendapatan nasional dan devisa negara Indonesia. Dari catatan Direktorat Jenderal Perkebunan Kementerian Pertanian RI, luasan perkebunan kelapa sawit terus meningkat dari tahun ke tahun. Pada tahun 2016, luasannya mencapai 11, 9 juta ha dan tahun 2017 meningkat menjadi 12, 3 juta ha. Dari luasan tersebut menurut sebaran wilayahnya, yang terbesar berada di pulau Sumatera sekitar 7,4 juta ha dan Kalimantan sekitar 4.3 juta ha.
“Hutan itu sendiri merupakan suatu kesatuan ekosistem berupa hamparan lahan berisi sumber daya alam hayati yang didominasi pepohonan dalam komunitas alam lingkungannya yang tidak dapat dipisahkan antara satu dengan yang lain. Itu semua harus dijaga kelestariannya. Sementara kebun sawit memberi pemasukan dan nilai ekonomi yang tinggi dan berarti bagi masyarakat selain sangat efisien dari segi hasil untuk lahan yang terbatas. Saat ini ada kekhawatiran menstigmatisasi seluruh tanaman padahal bukan tanamannya yang menjadi masalah, tetapi di mana kita menanamnya,” ujarnya.
Sementara itu Pembina Pusat Kajian Advokasi dan Konservasi Alam yang juga dosen di Fakultas Kehutan IPB, Prof. Dr. Yanto Santoso menyampaikan semoga rumusan FGD ini menghasilkan rumusan penting bagi pemerintah, pengusaha, peneliti, Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM) dan pemangku kepentingan lainnya dalam menjaga dan mengawal perkembangan perkebunan kelapa sawit Indonesia yang berwawasan lingkungan dan berkelanjutan.
“Sebagaimana hukum yang berlaku di Indonesia, deforestasi itu merupakan alih fungsi atau perubahan fungsi dari kawasan hutan menjadi peruntukan non hutan. Dari hasil survei ke lapangan tersebut, saya berani memastikan bahwa sawit bukan merupakan penyebab deforestasi di Indonesia. Lahan perkebunan kelapa sawit yang ada di Indonesia tidak berasal dari kawasan hutan,” ujarnya.
Selain itu Deputi Bidang Koordinasi Pangan dan Pertanian Kemenko Perekonomian RI, Dr.Ir. Wistra Danny menyampaikan kelapa sawit Indonesia terus berkembang pesat dan menjadi salah satu komoditi yang strategis dalam menunjang perekonomian nasional. Keberadaan industri perkebunan kelapa sawit yang disertai dengan berbagai produk turunannya, harus diakui masih menjadi unggulan utama produk komoditas Indonesia.
“Perkebunan kelapa sawit yang menghasilkan minyak kelapa sawit mentah (Crude Palm Oil/CPO) masih menjadi salah satu komoditas ekspor unggulan Indonesia. Hingga tahun 2017, Indonesia masih tercatat sebagai eksportir terbesar di dunia untuk komoditas tersebut. Berdasarkan data Gabungan Pengusaha Kelapa Sawit Indonesia (GAPKI). Perkebunan kelapa sawit juga bukan penyebab deforestasi hutan tropika, bukan penyebab penurunan keanekaragaman hayati dan bukan penyebab kebakaran hutan. Sebaliknya kelapa sawit adalah promotor dari pelindung benang alam yang bernilai konservasi hutan yang tinggi, yang senantiasa memberikan manfaat bagi kehidupan,” katanya.
Dari hasil diskusi di FGD ini, saran dan solusi yang disepakati bersama adalah perlu segera disusun naskah akademik sebagai dasar pertimbangan usulan tanaman sawit menjadi salah satu tanaman kehutanan. Sehingga dimungkinkan sawit ditanam pada kawasan Hutan Tanaman Rakyat (HTR) dan Hutan Tanaman Industri (HTI). Sesuai pengaturan tata ruang mikro hutan tanaman, hutan tanaman sawit ini merupakan lanskap mozaik dengan jenis-jenis tanaman lainnya.
Perlu adanya ketegasan pemerintah terhadap para pelaku deforestasi dan pihak-pihak yang secara sistematis menyebabkan isu deforestasi tanpa data yang akurat dan valid. Juga diperlukan keberanian semua pemangku kepentingan terkait untuk memperkarakan secara hukum pihak-pihak yang secara sistematis menyebarkan isu-isu deforestasi tanpa data yang akurat dan valid.
