Bogor (Antara Megapolitan) - Kebutuhan pangan yang meningkat mendorong permintaan produk pangan budidaya, seperti ikan. Peningkatan produksi ikan hasil budidaya juga berdampak pada meningkatnya kebutuhan  pakan ikan. Bahan baku pakan ikan sebagian besarnya  atau 80 persen masih impor.

Bahan baku untuk pakan ikan seperti tepung ikan yang dipasok dari sumber lokal hanya berkisar 27 persen, sementara minyak ikan lokal hanya 10 persen. Bahan baku lokal yang tersedia saat ini, seperti dedak, gaplek, bahan lainnya memiliki kekurangan seperti rendahnya nilai protein, serat kasar yang tinggi, serta terdapat zat anti-nutrisi.

Alternatif lain bahan baku pakan ikan yang dapat dikembangkan ialah kerang hijau. Seorang peneliti dari Departemen Budidaya Perairan, Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan, Institut Pertanian Bogor  (FPIK IPB), Dedi Jusadi menjelaskan bahwa kerang hijau memiliki nilai gizi yang cukup baik dengan kadar protein lebih dari 53  persen juga merupakan sumber Eicosapentaenoic acid (EPA) dan docosahexaenoic acid (DHA). EPA dan DHA adalah dua rantai panjang asam lemak tak jenuh ganda milik Omega-3.

“Kerang hijau ini sangat potensial untuk dijadikan sebagai alternatif bahan baku pakan ikan, selain karena proteinnya  tinggi, tetapi ia juga merupakan biota dengan laju tumbuh dan reproduksi yang cepat, produktivitasnya mencapai 116 ton per hektar per tahun, Pada 2014 mencapai 51.870 ton per tahun di Teluk Jakarta. Selain itu dia juga bersifat filter feeder sehingga dapat memperbaiki kualitas atau kondisi lingkungan perairan pesisir,” ujarnya.

Di sisi lain kerang hijau yang dibudidaya di perairan tercemar logam berat, memiliki kekurangan yaitu mengandung beberapa bahan berbahaya seperti Logam berat tinggi yaitu Pb 16,94 miligram per kilogramg, Cd 0,80 miligram per kilogram dan Hg 0,471 miligram per kilogram sehingga tidak layak untuk dikonsumsi manusia.

Apabila digunakan sebagai bahan baku pakan ikan, kekurangan itu dapat ditanggulangi dengan penambahan asam humat atau asam fukvat, yang akan mengikat logam berat sehingga bahan berbahaya tersebut tidak terdapat didalam daging ikan.

“Kita tambahkan asam humat atau asam fulvat. Kita sudah coba uji pada ikan nila, jadi kerang hijau dicampur dengan bahan baku lain dijadikan pakan ikan, kemudian kita tambahkan dengan asam humat atau asam pulvat, yang dapat mengikat logam berat, dan ternyata dengan menggunakan ini ikan tumbuhnya lebih cepat. Efisiensi pakannya baik dan dagingnya tidak mengandung logam berat,” jelasnya.

Dengan pakan ikan yang mengandung protein tinggi ikan dapat tumbuh cepat, nilai konversi pakan menjadi rendah dan daging tidak mengandung logam berat karena akan dibuang melalui feses dan urin.

Kedepannya harapan peneliti ini bibit kerang hijau tersebut dapat dibagikan ke masyarakat pesisir pantura/ pesisir lain yang tercemar logam berat untuk ditebar dengan harapan produksi kerang hijau meningkat sehingga bahan baku pakan lokal bertambah, kesejahteraan masyarakat pesisir meningkat dan pesisir pantura lebih bersih dari limbah organik.

“Harapannya nanti ada perusahaan yang akan membeli atau menampung kerang tersebut. Daging kerang bisa untuk dijadikan bahan baku pakan ikan sementara cangkangnya, bisa dijadikan bahan industri keramik dan ini perlu campur tangan dan dukungan oleh pemerintah,” ungkapnya. (IRM/ris)

Pewarta: Oleh: Humas IPB/Dedi Jusadi

Editor : Naryo


COPYRIGHT © ANTARA News Megapolitan 2017