Presiden Joko Widodo melalui Menkopolhukamdan Kemenkum HAM saat ini sedang intens melakukan pembahasan terkait revisi RUU Nomor 15 tahun 2003 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Terorisme dengan DPR-RI. Dalam RUU tersebut terdapat wacana melibatkan peran TNI dalam pemberantasan terorisme di Indonesia. Wacana tersebut menuai pro dan kontra termasuk di kalangan anggota DPR-RI. Kekhawatiran utama adalah muncul abuse of power dari pihak kepolisian, terutama apabila terjadi kesalahan saat penindakan terhadap terduga teroris oleh TNI. Namun sejumlah pihak pun mendesak agar pelibatan TNI dalam memerangi terorisme dimasukan ke dalam revisi RUU Terorisme.

Pelibatan TNI dalam penanganan terorisme sebenarnya telah dilakukan seperti pemberantasan kelompok terorisme di Poso melalui Satgas Tinombala. Namun pelibatan TNI masih dalam sistem BKO atau Bawah Koordinasi Operasi. TNI saat ini masih tidak bisa langsung melakukan penindakan apabila terjadi aksi teror, karena terbentur kewenangan TNI dalam UU Terorisme. Aksi terorisme yang terjadi di Indonesia saat ini masih dikategorikan sebagai ancaman terhadap keamanan dan ketertiban, namun bukan sebagai ancaman terhadap Negara.
 
Keterlibatan TNI dalam penanganan terorisme diatur dalam UU Nomor 34 Tahun 2004 tentang Tentara Nasional Indonesia di pasal 7 ayat 1 dan 2. Pasal 7 ayat 1 menjelaskan tentang tugas pokok TNI yang salah satunya adalah melindungi bangsa dari ancaman dan gangguan. Tugas pokok TNI adalah menegakkan kedaulatan negara, mempertahankan keutuhan wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia yang berdasarkan Pancasila dan Undang-undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945, serta melindungi segenap bangsa dan seluruh tumpah darah Indonesia dari ancaman dan gangguan terhadap keutuhan bangsa dan Negara.Dalam bagian penjelasan, dirinci lagi apa saja yang merupakan ancaman dan gangguan di pasal 7 ayat (1).

Salah satunya adalah: Aksi teror bersenjata yang dilakukan oleh teroris internasional atau bekerja sama dengan teroris dalam negeri atau oleh teroris dalam negeri.Kemudian, peran TNI dalam mengatasi aksi terorisme juga disebutkan di pasal 7 ayat 2, yakni Tugas pokok sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan dengan (a) operasi militer untuk perang; (b) operasi militer selain perang, yaitu untuk mengatasi gerakan separatis bersenjata; mengatasi pemberontakan bersenjata; mengatasi aksi terorisme, mengamankan wilayah perbatasan; mengamankan objek vital nasional yang bersifat strategis; melaksanakan tugas perdamaian dunia sesuai dengan kebijakan politik luar negeri; mengamankan presiden dan wakil presiden beserta keluarganya; memberdayakan wilayah pertahanan dan kekuatan pendukungnya secara dini sesuai dengan sistem pertahanan semesta; membantu tugas pemerintah di daerah; membantu kepolisian Negara Republik Indonesia dalam rangka tugas keamanan dan ketertiban masyarakat yang diatur dalam Undang-Undang; membantu mengamankan tamu negara setingkat kepala negara dan perwakilan pemerintah asing yang sedang berada di Indonesia; membantu menanggulangi akibat bencana alam, pengungsian, dan pemberian bantuan kemanusiaan; membantu pencarian dan pertolongan dalam kecelakaan (search and rescue); sertamembantu pemerintah dalam pengamanan pelayaran dan penerbangan terhadap pembajakan, perompakan, dan penyelundupan. Namun soal penanganan aksi terorisme yang diatur dalam di pasal 7 ayat 2poin b nomor 3 UUNomor 34 Tahun 2004 tentang TNI tidak dijelaskan secara detail makna dari "mengatasi aksi terorisme" itu sendiri.

Aksi terorisme yang terjadi di Indonesia saat ini masih dianggap bukan sebagai ancaman terhadap Negara, melainkan masih dikategorikan sebagai ancaman terhadap keamanan dan ketertiban, meskipun masyarakat Indonesia dibuat was-was dengan keberadaan para teroris yang masih berkeliaran dengan aksi yang menelan banyak korban jiwa. Padahal apabila diruntut serangkaian aksi bom bunuh diri yang terjadi di Indonesia tidak terlepas dari pembentukan sel-sel jaringan kelompok terorisme internasional yang melakukan aksinya di Indonesia, mulai dari Aksi Bom Bali I yang melibatkan kelompok terorisme Jamaah Islamiyah yang terafiliasi dengan kelompok Al-Qaeda, hingga saat ini keberadaan Islamic State of Iraq and Syria (ISIS) di Indonesia.Aksi teror Bom Sarinah yang terjadi pada 14 Januari 2016denganpelaku teror lainnya juga mengenggam senjata api, telah diklaim oleh ISIS sebagaiotak di balik aksi teror tersebut. Apakah aksi terorisme di Indonesia masih dinilai hanya sebagai ancaman terhadap keamanan dan ketertiban ?.

