Bogor (Antaranews Megapolitan) - Institut Pertanian Bogor (IPB) selalu menjadi institusi terdepan dalam inovasi dan kepedulian terhadap nasib pangan bangsa Indonesia. Salah satu bentuk perwujudan pengabdian tersebut, Departemen Agronomi dan Hortikultura IPB menggelar Seminar Sagu 2018 dengan tema “Optimalisasi Sagu dalam Menjawab Permasalahan Pangan dan Lingkungan”.

Seminar yang dilaksanakan Sabtu lalu di Gedung Common Class Room (CCR) , IPB Dramaga Bogor ini menghadirkan Prof. Bintoro (Akademisi); Dr. Endang Yuli Purwani (Balai Besar Pasca Panen, Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian); Ir. Darmansyah (Kepala Dinas Ketahanan Pangan Provinsi Riau), Gusti Randy Pratama S.T (mahasiswa Pascasarjana, Teknologi Industri IPB) dan Fendri Ahmad M.Si selaku Ketua Pelaksana.

Dalam seminar tersebut, Prof Bintoro memaparkan kiprahnya dalam melakukan penelitian di bidang sagu. Prof. Bintoro menyampaikan, Indonesia dikaruniai kekayaan alam sagu yang luar biasa. Sagu dapat ditemukan dengan mudah di beberapa pulau besar di Indonesia seperti Kepulauan Riau, Papua dan pulau terpencil lainnya. Sagu terkategori sebagai tanaman yang kuat dan kokoh karena meskipun terjadi bencana. Bahkan dalam kondisi banjir setinggi dua meter sekalipun sagu masih bisa bertahan, tentu hal ini sangat baik untuk kondisi Indonesia yang rawan bencana.

“Masalah yang terjadi di masyarakat kita ialah pengelolaan sagu belum dilakukan secara baik dan benar sehingga harga jual belum maksimal. Ketika pemerintah saat ini sedang bersemangat membangun daerah tertinggal, maka seharusnya pemerintah juga melirik komoditas sagu karena sagu banyak ditemukan di daerah tertinggal. Saat kita sudah bisa mengelola sagu dengan baik maka kita ikut membangun daerah tertinggal,” tambahnya

Riset-riset tentang sagu bertujuan untuk memberikan wawasan dan informasi kepada masyarakat bahwa komoditas sagu dapat menjadi jawaban untuk mengatasi permasalahan tidak hanya di Indonesia namun juga dunia di masa yang akan datang.

Dalam waktu dekat, Prof. Bintoro akan melakukan penelitian sagu berbasis inovasi dengan menerapkan sistem tumpang sari. Karena tanaman sagu membutuhkan waktu panen yang cukup lama, maka lahan sagu dapat ditanami dengan tanaman lain semisal tanaman hortikultura. Hal ini dapat memperbaiki kebiasaan masyarakat yang masih cenderung abai dalam pengelolaan lingkungan ketika membudidayakan sagu.

Penelitian ini akan dilakukan di Desa Tanjung Peranak, Kepulauan Meranti, Provinsi Kepulauan Riau. Tempat ini dipilih mengingat besarnya potensi sagu dari wilayah tersebut.

Seminar ini menekankan pada pentingnya keterlibatan pemerintah dalam pengelolaan sagu. Adanya dukungan fasilitas, prasarana serta pasar tentu akan membuat produksi sagu menjadi lebih murah. Harapannya di masa yang akan datang pangan Indonesia tak hanya bergantung pada beras namun juga bisa bergeser ke sagu, sehingga diversifikasi pangan dapat terwujud. Bagi IPB, penelitian seperti ini tentu dapat membantu IPB semakin kreatif berinovasi dan berkolaborasi dengan bidang lainnya tak hanya pertanian.

Ratna, mahasiswa Agronomi dan Hortikultura IPB menyampaikan apresiasinya terhadap seminar sagu ini. Ia merasa mendapatkan banyak informasi terkait bagaimana sagu dapat membantu Indonesia untuk berjuang melawan krisis pangan serta mewujudkan pemerataan ekonomi.

“Mempelajari komoditas sagu bagi saya sangat menarik, kita memang harus memikirkan alternatif pangan lainnya selain beras,” ujarnya.(FF/Zul)

Pewarta: Oleh: Humas IPB

Editor : Naryo


COPYRIGHT © ANTARA News Megapolitan 2018