Wakil Menteri Dalam Negeri (Wamendagri) Bima Arya Sugiarto menjelaskan kondisi irigasi di sejumlah daerah kepada Menteri Koordinator (Menko) Bidang Pangan Zulkifli Hasan.
Hal itu disampaikannya saat Rapat Koordinasi (Rakor) Bidang Pangan Provinsi Banten Tahun 2025 bersama Kementerian Koordinator Bidang Pangan di Pendopo Gubernur Banten, Kota Serang, Jumat.
Dia menyampaikan banyak praktik baik yang telah dilakukan daerah, seperti di Kabupaten Bangkalan, Madura, Jawa Timur.
Pj. Bupati Bangkalan Arief M. Edie turun langsung memantau irigasi sehingga target panen bisa tercapai.
Arief juga piawai dalam mencari bantuan untuk perbaikan, termasuk bantuan alat mesin pertanian (alsintan). Kedekatan Arief dengan petani juga menjadi teladan baik yang perlu ditiru.
“Mengikuti kunjungan dan kegiatan Bapak Menko, ini sudah keempat provinsi Bapak/Ibu. Kesimpulan kami, frontliners, playmaker, dan striker dari swasembada pangan adalah kepala daerah. Itu kata kuncinya Bapak/Ibu,” kata Bima dalam keterangannya di Jakarta, Jumat..
Bima menekankan kunci sukses swasembada pangan berada di tangan kepala daerah.
Selaku Wamendagri, dirinya menyemangati dan memotivasi kepala daerah untuk aktif terjun ke lapangan.
Selain kepala daerah, berbagai stakeholder terkait seperti TNI/Polri juga perlu dirangkul untuk mendukung program tersebut.
“Semua turun di situ, dari mulai TNI, Polri, Danlanud, semua itu turun,” ujarnya.
Dirinya juga memaparkan terkait kondisi irigasi yang terjadi di Desa Bolang, Karawang, Jawa Barat.
Bima mengungkapkan masalah irigasi di Desa Bolang, yaitu adanya sedimentasi dan persoalan pemeliharaan.
Selain itu, lokasi irigasi di Desa Bolang juga ditumbuhi berbagai gulma yang mengganggu.
“Irigasi (Desa Bolang) ini, sumber utamanya hulunya adalah dari Bendungan Jatiluhur. Nah, tetapi ini persoalan menahun, agak lama terkait dengan pemeliharaan. Jadi ada sedimentasi yang luar biasa,” tambah Bima.
Bima menegaskan faktor pemeliharaan menjadi isu utama yang terjadi di Desa Bolang. Apalagi pihak Badan Usaha Milik Daerah (BUMD) dan Perum Jasa Tirta yang mengurusi irigasi tersebut merasa kewalahan.
Berikutnya, ulu-ulu atau petugas pengairan di Desa Bolang juga menyampaikan aspirasi kepada pemerintah agar kesejahteraannya diperhatikan.
“Dulu (gaji) mereka diaturlah, ada yang dari desa, ada yang dari kabupaten. Nah, ini sekarang enggak ada. Kemarin ini mereka semuanya keluhannya itu saja. ‘Percuma Pak, irigasi dibangun, percuma Pak diperbaiki, (kalau) di lapangan itu enggak ada yang bagi, enggak ada yang nengahin konflik warga, enggak ada yang ngurusin perawatan’,” ungkapnya.
Di lapangan, banyak ulu-ulu yang bekerja setengah hari dengan frekuensi seminggu dua hingga tiga kali.
Sayangnya, mereka tidak diberikan anggaran khusus, padahal pekerjaannya cukup berat.
“Di sini untung Pak Mendes merespons dengan cepat, Pak (Menko). Tinggal kita koordinasikan Pak ini kira-kira alokasi (anggarannya),” pungkas Bima.
COPYRIGHT © ANTARA News Megapolitan 2025