Bandarlampung (Antara Lampung/Megapolitan-Bogor) - Puisi berjudul "Hikayat Buang Tondjam" karya Rahmad Saleh asal Bandarlampung menyisihkan 365 puisi yang masuk pada Lomba Cipta Puisi Krakatau Award yang digelar Dinas Pariwisata Provinsi Lampung dalam rangka Festival Krakatau 2017.

Hasil rapat dewan juri, yakni Ari Pahala Hutabarat, Isbedy Stiawan Z.S., dan Syaiful Irba Tanpaka di Bandarlampung, Senin (14/8) malam, memiih "Hikayat Buang Tondjam" karena puisi tersebut juga puisi-puisi pemenang lainnya telah mampu mengolah tema dengan serius.

Menurut Ari Pahala Hutabarat, penyair dan sutradara teater Komunitas Berkat Yakin (KoBer), puisi-puisi memang juga mampu mengelola kompleksitas tema dan tak terjebak pada "lomba".

"Secara teknis formal, puisi-puisi pemenang relatif paling beres ketimbang peserta lainnya," kata Ari.

Menurut dia, selain banyak puisi yang idiom kelokalan hanya tempelan dan tak dalam, juga nyaris terjebak pada tema yang disodorkan panitia.

"Jadi, ada pretensi ingin mencocok-cocokkan puisi dengan tema lomba," katanya lagi.

Sastrawan Lampung Isbedy Stiawan Z.S. mengungkapkan banyak puisi yang masuk lebih condong memainkan idiom-idiom kelampungan. Namun, bila dikejar terasa hanya tempelan.

"Akibatnya, beberapa di antaranya terkesan tidak hidup. Hanya lanskap, cuma gambaran lokalitas," kata Isbedy pula.

Selain itu, lanjut dia, peserta terjebak pada tema dan kata "potret pembangunan" sehingga tidak berani membiarkan imajinasi.

"Saya merasakan banyak puisi yang tak mau berpayah-payah mendedah dari tema yang disodorkan. Jadi, puisi yang terbaca kalau tak mengesankan hanya tempelan demi tema, ya, terasa kering," kata pemenang pertama Lomba Cipta Puisi Cimanuk itu pula.

Juri Syaiful Irba Tanpaka menyebutkan dari segi tema, memang hampir seluruh puisi yang masuk sangat menggembirakan. Artinya, peserta telah paham dengan kriteria yang disodorkan panitia.

"Namun, cara mengolah dan mengelola tema memang tiap penyair akan berbeda. Begitu pula, teknik meramu tema yang ada ke dalam puisi, tergantung pada kepiawaian seorang penyair," ujar Syaiful yang juga sastrawan Lampung.

Dewan juri menyebutkan, Lomba Cipta Puisi Krakatau Award 2017 diikuti 366 puisi (penyair) seluruh Indonesia, dan menetapkan puisi "Pantai Mutun" karya Alexander Robert Nainggolan (Tangerang, Banten) sebagai juara dua, dan "Ihwal Secangkir Negeri" (Rahmat Sudirman. Kalianda, Lampung Selatan) juara tiga.

Selain tiga pemenang tersebut, dewan juri juga memilih 47 puisi/penyair sebagai nominator. Sebanyak 50 puisi ini akan diterbitkan dalam buku antologi puisi Krakatau Award 2017 bertajuk "Hikayat Secangkir Robusta".

Usai rapat dewan juri, Kepala Dinas Pariwisata Provinsi Lampung Budiharto menyambut baik hasil keputusan itu. Apalagi, menurut dia, dewan juri menilai puisi tanpa disertai nama penyairnya.

Budiharto didampingi Kepala Bidang Ekonomi Kreatif Dinas Pariwisata Provinsi Lampung Ratna melihat animo peserta mencapai lebih dari 300, dan hanya dalam 1 bulan pengumuman lomba diharapkan kegiatan ini dipertahankan pada tahun mendatang.

"Kalau kini puisi, kenapa tidak tahun depan lomba cipta cerpen. Selain itu, untuk meramaikan Festival Krakatau yang akan datang, perlu digagas pertemuan penyair dunia," kata Budiharto. (Ant).

Pewarta: Budisantoso Budiman

Editor : M. Tohamaksun


COPYRIGHT © ANTARA News Megapolitan 2017