Mereka menyimpulkan bahwa perkebunan kelapa sawit merupakan tanaman yang bersifat strategis dalam menopang kehidupan masyarakat yang berhasil dikelola dengan baik dan bijaksana. Terjadinya kerusakan hutan lebih banyak karena mis-manajemen pada saat pengelolaan lahan untuk pembangunan dan bisnis kayu secara besar-besran. Oleh kerena itu sawit tidak sepenuhnya sebagai penyebab deforestasi karena sebagian besar perkebunan kelapa sawit menempati hutan yang sudah rusak.
Sementara masyarakat lebih banyak beralih ke kebun sawit karena tanaman tersebut mampu menghasilkan nilai ekonomi yang menguntungkan dan dapat memberikan kehidupan yang layak.
“Maka harapannya ke depan pengelolaan lahan kebun sawit, bila masih dimungkinkan, terus dikembangkan dengan baik dan harus berbasis lanskap,” tutur Dr. Rinekso.
Hadir sebagai narasumber dalam FGD ini yakni, Wakil Rektor Bidang Kerja Sama dan Sistem Informasi, Prof. Dr. Ir. Dodik Ridho Nurrochmat, M.Sc.F, Guru Besar Fakultas Kehutanan IPB, Prof Dr Yanto Santoso, Guru Besar Fakultas Pertanian IPB, Prof. Dr. Supiandi Sabiham, dosen dari Departemen Manajemen Hutan, Dr.Ir. Sudarsono Soedomo, MS, peneliti dari Departemen Sumberdaya Hutan dan Ekowisata, Dr. Ir. Arzyana Sunkar, M.Sc, peneliti dari Forestry Research and Development Agency (FORDA), Rozza Tri Kwatrina, S.Si, M.Si, dan Roundtable on Sustainable Palm Oil (RSPO) Approved The High Conservation Value (HCV) Assessor. (Awl/Zul)
COPYRIGHT © ANTARA News Megapolitan 2018
Menurut Dekan Fakultas Kehutanan, Dr. Ir. Rinekso Soekmadi, MSc, komoditas perkebunan merupakan salah satu andalan dari pendapatan nasional dan devisa negara Indonesia. Dari catatan Direktorat Jenderal Perkebunan Kementerian Pertanian RI, luasan perkebunan kelapa sawit terus meningkat dari tahun ke tahun. Pada tahun 2016, luasannya mencapai 11, 9 juta ha dan tahun 2017 meningkat menjadi 12, 3 juta ha. Dari luasan tersebut menurut sebaran wilayahnya, yang terbesar berada di pulau Sumatera sekitar 7,4 juta ha dan Kalimantan sekitar 4.3 juta ha.
“Hutan itu sendiri merupakan suatu kesatuan ekosistem berupa hamparan lahan berisi sumber daya alam hayati yang didominasi pepohonan dalam komunitas alam lingkungannya yang tidak dapat dipisahkan antara satu dengan yang lain. Itu semua harus dijaga kelestariannya. Sementara kebun sawit memberi pemasukan dan nilai ekonomi yang tinggi dan berarti bagi masyarakat selain sangat efisien dari segi hasil untuk lahan yang terbatas. Saat ini ada kekhawatiran menstigmatisasi seluruh tanaman padahal bukan tanamannya yang menjadi masalah, tetapi di mana kita menanamnya,” ujarnya.
Sementara itu Pembina Pusat Kajian Advokasi dan Konservasi Alam yang juga dosen di Fakultas Kehutan IPB, Prof. Dr. Yanto Santoso menyampaikan semoga rumusan FGD ini menghasilkan rumusan penting bagi pemerintah, pengusaha, peneliti, Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM) dan pemangku kepentingan lainnya dalam menjaga dan mengawal perkembangan perkebunan kelapa sawit Indonesia yang berwawasan lingkungan dan berkelanjutan.
“Sebagaimana hukum yang berlaku di Indonesia, deforestasi itu merupakan alih fungsi atau perubahan fungsi dari kawasan hutan menjadi peruntukan non hutan. Dari hasil survei ke lapangan tersebut, saya berani memastikan bahwa sawit bukan merupakan penyebab deforestasi di Indonesia. Lahan perkebunan kelapa sawit yang ada di Indonesia tidak berasal dari kawasan hutan,” ujarnya.
