Jakarta (Antaranews Megapolitan) - Ada tiga saran Menteri Komunikasi dan Informatika Rudiantara bagi masyarakat untuk mengurangi risiko kebocoran data dari penggunaan media sosial "Facebook".
"Nomor satu imbauan saya kalau tidak penting benar tidak usah pakai Facebook sampai ada kejelasan," kata Rudiantara di lingkungan Istana Kepresidenan Jakarta, Senin.
Sebelumnya perusahaan konsultan politik Cambridge Analytica, yang bekerja untuk kampanye Presiden Amerika Serika Donald Trump, bisa menembus data pribadi 50 juta pengguna Facebook. Di Indonesia, ada sekitar 1,9 juta data pengguna Facebook yang berhasil ditembus Cambridge Analytica.
"Saran kedua, harus hati-hati 'submit' apalagi buka akun baru, hati-hati data yang disampaikan kemudian hati-hati ikut kuis yang ada di Facebook, jangan mudah tergiur, apalagi aplikasi kuis karena pertanyaan-pertanyaan psikologi kita kadang tidak sadari," jelas Rudiantara.
Saran terakhir adalah menggunakan medsos "chatting" buatan dalam negeri.
"Buatan Indonesia ada banyak, seperti 'Catfish', 'Clue', 'Pesan Kita', banyak lah. Saya saja pakai 'messenger' dalam negeri," ungkap Rudiantara.
Menurut Rudiantara, Kementerian Komunikasi dan Informatika sudah memberikan peringatan lisan dan tertulis kepada Facebook pada Kamis (5/4).
"Koordinasi dengan polisi juga sudah dilakukan. Polisi akan memanggil Facebook minggu ini. Dari teguran tertulis yang kami keluarkan, kami juga minta Facebook untuk mengupdate terus jumlah data dari pengguna Facebook yang berasal dari Indonesia karena angkanya berubah dari 50 juta menjadi 80 juta," tambah Rudiantara.
Kominfo juga meminta Facebook menutup (shut down) aplikasi-aplikasi yang sama dengan Cambridge Analytica.
"Saya update pagi ini ternyata ada lagi aplikasi yang baru lagi mirip Cambridge Analytica, saya minta cek lagi kepada mereka dan hasil auditnya dikeluarkan kepada kami," ungkap Rudiantara.
Perusahaan yang membobol data Facebook itu bernama CubeYou. Caranya adalah dengan melakukan pengumpulan data mengenai pengguna jejaring sosial Facebook melalui kuis bernama 'You Are What You Like' yang membagikan data yang telah dikumpulan kepada para pemasar untuk mendorong penjualan produk mereka.
"Belum tahu berapa yang kena di Indonesia karena saya baru dapat laporan tadi pagi, tapi saya sudah telepon tolong segera kalau ada data berkaitan dengan pengguna Indonesia sampaikan pada kami," tambah Rudiantara.
Selain teguran lisan dan tertulis, Kominfo juga tidak segan menutup Facebook untuk sementara namun hal itu tergantung koordinasi dengan pihak terkait termasuk Kepolisian.
"Tugas saya kan jangan sampai merugikan masyarakat Indonesia. Terhadap perlindungan data dan terlebih memprihatinkan Facebook mengakui Facebook digunakan di Myanmar untuk kasus perseteruan Rohingya. Saya tidak mau itu terjadi di Indonesia. Pihak-pihak berkepentingan mungkin saling menghasut, mengirimkan pesan untuk provokasi, tidak boleh terjadi di Indonesia," tegas Rudiantara.
COPYRIGHT © ANTARA News Megapolitan 2018
"Nomor satu imbauan saya kalau tidak penting benar tidak usah pakai Facebook sampai ada kejelasan," kata Rudiantara di lingkungan Istana Kepresidenan Jakarta, Senin.
Sebelumnya perusahaan konsultan politik Cambridge Analytica, yang bekerja untuk kampanye Presiden Amerika Serika Donald Trump, bisa menembus data pribadi 50 juta pengguna Facebook. Di Indonesia, ada sekitar 1,9 juta data pengguna Facebook yang berhasil ditembus Cambridge Analytica.
"Saran kedua, harus hati-hati 'submit' apalagi buka akun baru, hati-hati data yang disampaikan kemudian hati-hati ikut kuis yang ada di Facebook, jangan mudah tergiur, apalagi aplikasi kuis karena pertanyaan-pertanyaan psikologi kita kadang tidak sadari," jelas Rudiantara.
Saran terakhir adalah menggunakan medsos "chatting" buatan dalam negeri.
"Buatan Indonesia ada banyak, seperti 'Catfish', 'Clue', 'Pesan Kita', banyak lah. Saya saja pakai 'messenger' dalam negeri," ungkap Rudiantara.
Menurut Rudiantara, Kementerian Komunikasi dan Informatika sudah memberikan peringatan lisan dan tertulis kepada Facebook pada Kamis (5/4).
"Koordinasi dengan polisi juga sudah dilakukan. Polisi akan memanggil Facebook minggu ini. Dari teguran tertulis yang kami keluarkan, kami juga minta Facebook untuk mengupdate terus jumlah data dari pengguna Facebook yang berasal dari Indonesia karena angkanya berubah dari 50 juta menjadi 80 juta," tambah Rudiantara.
Kominfo juga meminta Facebook menutup (shut down) aplikasi-aplikasi yang sama dengan Cambridge Analytica.
"Saya update pagi ini ternyata ada lagi aplikasi yang baru lagi mirip Cambridge Analytica, saya minta cek lagi kepada mereka dan hasil auditnya dikeluarkan kepada kami," ungkap Rudiantara.
Perusahaan yang membobol data Facebook itu bernama CubeYou. Caranya adalah dengan melakukan pengumpulan data mengenai pengguna jejaring sosial Facebook melalui kuis bernama 'You Are What You Like' yang membagikan data yang telah dikumpulan kepada para pemasar untuk mendorong penjualan produk mereka.
"Belum tahu berapa yang kena di Indonesia karena saya baru dapat laporan tadi pagi, tapi saya sudah telepon tolong segera kalau ada data berkaitan dengan pengguna Indonesia sampaikan pada kami," tambah Rudiantara.
Selain teguran lisan dan tertulis, Kominfo juga tidak segan menutup Facebook untuk sementara namun hal itu tergantung koordinasi dengan pihak terkait termasuk Kepolisian.
"Tugas saya kan jangan sampai merugikan masyarakat Indonesia. Terhadap perlindungan data dan terlebih memprihatinkan Facebook mengakui Facebook digunakan di Myanmar untuk kasus perseteruan Rohingya. Saya tidak mau itu terjadi di Indonesia. Pihak-pihak berkepentingan mungkin saling menghasut, mengirimkan pesan untuk provokasi, tidak boleh terjadi di Indonesia," tegas Rudiantara.
COPYRIGHT © ANTARA News Megapolitan 2018