Dinas Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (DP3A) Kabupaten Bekasi, Jawa Barat menyebut kenaikan jumlah kasus kekerasan terhadap perempuan dan anak di daerah itu berkat keberanian melaporkan kepada unit terkait.

"Jadi kasus ini meningkat karena keberanian masyarakat untuk melapor. Awalnya mereka takut, semenjak kita sosialisasi mereka berani bicara," kata Plt Kepala DP3A Kabupaten Bekasi Iis Sandra Yanti di Cikarang, Rabu.

Ia menyatakan sosialisasi dan edukasi yang gencar dilaksanakan sejumlah lembaga di bawah naungan dinas seperti Perlindungan Anak Terpadu Berbasis Masyarakat (PATBM) dengan melibatkan tokoh masyarakat selaku pendorong program mengubah paradigma masyarakat untuk berani melaporkan kasus kekerasan.

"Sejak terbentuk UPTD PPA, layanan PPA, dan Satgas PPA itu dari tahun ke tahun makin meningkat, bukan bahagia kasus meningkat, tapi bahagia pada saat masyarakat sadar berani melapor," katanya.

Baca juga: Pemkab Bekasi libatkan lintas sektor cegah kekerasan perempuan dan anak

Selain gencar sosialisasi, petugas layanan PPA yang siaga di setiap kantor kecamatan juga menjadi pendorong para korban kekerasan perempuan dan anak untuk melapor.

Berdasarkan data Unit Pelaksana Teknis Daerah (UPTD) PPA Kabupaten Bekasi, hingga September 2024 terdapat 215 kasus kekerasan perempuan dan anak. Kasus kekerasan dalam rumah tangga (KDRT) menjadi yang tertinggi di antara kasus lain yakni sebanyak 40 kasus.

"Karena kasus kekerasan perempuan dan anak dianggap aib, seorang istri yang mengalami KDRT kalau tidak kelewatan tidak mau melapor karena tidak ada keberanian. Saat dia lapor pasti kan kontak sama suami, suami dilaporkan ditahan polisi yang mencari nafkah siapa. Itu yang jadi dasar pertimbangan mereka tidak mau melapor," ucapnya.

Menurut dia pada kasus-kasus tertentu yang menimpa perempuan dan anak tidak boleh diselesaikan melalui restorative justice. Namun jika kasus yang menimpa anak di bawah umur khususnya, pihaknya menekankan untuk mengutamakan kepentingan anak.

Baca juga: KemenPPPA kecam kasus pembunuhan perempuan di Cikarang Bekasi

"Sebetulnya kasus pelecehan seksual dan pemerkosaan itu tidak boleh ada yang restorasi kecuali pelakunya adalah anak," katanya.

Selain kasus KDRT, pelecehan seksual juga mendominasi kasus kekerasan dengan 36 kasus serta kekerasan fisik 25 kasus. Total ada 19 jenis kasus kekerasan perempuan dan anak yang terlapor oleh DP3A Kabupaten Bekasi, dialami 129 anak serta 86 perempuan.

Pihaknya terus berupaya melakukan pendampingan dengan menghadirkan tenaga ahli psikolog dan memfasilitasi bantuan hukum bagi para korban kekerasan.

"Yang pelecehan seksual itu terkadang dilakukan oleh orang terdekat, bisa bapak tiri, bapak kandung, guru mengaji juga orang terdekat. Motivasinya beragam, termasuk pengaruh media sosial. Banyak faktor, termasuk pengasuhan orang tua yang membebaskan anak keluar rumah sampai tengah malam," katanya.

Baca juga: DP3A Bekasi minta korban kekerasan berani melapor

Pihaknya juga berkoordinasi dengan perangkat daerah terkait seperti dinas sosial, dinas pendidikan hingga dinas ketenagakerjaan dalam menjalankan fungsi pemberdayaan, pencegahan serta pendampingan.

Dinas kesehatan dan RSUD Kabupaten Bekasi turut membantu untuk penanganan korban kekerasan secara medis, sedangkan Kejaksaan Negeri Kabupaten Bekasi, pengadilan, dan kepolisian menyelesaikan persoalan di perkara hukum.

"Kita upayakan ditangani dengan tuntas. Kalau sudah masuk ke pengadilan itu lebih ke arah penegak hukum. Kalau kita sebatas memfasilitasi ketika mereka butuh pendampingan seperti psikolog dan lain," kata dia.

Pewarta: Pradita Kurniawan Syah

Editor : Naryo


COPYRIGHT © ANTARA News Megapolitan 2024