Otoritas Jasa Keuangan (OJK) menyampaikan langkah-langkah kebijakan yang telah dilakukan regulator selama beberapa tahun terakhir diharapkan dapat membantu perbankan untuk turut mendukung program 3 Juta Rumah yang diinisiasi oleh Presiden Prabowo Subianto.

“Dengan kebijakan yang adaptif dan pengawasan yang hati-hati, OJK berupaya menjaga keseimbangan antara peningkatan akses pembiayaan properti dalam rangka program pemerintah 3 Juta Rumah dan stabilitas sistem keuangan secara keseluruhan,” kata Kepala Eksekutif Pengawas Perbankan OJK Dian Ediana Rae, di Jakarta, Selasa.

Lebih lanjut, Dian merinci berbagai kebijakan yang dikeluarkan OJK salah satunya pengaturan khusus untuk kredit beragunan rumah tinggal dalam SEOJK No.24/SEOJK.03/2021 tentang Perhitungan ATMR untuk Risiko Kredit dengan Menggunakan Pendekatan Standar bagi Bank Umum (SEOJK ATMR Kredit), yang akan berdampak dalam perhitungan KPMM Bank.

“Dalam ketentuan tersebut diatur bobot risiko yang granular, di mana semakin kecil loan to value (LTV), maka bobot ATMR Kredit akan lebih kecil, sehingga lebih menggambarkan risiko kredit yang dihadapi bank untuk masing-masing debitur,” kata Dian lagi.

Baca juga: OJK sudah lakukan langkah baik saat transisi pengawasan kripto

Selanjutnya, terdapat POJK Kualitas Aset mengenai penetapan kualitas aset produktif untuk debitur dengan plafon sampai dengan Rp5 miliar yang dapat hanya didasarkan atas ketepatan pembayaran pokok dan/atau bunga (satu pilar). Ketentuan ini dapat dimanfaatkan bank untuk kredit perumahan.

“Perlakuan penilaian kualitas aset tersebut bersifat lebih praktis dibandingkan kondisi umum di mana bank menilai dengan tiga pilar (prospek usaha, kinerja debitur, kemampuan membayar),” ujar Dian.

Pengecualian Batas Maksimum Pemberian Kredit (BMPK) dapat diberikan untuk penyediaan perumahan yang ditujukan kepada Masyarakat Berpenghasilan Rendah (MBR), yang termasuk dalam kategori program pemerintah.

Dian menyampaikan, pengecualian ini berlaku apabila pembiayaan perumahan tersebut dijamin oleh lembaga penjaminan atau asuransi yang dimiliki oleh BUMN atau BUMD.

“Ketentuan mengenai pengecualian ini diatur dalam POJK No. 32/POJK.03/2018 yang kemudian diubah dengan POJK No.38/POJK.03/2019,” ujar dia lagi.

Baca juga: OJK dan mitra bentuk TPKAD di seluruh wilayah Indonesia dorong inklusi keuangan

OJK juga mengeluarkan POJK No. 27 Tahun 2022 tentang KPMM untuk Pencabutan POJK Kredit Tanah per 1 Januari 2023.

Dian mengatakan, larangan pemberian kredit untuk pengadaan/pengolahan tanah pada POJK Kredit Tanah tidak sejalan dengan arah kebijakan principle-based yang tidak membatasi kegiatan bank.

“Dengan dicabutnya POJK dimaksud, maka bank dapat memberikan kredit untuk pengadaan/pengolahan tanah sepanjang menerapkan manajemen risiko disertai permodalan yang memadai termasuk menghindari tujuan spekulasi,” kata Dian lagi.

Lebih lanjut dalam sektor pasar modal, Dian menambahkan bahwa industri perbankan berperan dalam penerbitan produk pengelolaan investasi yang terkait pembiayaan perumahan, yakni Efek Beragun Aset Berbentuk Surat Partisipasi (EBA-SP).

Baca juga: OJK cabut izin usaha Investree Radika Jaya

Surat berharga tersebut terdiri dari sekumpulan kredit kepemilikan rumah (KPR) yang diterbitkan melalui proses sekuritisasi, sehingga menjadi instrumen investasi pendapatan tetap yang dapat ditransaksikan di pasar sekunder.

“Berdasarkan data Bursa Efek Indonesia per 29 November 2024, terdapat 9 EBA-SP yang diperdagangkan dengan total nilai sebesar Rp2,21 triliun,” kata Dian pula.

Pewarta: Rizka Khaerunnisa

Editor : Naryo


COPYRIGHT © ANTARA News Megapolitan 2024