Bogor (Antaranews Megapolitan) - Kematian ibu merupakan masalah utama dalam bidang kesehatan di Indonesia. Salah satu penyebab kema­tian ibu yaitu usia saat hamil yang masih terlalu muda. Remaja hamil berusia di bawah 16 tahun empat kali lebih berisiko terhadap kejadian kematian ibu dan 50 persen (%) terha­dap kejadian kematian bayi daripada perempuan yang hamil pada usia lebih dari 20 tahun.

Kehamilan pada usia remaja secara erat berhubungan dengan kejadian anemia, hipertensi, dan pre­eklamsi. Kurangnya perhatian dan kunjungan pemeriksaan kehamilan turut menambah peluang terjadinya masalah ini.

Tiga orang peneliti dari Departemen Gizi Masyarakat, Fakultas Ekologi Manusia (Fema) Institut Pertanian Bogor (IPB) yaitu Ratu Diah Koerniawati, Dodik Briawan dan Rimbawan melakukan sebuah penelitian untuk mengetahui praktik antenatal care (ANC) dan hubungannya dengan kejadian anemia pada kehamilan remaja.

''Banyak faktor yang mempengaruhi ke­jadian anemia pada kehamilan remaja, salah sa­tunya ialah rendahnya kunjungan pemeriksaan antenatal care (ANC). Hal ini dapat meningkatkan risiko pada kehamilan remaja tersebut. Tingginya kejadian anemia dapat terjadi karena keterlambatan dalam melakukan pemeriksaan di awal kehamilan dan jarang atau tidak melakukan pemeriksaan selama kehamilan,'' tutur Dodik.

Penelitian ini dilakukan di Kota Bogor pada bulan Januari hingga Maret 2016. Sebanyak 72 remaja hamil (usia 10-19 tahun) berpartisipasi dalam penelitian ini. Tim ini melakukan pengambilan data hemoglobin yang dikumpulkan dengan melakukan pengambilan darah di vena dan dianalisis menggunakan metode cyanmethemoglobin.

Hasil penelitian ini memperlihatkan bahwa sebesar 30,6% remaja hamil terlambat melakukan pemeriksaan pertama kehamilannya. Selain itu, prevalensi anemia (Hb kurang dari 11 g/dl) hampir setengah dari total subjek (45,8%) mengalami anemia dengan angka kejadian ane­mia tertinggi berada pada subjek yang memasuki kehamilan trimester tiga (26,4%). Sebanyak 69,4% subjek melakukan pemeriksaan ke­hamilannya pada trimester pertama (K1 murni), namun masih terdapat subjek yang pertama kali memeriksakan kehamilannya pada trimester dua (29,2%) dan trimester tiga (1,4%).

Peneliti ini menjelaskan, kehamilan pada usia remaja rentan terhadap kejadian defisiensi besi dan anemia. Hal ini dikarenakan kondisi fisiologis remaja, pada dasarnya sedang dalam masa pertumbuhan yang cepat, sementara itu secara bersamaan janin berkompetisi untuk mendapatkan asupan zat gizi yang dibutuhkan ibu hamil remaja tersebut.

Tidak terdapat hubungan antara kepatuhan konsumsi tablet tambah darah, tingkat kecukupan energi, zat besi, dan vitamin C dengan anemia. Akan tetapi terdapat hubungan antara asupan protein dengan anemia. Praktik antenatal care pada kehamilan remaja masih rendah. Peneliti ini menyarankan agar asupan protein harus ditingkatkan untuk mengurangi kejadian anemia pada kehamilan remaja.(IR/nm)

Pewarta: Oleh: Humas IPB/Dodik Briawan dan Tim

Editor : Naryo


COPYRIGHT © ANTARA News Megapolitan 2018