Galeri Nasional Indonesia resmi membuka pameran bertajuk "Jejak Perlawanan Sang Presiden 2001”, sebuah tribute untuk seniman besar Indonesia, Hardi (1951-2023).
Pameran tersebut menjadi penghormatan warisan seni rupa yang ditinggalkan oleh Hardi, yang dikenal sebagai sosok penuh keyakinan, keberanian, dan semangat perlawanan terhadap ketidakadilan.
“Kalau kita lihat ada lukisan-lukisan dari tahun 70-an, tahun 80-an. Waktu itu, kritik-kritik Hardi itu bisa dituangkan di dalam kanvas, dan juga mendapatkan atensi tentu saja dan apresiasi dari berbagai media ketika itu,” kata Menteri Kebudayaan Fadli Zon usai membuka pameran tersebut di Galeri Nasional Indonesia, Jakarta, Kamis (9/1) malam.
Hardi bernama lengkap R Soehardi, kelahiran Blitar, Jawa Timur, pada 26 Mei 1951.
Alumnus Akademi Seni Rupa Indonesia di Yogyakat ini, pernah menggelar pameran seni rupa pada tahun 1979. Ia menggambarkan potret wajahnya berseragam selayaknya seorang presiden berseragam militer. Ia menuliskan pada lukisannya dengan tulisan "Presiden RI th 2001 Suhardi". Lukisan itu sebagai bentuk perlawanan dirinya dalam mengkritisi kekuasaan rezim Orde Baru di bawah kepemimpinan Presiden Jenderal Besar Soeharto. Kontan karyanya itu begitu menarik perhatian publik.
Pada tahun 1980, karya tersebut kembali ditampilkan di Taman Ismail Marzuki Jakarta. Rezim Orde Baru yang otoriter dan sentralistik, membuat Hardi saat itu dipenjarakan. Wakil Presiden Adam Malik ketika itu meminta pembebasan Hardi.
Baca juga: Alasan pameran lukisan Yos Suprapto batal dilaksanakan di GalNas
Menurut Menteri Kebudayaan Fadli Zon, Hardi adalah seorang pemikir yang selalu menuangkan pikiran-pikirannya secara tajam di berbagai media masa nasional, media cetak terutama ketika itu.
Selain itu, Hardi juga dipandang sebagai seniman yang tidak hanya berkarya di bidang seni rupa, tetapi, juga menjelajahi berbagai bentuk ekspresi budaya dengan semangat spiritualitas yang mendalam.
Fadli menyoroti beragam karya Hardi, mulai dari seni rupa, seni instalasi dan bahkan kreasi di bidang fesyen. Selain itu, Hardi juga dikenal menciptakan karya unik seperti keris yang mencerminkan kreativitas tanpa batas.
Penanggung Jawab Unit Galeri Nasional Indonesia Jarot Mahendra menyatakan bahwa pameran tersebut bukan hanya tentang mengenang Hardi sebagai seorang seniman, tetapi, juga sebagai pribadi yang menginspirasi melalui karya-karyanya.
“Pameran ini menyumbangkan pengetahuan yang kaya, terutama untuk mengenal lebih dekat sosok Hardi, sekaligus mendapatkan inspirasi dan motivasi dari perjalanan beristirahat lebih dari itu pameran ini," kata Jarot.
Pameran itu menampilkan 78 karya Hardi, termasuk lukisan, keris, sketsa, arsip pribadi, hingga instalasi berbasis kecerdasan buatan (AI) untuk memberikan pengalaman baru yang unik bagi pengunjung, sejalan dengan tren seni modern saat ini.
Kurator Dio Pamola merancang pameran itu untuk menghadirkan kekayaan pengetahuan sekaligus inspirasi bagi publik.
Jarot juga menekankan pentingnya pameran ini sebagai wadah edukasi, apresiasi, dan kolaborasi, dengan harapan seni rupa dapat berdampak lebih luas bagi masyarakat.
Baca juga: Yos Suprapto turunkan lukisan hingga batalkan pameran di GalNas
“Tentunya juga menunjukkan bahwa seni rupa tidak hanya menjadi medium ekspresi individual tetapi juga menjadi instrumen edukasi, apresiasi, kolaborasi yang berdampak bagi masyarakat luas,” kata Jarot.
Pameran yang berlangsung hingga 26 Januari 2025 itu diharapkan menjadi ruang diskusi produktif bagi pelaku seni, akademisi, masyarakat, dan media untuk mendukung kemajuan seni rupa Indonesia.
Pameran tersebut terbuka untuk umum dan menjadi kesempatan langka untuk mengenal lebih dekat perjalanan hidup dan karya-karya Hardi, sekaligus mengapresiasi seni rupa sebagai bagian penting dari kebudayaan Indonesia.
Ketertarikan Hardi pada seni lukis, selain lantaran bakat alam yang dimilikinya, dia sejak tahun 1970 tinggal di Ubud, Bali, melukis bersama W. Hardja, Anton Huang, kemudian kuliah di Akademi Seni Rupa. Ia juga pernah mengenyam pendidikan di Belanda, di Akademi De Jan Van Eyck.
Hardi semasa hidupnya kerap menggelar pameran hasil karyanya di berbagai kota di Indonesia, bahkan hingga ke luar negeri seperti pada awal-awal karirnya, pameran di Belgia (1976) atau setahun selepas Presiden Soeharto lengser, pameran di Tokyo, Jepang (1999).
Hasil karyanya banyak dikoleksi oleh sejumlah tokoh pecinta seni lukis, bahkan Keluarga Cendana, sebutan untuk keluarga Soeharto pun mengoleksi.
Pameran lukisan Hardi di Galeri Nasional ini merupakan penghormatan atas setahun berpulangnya Hardi ke pangkuan Illahi. Pameran tersebut akan berlangsung hingga 26 Januari 2025.
Baca juga: Wamen Komdigi beli lukisan karya narapidana Lapas Suliki
COPYRIGHT © ANTARA News Megapolitan 2025