Poin pelibatan TNI pada draf RUU Antiterorisme yang diusulkan pemerintah pada Pasal 43B ayat 1 berbunyi, Kebijakan dan strategi nasional penanggulangan Tindak Pidana Terorisme dilaksanakan oleh Kepolisian Negara Republik Indonesia, Tentara Nasional Indonesia, serta instansi pemerintah terkait sesuai dengan kewenangan masing-masing yang dikoordinasikan oleh lembaga pemerintah nonkementerian yang menyelenggarakan penanggulangan terorisme. Selanjutnya Ayat 2 dijelaskan, Peran Tentara Nasional Indonesia sebagaimana dimaksud pada ayat (1) berfungsi memberikan bantuan kepada Kepolisian Negara Republik Indonesia.

Kontak senjata yang terjadi antara kelompok teroris yang berafiliasi dengan ISIS di Marawi, Mindanao Filipina Selatan dengan militer Filipina sangat membuka potensi pergeseran kekuatan kelompok teroris ISIS memasuki wilayah Indonesia. Kelompok teroris tersebut diperkirakan masuk melalui daerah-daerah perbatasan di bagian utara seperti Kota Bitung, Provinsi Sulawesi Utara, dan Pulau Morotai, Provinsi Maluku Utara. Bahkan TNI telah mengidentifikasi sekitar 16 daerah di Indonesia telah dimasuki oleh kelompok militan ISIS, dan keberadaan ISIS sudah membaur dengan masyarakat sekitar sehingga sulit untuk diidentifikasi.
 
Namun, di 16 daerah tersebut kelompok militan ISIS masih berupa "sel tidur" di antaranya di Nusa Tenggara Barat, Jawa Tengah, dan Jawa Timur. Kerawanan terhadap keberadaan simpatisan ISIS dan potensi sel tidur ISIS yang ada di Indonesia, apabila tidak segera diantisipasi dan diberantas, akan berpotensisemakin meluaskan jaringan kaderisasi dan doktrinasi Jihad kelompok radikal di Indonesia, yang tidak menutup kemungkinan mengarah pada aksi teror kelompok radikal melalui aksi Amaliyah Fa'i maupun lonewolf dalam memperjuangkan Daulah Islamiyah di Indonesia.

Aksi terorisme di Indonesia saat ini sudah tidak lagi berada dalam tataran ancamanterhadap keamanan dan ketertiban, melainkan sudahsebagai ancaman terhadap Negara. Secara teori ancaman, aksi terorisme di Indonesia dapat dikategorikan sebagai ancaman serius bagi kedaulatan Negara karena diiringi dengan tujuan menggantikan sistem kenegaraan Indonesia yang berlandaskan Pancasila dan UUD 1945. Selain itu, tidak satu pun negara di dunia bisa menghadapi ancaman teroris hanya dengan mengandalkan kekuatan sendiri.
Ancaman dan bahaya teroris hanya dapat dihadapi bersama-sama.
Reformasi sektor keamanan dalam negeri seharusnya terus bergerak maju dengan menunjukkan konsistensi dalam memberikan jaminan rasa aman bagi warga Negara. Hal ini pun ada dalam tugas pokok TNI yakni melindungi segenap bangsa dan seluruh tumpah darah Indonesia dari ancaman dan gangguan terhadap keutuhan bangsa dan Negara.

Kontribusi TNI dalam memerangi terorisme di dalam negeri merupakan suatu keharusan, dan bahkan semua elemen rakyat pun harus berkontribusi mewujudkan keamanan dan ketertiban umum. Namun peranan masing-masing elemen harus proporsional, sesuai peraturan perundang-undangan, termasuk melibatkan peran TNI dalam pemberantasan terorisme di Indonesia yang diatur dalam UU Pemberantasan Tindak Pidana Terorisme. #NKRI Harga Mati.

                                                    ------oo00oo------

*) Pemerhati Sosial dan Politik.

Pewarta: Bayu Kusuma *)

Editor : M. Tohamaksun


COPYRIGHT © ANTARA News Megapolitan 2017