Jakarta, 8/11 (ANTARA) - Gempa bumi berkekuatan sembilan skala Richter disertai tsunami dahsyat yang menewaskan 15.782 orang dan merusak empat dari enam unit reaktor Pembangkit Listrik Tenaga Nuklir (PLTN) Fukushima Daiichi, Jepang, sudah berlalu lebih dari tujuh bulan.

Denyut kehidupan warga di berbagai daerah bencana, seperti Sendai, Fukushima, Iwaki, dan Ishinomaki, pun telah kembali normal ditandai dengan geliat aktivitas bisnis dan perdagangan serta dan lalu-lintas kendaraan di ruas jalan bebas hambatan.

Namun kepedulian warga negara itu terhadap nasib para korban bencana 11 Maret 2011 yang menghancurkan 114.464 rumah serta menyebabkan kerusakan parah 694.084 rumah lainnya di sejumlah Frefektur di kawasan timur laut Jepang itu tak juga pupus.

Pada 27 Oktober lalu misalnya, seorang warga Tohoku menunjukkan kepeduliannya kepada para korban bencana dengan cara yang unik, yakni meninggalkan tas berisi uang tunai 40 juta yen di toilet kantor pemerintah kota Hachinohe, Frefektur Aomori.

Menurut Suratkabar Yomiuri Shimbun edisi 30 Oktober 2011, tas berisi uang itu ditemukan seorang petugas kebersihan yang kebetulan hendak membersihkan salah satu toilet di kantor itu sekitar pukul 13:15 waktu setempat.

Petugas pembersih toilet itu lantas menyerahkan tas berisi uang 40 juta yen itu ke pihak berwenang di kantor pemerintah kota yang kemudian menyerahkannya ke kantor polisi Hachinohe.

Si penyumbang misterius yang hanya menyebut dirinya "seseorang dari Tohoku" dalam surat yang diselipkannya di tas berisi uang itu berpesan agar sumbangannya disalurkan kepada para korban bencana di Frefektur Aomori, Iwate, Miyagi dan Fukushima.

Kepedulian terhadap para korban dan berbagai daerah yang terkena dampak gempa, tsunami dan kerusakan PLTN Fukushima Daiichi itu telah ditunjukkan oleh banyak perusahaan, organisasi nirlaba, dan perseorangan lainnya di Jepang dan luar negeri sejak awal bencana.

Masyarakat Palang Merah Jepang (JRCS) menjadi saksi dari besarnya perhatian komunitas dunia pada bencana 11 Maret terbukti dari jumlah dana sumbangan yang mereka terima dari 77 organisasi palang merah dan bulan sabit merah asing yang mencapai 53 miliar yen. Dana bantuan tersebut masih dibuka hingga 2012, kata pegiat JRCS, Atsuhito Hata.  

Seperti halnya JRCS, Yayasan Nippon pun menggagas proyek ROAD guna membantu para korban bencana. Yayasan milik industri galangan kapal Jepang ini berhasil mengumpulkan sedikitnya 3,629 miliar yen dari 4,5 miliar yen yang dibutuhkan untuk mendukung berbagai kegiatan bantuan kemanusiaan dan rekonstruksi di zona bencana dari berbagai pihak di dalam dan luar negeri.

Seperti terungkap dalam pertemuan Ketua Tim Bantuan Bencana Yayasan Nippon, Mitsuaki Aoyagi, dengan wartawan dari 10 negara Asia di Tokyo baru-baru ini, Daimler AG (Jerman) masuk dalam daftar penyumbang besar proyek ROAD.

Untuk mendukung misi kemanusiaan dan pemulihan zona bencana proyek "Resillience will Overcome Any Disaster" (Ketahanan akan Mengatasi Bencana Apapun) itu, perusahaan Jerman ini menyumbang dana dua juta euro dan 50 truk, katanya.

Truk-truk bantuan Daimler AG senilai empat juta euro itu tidak hanya dipakai para relawan dari berbagai lembaga swadaya masyarakat dan organisasi nirlaba yang menjadi mitra Yayasan Nippon tetapi juga unsur pemerintah, katanya.

"Truk-truk itu dipakai untuk membersihkan berbagai daerah bencana di Frefektur Miyagi, Iwate dan Fukushima dari tumpukan sampah-sampah bencana yang terlalu besar untuk ditangani secara manual,"katanya.

