Universitas Indonesia (UI) menginisiasi program pelestarian budaya sejak 2016 dengan mendirikan Museum Sanghyang Dedari di Desa Adat Geriana Kauh, Duda Utara, Kecamatan Selat, Kabupaten Karangasem, Bali.
Direktur Pengabdian dan Pemberdayaan Masyarakat UI Agung Waluyo, di Kampus UI Depok, Selasa, mengatakan pendirian museum ini upaya terakhir yang dapat dilakukan oleh akademisi UI agar tradisi Sanghyang Dedari tidak hilang.
“Bensin penggerak dari Sanghyang Dedari adalah industri pertanian. Jika kegiatan bertani di sini telah banyak berkurang, lalu apa yang akan didoakan," ujarnya.
Oleh karena itu pihaknya membangun Museum Sanghyang Dedari sebagai cikal bakal industri pariwisata di tempat itu sekaligus melestarikan budaya dan menghidupkan perekonomian masyarakat adat agar mandiri.
Baca juga: UI edukasi perpajakan pelaku UMKM di Kampung Tematik Mulyaharja Bogor
Menurutnya, Desa Adat Geriana Kauh dapat dikembangkan menjadi desa wisata karena memiliki banyak potensi. Desa yang terletak di sisi Selatan Gunung Agung ini memiliki perkebunan salak, hutan bambu, kebun kelapa, kebun pisang dan aren.
Penduduk di desa juga menghasilkan berbagai kerajinan dari batu, kayu, dan rotan; beragam kuliner; serta hasil tenun dengan motif yang khas. Khusus untuk pertanian, masyarakat Geriana Kauh menghasilkan padi taun atau padi masa yang merupakan varietas padi lokal Bali dengan batang dan bulir padi yang lebih besar dibandingkan padi lainnya.
Padi unggul ini memerlukan waktu tanam lebih lama yakni sekitar 190 hari jika dibandingkan dengan padi biasa yang hanya memerlukan waktu panen sekitar 3-4 bulan. Keunggulan ini dapat dimanfaatkan oleh masyarakat untuk membangun agrowisata di desa tersebut.
"Untuk itu kolaborasi yang melibatkan pemerhati budaya, pemerintah daerah, mitra swasta, media, ketua adat, dan karang taruna harus kita bangun bersama,” kata Agung.
Baca juga: Dosen UI: Pengelolaan keuangan kunci penting pengembangan desa wisata
Untuk itu Tim Pengabdian UI berkolaborasi dengan Asosiasi Museum Indonesia (AMI) mengadakan lokakarya pengelolaan museum yang diikuti oleh kaum muda Desa Geriana Kauh.
Ketua Tim Pengabdian UI yang merupakan Dosen Fakultas Ilmu Pengetahuan Budaya (FIPB) UI sekaligus Ketua Dewan Pakar AMI Ali Akbar mengatakan pelatihan ini diberikan kepada anak muda agar mereka memiliki kesadaran untuk menjaga dan mewarisi museum.
Menurutnya, Museum Sanghyang Dedari merupakan jenis museum komunitas yang didirikan dan dikelola oleh komunitas lokal, terbuka untuk umum, inklusif, serta menawarkan berbagai pengalaman untuk pendidikan, kesenangan, refleksi, dan pengetahuan.
Hal yang harus dilakukan dalam pengelolaan museum ini adalah mendirikan struktur kelembagaan serta mengadakan program publik yang melibatkan pengujung untuk memberikan pengalaman yang menarik, informatif, interaktif, dan edukatif.
“Tantangan yang dihadapi dalam pengelolaan museum ini adalah banyak generasi muda di desa yang memilih merantau untuk bekerja setelah tamat sekolah. Karena itu, dalam pelatihan ini, kami mendorong mereka untuk mengenali potensi apa saja yang ada di Geriana Kauh yang bisa dikembangkan sebagai agrowisata, serta bagaimana strategi branding dilakukan agar wisata di desa ini semakin dikenal,” ujar Dr. Ali.
Baca juga: Vokasi UI edukasi keuangan kelola obyek wisata di Sulut
I Wayan Agus Mahardika, siswa kelas 12 SMA yang merupakan peserta dalam lokakarya tersebut, merasa senang karena mendapat ilmu baru terkait pengelolaan museum. Di tengah teman-temannya yang berlomba untuk merantau ke kota, Martin—sapaan akrabnya—justru bercita-cita menjadi guide profesional yang mengenalkan kearifan budaya daerahnya kepada para wisatawan yang berkunjung.
Banyak spot menarik di desa ini yang bisa dikembangkan menjadi tempat wisata, seperti hutan bambu dan sawah dengan pemandangan Gunung Agung yang sangat indah. Jika dikelola dengan baik, wisata ini dapat digabungkan dengan museum.
"Semoga ke depannya pariwisata ini bisa berkembang, Museum Sanghyang Dedari bisa lebih maju dan lebih besar lagi, sehingga kami tidak perlu merantau untuk mencari penghidupan,” katanya.
Untuk menjaga kesakralan Tari Sanghyang Dedari yang ada di Desa Geriana Kauh, UI juga menginisiasi digitalisasi museum guna memberikan pengalaman berkunjung secara virtual.
Pengunjung dapat mengakses laman https://sanghyangdedari.org/ dan mengikuti akun Instagram @wisatadesadedari untuk mendapatkan informasi terbaru terkait kegiatan wisata dan perayaan di desa tersebut.
