Bogor (Antara Megapolitan) - Perubahan iklim yang terjadi secara global menimbulkan berbagai fenomena cuaca dengan pola baru yang sulit ditebak. Curah hujan ekstrim merupakan salah satu dampak dari perubahan iklim global yang berefek pada bidang pertanian.

Bagi negara agraris seperti Indonesia, pengaruh curah hujan ekstrim yang diterima mampu menurunkan produksi tanaman hingga gagal panen. Data-data dari Badan Pusat Statistik (BPS) menunjukkan penurunan produksi padi akibat iklim ekstrim yang terjadi pada tahun 2010.
            
Peneliti Statistika Institut Pertanian Bogor (IPB) menanggapi fenomena tersebut dan bekerja untuk menanggulangi kerugian panen akibat cuaca ekstrim melalui analisis cuaca melalui statistik. Dalam dunia statistik telah dikenal pemodelan teknik stastical downscaling (SD) untuk pendugaan curah hujan ekstrim.

Teknik SD telah dilakukan pada berbagai pemodelan seperti menggunakan regresi kuantil, model linier terampat sebaran Gamma, dan beberapa model lain. Namun terdapat kendala dalam pemodelan tersebut yaitu kovariat yang saling berkorelasi sehingga mengurangi akurasi.
            
Menjawab masalah tersebut, Aji Hamim Wigena, Anik Djuraidah, Agus Moamad Soleh, dan Akbar Rizki meneliti model linier berdasarkan sebaran Gamma dengan regularisasi persentil L1 dan L2 untuk pendugaan cuaca ekstrim.

Model menggunakan data curah hujan bulanan 1981 – 2013 Kota Indramayu dan presipitasi luaran Global Circulation Model (GCM). Perangkat yang digunakan yaitu program R paket 'h2o'.

Proses penelitian dimulai dengan penyiapan data curah hujan yang dilanjutkan dengan identifikasi multikolinier dengan nilai antarkovariat dalam data luaran GCM atau berdasarkan nilai variation inflation factor (VIF).

Sementara itu, untuk mengidentifikasi model persentil L1 dan L2, dilakukan pemodelan Regresi Sebaran Normal dan Gamma. Implementasi pemodelan sebaran Gamma L1 kemudian dilakukan dengan program R paket 'h2o'.

Hasilnya dibandingkan dengan model sebaran Normal yang diimplementasi dengan paket 'glmnet'. Pembandingan dilakukan berdasarkan Root Mean Square of Prediction (RMSEP) dan korelasi antara curah hujan aktual dan curah hujan prediksi.

Hasil yang didapatkan dari kegiatan penelitian ini membuktikan bahwa penggunaan regularisasi dengan persentil L1 dan L2 pada model regresi respon Gamma dapat memprediksi curah hujan ekstrim lebih baik dari kedua regularisasi itu pada model respon Normal.

Melalui hasil tersebut dapat diketahui dengan lebih akurat ramalan curah hujan dan curah hujan ekstrim untuk dibagikan infonya kepada petani di Indonesia sebagai strategi pengurangan kerugian produksi panen.(EAW/NM)

Pewarta: Humas IPB

Editor : Naryo


COPYRIGHT © ANTARA News Megapolitan 2017