Selain itu Deputi Bidang Koordinasi Pangan dan Pertanian Kemenko Perekonomian RI, Dr.Ir. Wistra Danny menyampaikan kelapa sawit Indonesia terus berkembang pesat dan menjadi salah satu komoditi yang strategis dalam menunjang perekonomian nasional. Keberadaan industri perkebunan kelapa sawit yang disertai dengan berbagai produk turunannya, harus diakui masih menjadi unggulan utama produk komoditas Indonesia.
“Perkebunan kelapa sawit yang menghasilkan minyak kelapa sawit mentah (Crude Palm Oil/CPO) masih menjadi salah satu komoditas ekspor unggulan Indonesia. Hingga tahun 2017, Indonesia masih tercatat sebagai eksportir terbesar di dunia untuk komoditas tersebut. Berdasarkan data Gabungan Pengusaha Kelapa Sawit Indonesia (GAPKI). Perkebunan kelapa sawit juga bukan penyebab deforestasi hutan tropika, bukan penyebab penurunan keanekaragaman hayati dan bukan penyebab kebakaran hutan. Sebaliknya kelapa sawit adalah promotor dari pelindung benang alam yang bernilai konservasi hutan yang tinggi, yang senantiasa memberikan manfaat bagi kehidupan,” katanya.
Dari hasil diskusi di FGD ini, saran dan solusi yang disepakati bersama adalah perlu segera disusun naskah akademik sebagai dasar pertimbangan usulan tanaman sawit menjadi salah satu tanaman kehutanan. Sehingga dimungkinkan sawit ditanam pada kawasan Hutan Tanaman Rakyat (HTR) dan Hutan Tanaman Industri (HTI). Sesuai pengaturan tata ruang mikro hutan tanaman, hutan tanaman sawit ini merupakan lanskap mozaik dengan jenis-jenis tanaman lainnya.
Perlu adanya ketegasan pemerintah terhadap para pelaku deforestasi dan pihak-pihak yang secara sistematis menyebabkan isu deforestasi tanpa data yang akurat dan valid. Juga diperlukan keberanian semua pemangku kepentingan terkait untuk memperkarakan secara hukum pihak-pihak yang secara sistematis menyebarkan isu-isu deforestasi tanpa data yang akurat dan valid.
Mereka menyimpulkan bahwa perkebunan kelapa sawit merupakan tanaman yang bersifat strategis dalam menopang kehidupan masyarakat yang berhasil dikelola dengan baik dan bijaksana. Terjadinya kerusakan hutan lebih banyak karena mis-manajemen pada saat pengelolaan lahan untuk pembangunan dan bisnis kayu secara besar-besran. Oleh kerena itu sawit tidak sepenuhnya sebagai penyebab deforestasi karena sebagian besar perkebunan kelapa sawit menempati hutan yang sudah rusak.
Sementara masyarakat lebih banyak beralih ke kebun sawit karena tanaman tersebut mampu menghasilkan nilai ekonomi yang menguntungkan dan dapat memberikan kehidupan yang layak.
“Maka harapannya ke depan pengelolaan lahan kebun sawit, bila masih dimungkinkan, terus dikembangkan dengan baik dan harus berbasis lanskap,” tutur Dr. Rinekso.
Hadir sebagai narasumber dalam FGD ini yakni, Wakil Rektor Bidang Kerja Sama dan Sistem Informasi, Prof. Dr. Ir. Dodik Ridho Nurrochmat, M.Sc.F, Guru Besar Fakultas Kehutanan IPB, Prof Dr Yanto Santoso, Guru Besar Fakultas Pertanian IPB, Prof. Dr. Supiandi Sabiham, dosen dari Departemen Manajemen Hutan, Dr.Ir. Sudarsono Soedomo, MS, peneliti dari Departemen Sumberdaya Hutan dan Ekowisata, Dr. Ir. Arzyana Sunkar, M.Sc, peneliti dari Forestry Research and Development Agency (FORDA), Rozza Tri Kwatrina, S.Si, M.Si, dan Roundtable on Sustainable Palm Oil (RSPO) Approved The High Conservation Value (HCV) Assessor. (Awl/Zul)
COPYRIGHT © ANTARA News Megapolitan 2018