Pembersihan tumpukan dan serakan puing-puing bangunan dan aneka jenis sampah bencana lainnya itu hanyalah salah satu dari berbagai program kemanusiaan dan peduli bencana yang dijalankan yayasan yang dibentuk Ryoichi Sasakawa tahun 1962 ini.

Selain itu, menurut aktivis kemanusiaan yang rutin dua hingga tiga kali mengunjungi daerah-daerah bencana dalam sebulan ini, pihaknya juga memprioritaskan sejumlah program lain setelah puluhan ribu keluarga korban bencana menempati rumah-rumah sementara bantuan pemerintah.

Di antara program-program tersebut adalah melayani para penghuni rumah sementara berusia lanjut yang jumlahnya diperkirakan mencapai 20 hingga 30 persen dari 53 ribu kepala keluarga serta membantu para korban bencana yang menderita ketulian serta menekan kasus-kasus alergi makanan.

Proyek ROAD itu tidak berhenti pada fase tanggap darurat tetapi berlanjut ke fase menengah dan panjang dengan sejumlah program aksi yang difokuskan pada upaya menormalisasi kehidupan masyarakat serta memulihkan kembali infrastruktur, industri dan ekonomi di daerah-daerah bencana,katanya.

Empat program jangka panjang yang sejauh ini sudah disiapkan adalah menyediakan dana hibah bagi kegiatan dokumentasi pemulihan dan rekonstruksi serta mendukung program interpretasi jarak jauh bagi para korban bencana yang menderita ketulian dan penurunan daya pendengaran.

Seterusnya menyumbangkan sejumlah kapal latih dan peralatan kemaritiman kepada sekolah-sekolah di berbagai daerah bencana serta menghibahkan 76 unit "forklift" (kendaraan pengangkat barang) ke pelabuhan perikanan yang ada di tiga daerah di Frefektur Miyagi, kata Mitsuaki Aoyagi.

Aksi nyata membantu para korban bencana 11 Maret 2011 itu pun ditunjukkan Softbank, salah satu dari tiga perusahaan jasa telepon selular utama di Jepang disamping NTT dan KDDI. Bahkan sejak awal bencana, orang nomor satu (CEO) Softbank, Masayoshi Son, ikut aktif mendukung misi kemanusiaan.

Seperti disampaikan pegiat Yayasan Pemulihan Bencana Gempa Jepang Softbank Corporation, Yutaka Arai, Masayoshi Son sendiri menyumbangkan dana sebesar 10 miliar yen untuk mendukung misi kemanusiaan di berbagai frefektur yang dilanda gempa dan tsunami.

Melalui yayasan yang dibentuk Softbank, pihaknya berupaya mengarahkan berbagai program kemanusiaan yang dijalankan guna mewujudkan lingkungan yang mampu memperkuat dan memberdayakan anak-anak di daerah bencana agar mereka mampu menggapai mimpi dan harapan mereka.

Banyak hal yang telah dicapai dalam tujuh bulan terakhir ini namun, untuk membangun kembali kehidupan sosio-ekonomi rakyat di seluruh wilayah bencana sesuai dengan standar Jepang sebagai negara industri maju yang mapan, diperlukan waktu 10 tahun.

Menurut Konselor Sekretariat Markas Pusat Rekonstruksi untuk Bencana 11 Maret 2011, Yoshio Ando, program pemulihan dan rekonstruksi semua daerah bencana tersebut tidak hanya memerlukan waktu 10 tahun tetapi juga dana sebesar 23 trilyun yen.

Gempa bumi diikuti tsunami dan "eksiden nuklir" PLTN Fukushima Daiichi yang telah memaksa lebih dari 53 ribu keluarga pindah ke rumah-rumah sementara bantuan pemerintah maupun ke apartemen-apartemen sewa itu merupakan takdir yang mustahil dapat ditolak.

Namun bencana tersebut menyatukan langkah banyak orang di dalam dan luar Jepang dan mereka terdorong untuk membantu sesama dengan semangat berbagi yang seakan tak mengenal sekat waktu.       

Pewarta:

Editor : Budisantoso Budiman


COPYRIGHT © ANTARA News Megapolitan 2011