Bogor, 15/12 (ANTARA) - Pusat Konservasi Penelitian dan Pengembangan Kehutanan Dramaga, Kabupaten Bogor, Jawa Barat, sejak setahun terakhir ini menangkarkan sedikitnya dua pasang trenggiling.

"Sebenarnya, ada empat pasang (delapan ekor) tapi dua pasang sudah mati, sisa dua pasang lagi yang masih bertahan," kata peneliti dan juga penanggungjawab kegiatan penangkaran trenggiling di Pusat Konservasi Penelitian dan Pengembangan Kehutanan Dramaga, Mariana Takandjandji, Sabtu.

Mariana mengatakan, dua pasang trenggiling tersebut menghuni tempat penangkaran sejak Maret 2012 lalu. Keempat trenggiling tersebut merupakan hasil sitaan dari aparat Bea Cukai yang berhasil digagalkan saat akan diselundupkan ke luar negeri.

Menurut Maria, penyeludupan terhadap hewan pemakan sarang semut itu cukup tinggi di Indonesia. Hal ini dikarenakan nilai jualnya yang tinggi di pasar luar negeri.

"Untuk satu kilogram trenggiling hidup dijual Rp5 juta sedangkan yang mati dijual antara Rp2 juta hingga Rp3 juta," katanya.

Selain dagingnya, sisik trenggiling juga sangat bernilai karena satu sisik dijual 4 dolar AS. Daging dan sisik trenggiling kebanyakan dijual ke Taiwan, Vietnam, Hongkong dan China.

Ia mengatakan, penangkaran Trenggiling merupakan yang pertama kali dilakukan. Hal ini sebagai rujukan penelitian untuk bisa mengembangbiakkan hewan yang memiliki nilai jual tinggi tersebut.

"Selama dipenangkaran ini, dilihat siklus hidup dan pola perkembangbiayakan hewan ini. Kita juga meneliti bagaimana agar hewan ini bisa ditangkarkan oleh masyarakat dengan cara ekonomis," katanya.

Sejauh ini, lanjut Mariana, penangkaran trenggiling terkendala pada pakan alami hewan pemajat pohon tersebut. Hewan yang aktif malam hari itu, menyukai keroto atau telor semut.

"Saat ini kendala kita ada di pakan, karena harga keroto cukup mahal. Satu kilogram kerotok Rp150.000, secara ekonomis, ini cukup mahal bagi penangkaran," katanya.

Selain itu, lanjut Mariana, hewan bersisik itu memiliki sifat pemilih dan "moody" dalam hal makan. Tidak hanya itu, mereka juga pemilih dalam berteman dan mencari pasangan.

Untuk bisa dikembangbiakan, trenggiling tersebut ditempatkan di kandang perlakuan secara berpasangan. Awalnya ada sepasang trenggiling yang dipasangkan berkelahi karena tidak cocok.

"Jadi kamipun menukarkan pasangannya, setelah berinteraksi akhirnya dua pasang ini saling cocok dan sekarang hidup satu kandang berdua," katanya.

Kendala lainnya, lanjut Mariana, pihaknya belum memiliki kandang alami untuk penangkaran mereka di alam. Oleh karena itu, penangkaran hanya bisa dilakukan di kandang perlakuan sehingga trenggiling tersebut yang biasanya bersembuyi didalam tanah, selama dikadang hanya bersembunyi didalam balok kayu yang disediakan untuk bersembunyi.

Rencananya jumlah trenggiling yang akan ditangkarkan di Pusat Konservasi Penelitian dan Pengembangan Kehutanan Dramaga akan ditambah sebanyak 10 ekor trenggiling hasil sitaan dari Jakarta.

 

Laily R



 

Pewarta:

Editor :


COPYRIGHT © ANTARA News Megapolitan 2012