COPYRIGHT © ANTARA News Megapolitan 2024
Direktur Pengabdian dan Pemberdayaan Masyarakat UI Agung Waluyo, di Kampus UI Depok, Selasa, mengatakan pendirian museum ini upaya terakhir yang dapat dilakukan oleh akademisi UI agar tradisi Sanghyang Dedari tidak hilang.
“Bensin penggerak dari Sanghyang Dedari adalah industri pertanian. Jika kegiatan bertani di sini telah banyak berkurang, lalu apa yang akan didoakan," ujarnya.
Oleh karena itu pihaknya membangun Museum Sanghyang Dedari sebagai cikal bakal industri pariwisata di tempat itu sekaligus melestarikan budaya dan menghidupkan perekonomian masyarakat adat agar mandiri.
Baca juga: UI edukasi perpajakan pelaku UMKM di Kampung Tematik Mulyaharja Bogor
Menurutnya, Desa Adat Geriana Kauh dapat dikembangkan menjadi desa wisata karena memiliki banyak potensi. Desa yang terletak di sisi Selatan Gunung Agung ini memiliki perkebunan salak, hutan bambu, kebun kelapa, kebun pisang dan aren.
Penduduk di desa juga menghasilkan berbagai kerajinan dari batu, kayu, dan rotan; beragam kuliner; serta hasil tenun dengan motif yang khas. Khusus untuk pertanian, masyarakat Geriana Kauh menghasilkan padi taun atau padi masa yang merupakan varietas padi lokal Bali dengan batang dan bulir padi yang lebih besar dibandingkan padi lainnya.
Padi unggul ini memerlukan waktu tanam lebih lama yakni sekitar 190 hari jika dibandingkan dengan padi biasa yang hanya memerlukan waktu panen sekitar 3-4 bulan. Keunggulan ini dapat dimanfaatkan oleh masyarakat untuk membangun agrowisata di desa tersebut.
"Untuk itu kolaborasi yang melibatkan pemerhati budaya, pemerintah daerah, mitra swasta, media, ketua adat, dan karang taruna harus kita bangun bersama,” kata Agung.
Baca juga: Dosen UI: Pengelolaan keuangan kunci penting pengembangan desa wisata
Untuk itu Tim Pengabdian UI berkolaborasi dengan Asosiasi Museum Indonesia (AMI) mengadakan lokakarya pengelolaan museum yang diikuti oleh kaum muda Desa Geriana Kauh.
Ketua Tim Pengabdian UI yang merupakan Dosen Fakultas Ilmu Pengetahuan Budaya (FIPB) UI sekaligus Ketua Dewan Pakar AMI Ali Akbar mengatakan pelatihan ini diberikan kepada anak muda agar mereka memiliki kesadaran untuk menjaga dan mewarisi museum.
Menurutnya, Museum Sanghyang Dedari merupakan jenis museum komunitas yang didirikan dan dikelola oleh komunitas lokal, terbuka untuk umum, inklusif, serta menawarkan berbagai pengalaman untuk pendidikan, kesenangan, refleksi, dan pengetahuan.
Hal yang harus dilakukan dalam pengelolaan museum ini adalah mendirikan struktur kelembagaan serta mengadakan program publik yang melibatkan pengujung untuk memberikan pengalaman yang menarik, informatif, interaktif, dan edukatif.
“Tantangan yang dihadapi dalam pengelolaan museum ini adalah banyak generasi muda di desa yang memilih merantau untuk bekerja setelah tamat sekolah. Karena itu, dalam pelatihan ini, kami mendorong mereka untuk mengenali potensi apa saja yang ada di Geriana Kauh yang bisa dikembangkan sebagai agrowisata, serta bagaimana strategi branding dilakukan agar wisata di desa ini semakin dikenal,” ujar Dr. Ali.
Baca juga: Vokasi UI edukasi keuangan kelola obyek wisata di Sulut
I Wayan Agus Mahardika, siswa kelas 12 SMA yang merupakan peserta dalam lokakarya tersebut, merasa senang karena mendapat ilmu baru terkait pengelolaan museum. Di tengah teman-temannya yang berlomba untuk merantau ke kota, Martin—sapaan akrabnya—justru bercita-cita menjadi guide profesional yang mengenalkan kearifan budaya daerahnya kepada para wisatawan yang berkunjung.
Banyak spot menarik di desa ini yang bisa dikembangkan menjadi tempat wisata, seperti hutan bambu dan sawah dengan pemandangan Gunung Agung yang sangat indah. Jika dikelola dengan baik, wisata ini dapat digabungkan dengan museum.
"Semoga ke depannya pariwisata ini bisa berkembang, Museum Sanghyang Dedari bisa lebih maju dan lebih besar lagi, sehingga kami tidak perlu merantau untuk mencari penghidupan,” katanya.
Untuk menjaga kesakralan Tari Sanghyang Dedari yang ada di Desa Geriana Kauh, UI juga menginisiasi digitalisasi museum guna memberikan pengalaman berkunjung secara virtual.
Pengunjung dapat mengakses laman https://sanghyangdedari.org/ dan mengikuti akun Instagram @wisatadesadedari untuk mendapatkan informasi terbaru terkait kegiatan wisata dan perayaan di desa tersebut.
COPYRIGHT © ANTARA News Megapolitan 2024