Purwakarta (Antara Megapolitan) - Pengamat politik dari Universitas Al-Azhar Jakarta Ujang Komarudin menilai DPP Partai Golkar telah mengkhianati sistem perkaderan jika tidak mengusung kadernya sendiri pada Pemilihan Umum Gubernur Jabar 2018.

Ia mengatakan, menjelang Pilgub Jabar terlihat adanya pergeseran pengambilan keputusan di internal elit Partai Golkar, dari sistem perkaderan sebagai dasar ke sistem bergaya pragmatis.

"Sangat terlihat, ada perubahan pengambilan kebijakan politik. Dulu, Golkar selalu memprioritaskan kader sendiri. Salah satunya Yance, elektabilitasnya menjelang Pilgub Jabar 2013 jauh dari menjanjikan. Karena elit Golkar dulu itu tidak tersandera kepentingan. Maka Yance dicalonkan oleh Golkar, sekarang keadaannya berbeda," kata Direktur Indonesia Political Review tersebut saat dihubungi, di Purwakarta, Jumat.

Ia menduga kasus hukum yang tengah mendera Ketua Umum DPP Partai Golkar Setya Novanto sedang dimanfaatkan oleh kekuatan eksternal untuk bermain dalam konstelasi Pilgub Jawa Barat 2018. Artinya, terdapat pihak-pihak di luar partai yang tidak menginginkan Dedi Mulyadi maju dalam kontestasi lima tahunan itu.

Menurut dia, posisi Ketua DPD Partai Golkar Jawa Barat Dedi Mulyadi sebenarnya bukan hanya sebagai kader, melainkan kader yang mampu menyelamatkan posisi Partai Golkar di Jawa Barat dari serangan isu nasional. Hasilnya, Partai Golkar di Jawa Barat mampu menjaga tren kenaikan elektabilitas, berbeda dengan di daerah lain.

"Dedi Mulyadi dibesarkan oleh Golkar dan menggunakan pengalaman politiknya untuk membesarkan Golkar di Jawa Barat. Kita tahu selama ini elektabilitas partai ini terjaga di Jawa Barat," kata dia.

Tapi partai yang telah dibesarkannya itu kini malah berbalik menyakiti dirinya. Kondisi tersebut secara psikologis membuat Dedi Mulyadi "tidak betah" tinggal di rumahnya sendiri.

Pewarta: M. Ali Khumaini

Editor : Naryo


COPYRIGHT © ANTARA News Megapolitan 2017