Bogor (Antara Megapolitan) - Melalui Association internationale des étudiants en sciences économiques et commerciales (AIESEC), Mahasiswa Sekolah Bisnis, Institut Pertanian Bogor (SB-IPB), Muhammad Imam Baihaqi menunjukkan kemampuannya mengajar di Thailand.  Bai, begitu panggilan akrab pria itu, menjadi tenaga sukarelawan AIESEC, sebuah organisasi nonprofit.

AIESEC merupakan wadah pertukaran pelajar di seluruh dunia untuk menyalurkan kepedulian sosial para pemuda. Bai merupakan salah seorang yang lolos seleksi bersama 26 orang lainnya yang mengikuti program AIESEC. Dalam program ini, peserta yang lolos seleksi diacak untuk dapat berkesempatan keluar negeri saat liburan summer atau winter.

Bai mengikuti program pertukaran pelajar di Thailand selama 48 hari, mulai dari tanggal 11 Juli hingga 29 Agustus 2017. Program pertukaran pelajar yang ditawarkan AIESEC meliputi healthy life, green life concern, qualities education, dan masih banyak lagi.

"Berhubung saya suka mengajar, jadi saya pilih mengikuti quality education," kata Bai.

Bai mengungkapkan alasannya memilih Thailand karena baginya negara ini menarik dari segi budaya, ekonomi, dan teknologi.

Bai mengajar di Provinsi Chataburi tepatnya Bantonkrabok School. Warga yang berada di sekitar pepohonan karet kebanyakan bermata pencaharian petani karet. Ketika Bai tiba di sana Bai mendapatkan perlakuan yang sangat baik sebagai pendatang.

''Mereka semua sangat ramah terhadap saya sebagai pendatang. Terlebih dalam penyajian makanan, mereka sangat memahami jika saya seorang muslim yang tidak bisa makan pork. Sebisa mungkin orang tua angkat saya menjauhkan saya dari minuman alkolhol di rumahnya, rokok, dan sebagainya,'' lanjutnya.

Selama di Thailand, Bai dibuat kagum melihat kedisiplinan dan keramahan masyarakat Thailand. Anak-anak yang diajarnya pun menyukai keberadaannya.

Walau sebenarnya ada kesulitan dalam berkomunikasi karena masyarakat di daerahnya mengajar, sulit memahami Bahasa Inggris mulai dari guru hingga muridnya.

Untuk dapat berkomunikasi dengan masyarakat Thailand, Bai tidak jarang menggunakan Google voice translate.

''Entah sebenarnya bisa, namun malu berbicara Bahasa Inggris atau bagaimana. Inilah tantangan baru buat saya. Saya lebih sering menggunakan gestur tubuh ketika berkomunikasi dengan mereka. Ketika saya suruh mereka ikuti apa yang saya katakan, mereka cukup lantang dan semangat. Tapi ketika saya suruh membaca apa yang saya tulis di papan tulis, mereka kembali sulit berbicara,'' terangnya.

Banyak hal yang ia sukai dari kehidupan anak-anak di Thailand. Setiap hari mereka mengadakan upacara bendera diikuti dengan membaca doa kepada Budha.

Sebelum masuk kelas setiap anak mendapatkan susu kotak yang bisa diminum di dalam atau di luar kelas. Ketika di kelas mereka semua patuh terhadap gurunya serta sangat menjaga kebersihan.

''Dan yang mengagumkan lagi mereka terbiasa sikat gigi setelah makan siang dan sebelum  pulang sekolah,'' ujarnya.

Bahkan kedisiplinan itu tampak jelas dari sistem pembelajaran di sana. Bai menceritakan, sebelum masuk mengajar sang guru memberikan sebilah kayu untuk memukul murid yang susah diatur.

''Jelas itu bukan tipikal saya mengajar. Saya pun menolaknya,''  ungkap Bai.

Menurut Bai, tidak heran  bila Thailand menjadi salah satu negara pengekspor beras terbesar di dunia, perekonomian yang maju, dan merebut banyak medali dalam setiap kompetisi internasional. Ditambah lagi di Thailand  fasilitas pendidikannya sangat mendukung.  (SM/ris)

Pewarta: Humas IPB

Editor : Naryo


COPYRIGHT © ANTARA News Megapolitan 2017