Ketua Tim TB DOTS Rumah Sakit Umum Daerah (RSUD) dr Soetomo Surabaya Dr Tutik Kusmiati, dr SpP (K) mengajak masyarakat mengenali bahaya dari penyakit tuberkulosis atau TBC disebabkan oleh infeksi bakteri Mycobacterium tuberculosis.
Tutik di Surabaya, Kamis mengatakan bakteri ini lebih menyukai tempat di dalam tubuh yang tinggi kandungan oksigennya seperti bagian atas paru-paru. Bakteri TBC juga dapat menginfeksi bagian tubuh lain seperti usus, otak, tulang, bahkan kelenjar manusia.
"Bakteri ini bisa bertahan di tempat gelap dan lembap. Kalau imunitas kita bisa mengendalikan, ini yang disebut TBC laten. ‘Kumannya’ tidur,” kata Tutik yang juga Ketua KOPI TB Surabaya saat menjadi pemateri Wawasan Series: Merdeka dari TBC di Surabaya.
Dia menjelaskan pada suatu waktu saat imunitas tubuh lemah, bisa menyebar dan menginfeksi.
Baca juga: Pemkab Bekasi canangkan program Desa Siaga Bebas TBC
Pengidap TBC laten, kata Tutik, tidak mengalami keluhan. Di negara endemik tinggi seperti Indonesia, kondisi ini bisa saja terjadi. Untuk mengetahui apakah mengidap TBC laten, perlu dilakukan foto rontgen, tes mantoux, juga bisa dengan tes IGRA.
"Kalau hasilnya positif, bisa dicegah supaya bakterinya tidak bangun dengan terapi pencegahan," tutur Tutik.
Bagi pasien TBC yang sudah sakit, penularan terjadi melalui droplet. Sehingga orang lain yang menjadi kontak erat sangat berisiko.
"Penularan tergantung seberapa sering pasien batuk. Semakin kuat tenaganya saat bersin, droplet semakin banyak. Karena itu pasien wajib menggunakan masker. Buka pintu rumah agar ada sinar matahari masuk dan terjadi pertukaran udara," kata dia.
Baca juga: Obat TBC pada ibu hamil dinilai tak berbahaya
Satu orang yang positif TBC bisa menularkan ke 10-15 orang di sekitarnya. Dari orang yang tertular, 5-10 persennya yang sakit. Sisanya menjadi TBC laten. Pengidap TBC laten ini suatu saat juga bisa sakit. Jadi tidak benar kalau TBC ini penyakit keturunan, melainkan penyakit menular.
Adapun gejala TBC paru-paru adalah batuk berdahak 2-3 minggu dan dahak bercampur darah. Juga mengalami gejala sistemik seperti demam, nafsu makan turun, keringat malam hari, setelah mandi juga berkeringat.
"Dahaknya harus diperiksa untuk membuktikan TBC-nya positif atau tidak, resisten obat atau tidak. Kalau negatif bukan berarti tidak TBC, harus foto rontgen melihat kondisi paru-parunya," ucapnya.
Kondisi paru-paru yang terinfeksi TBC berlubang-lubang, ada juga yang ada airnya. Ini yang biasa disebut masyarakat awam sebagai paru-paru basah.
Baca juga: Pemkab Bekasi bentuk TP2TB upaya tekan kasus TBC
Sementara pada TBC usus, pasien biasanya mengalami diare kronis. TBC tulang harus dibedah dan pengidap TBC kelenjar biasanya mengalami pembengkakan pada kelenjar.
Pasien TBC, kata Tutik, harus patuh minum obat. Kalau tidak, bisa resisten. Pasien resisten harus minum obat sampai 15 butir selama 18 sampai 24 bulan. Sedangkan pasien yang belum resisten hanya 6 bulan bisa sembuh.
Biasanya, pasien lebih patuh dengan mantan pasien daripada sama dokter. Hal inilah yang membuat pendamping pasien minum obat, penting keberadaannya.
COPYRIGHT © ANTARA News Megapolitan 2024
Tutik di Surabaya, Kamis mengatakan bakteri ini lebih menyukai tempat di dalam tubuh yang tinggi kandungan oksigennya seperti bagian atas paru-paru. Bakteri TBC juga dapat menginfeksi bagian tubuh lain seperti usus, otak, tulang, bahkan kelenjar manusia.
"Bakteri ini bisa bertahan di tempat gelap dan lembap. Kalau imunitas kita bisa mengendalikan, ini yang disebut TBC laten. ‘Kumannya’ tidur,” kata Tutik yang juga Ketua KOPI TB Surabaya saat menjadi pemateri Wawasan Series: Merdeka dari TBC di Surabaya.
Dia menjelaskan pada suatu waktu saat imunitas tubuh lemah, bisa menyebar dan menginfeksi.
Baca juga: Pemkab Bekasi canangkan program Desa Siaga Bebas TBC
Pengidap TBC laten, kata Tutik, tidak mengalami keluhan. Di negara endemik tinggi seperti Indonesia, kondisi ini bisa saja terjadi. Untuk mengetahui apakah mengidap TBC laten, perlu dilakukan foto rontgen, tes mantoux, juga bisa dengan tes IGRA.
"Kalau hasilnya positif, bisa dicegah supaya bakterinya tidak bangun dengan terapi pencegahan," tutur Tutik.
Bagi pasien TBC yang sudah sakit, penularan terjadi melalui droplet. Sehingga orang lain yang menjadi kontak erat sangat berisiko.
"Penularan tergantung seberapa sering pasien batuk. Semakin kuat tenaganya saat bersin, droplet semakin banyak. Karena itu pasien wajib menggunakan masker. Buka pintu rumah agar ada sinar matahari masuk dan terjadi pertukaran udara," kata dia.
Baca juga: Obat TBC pada ibu hamil dinilai tak berbahaya
Satu orang yang positif TBC bisa menularkan ke 10-15 orang di sekitarnya. Dari orang yang tertular, 5-10 persennya yang sakit. Sisanya menjadi TBC laten. Pengidap TBC laten ini suatu saat juga bisa sakit. Jadi tidak benar kalau TBC ini penyakit keturunan, melainkan penyakit menular.
Adapun gejala TBC paru-paru adalah batuk berdahak 2-3 minggu dan dahak bercampur darah. Juga mengalami gejala sistemik seperti demam, nafsu makan turun, keringat malam hari, setelah mandi juga berkeringat.
"Dahaknya harus diperiksa untuk membuktikan TBC-nya positif atau tidak, resisten obat atau tidak. Kalau negatif bukan berarti tidak TBC, harus foto rontgen melihat kondisi paru-parunya," ucapnya.
Kondisi paru-paru yang terinfeksi TBC berlubang-lubang, ada juga yang ada airnya. Ini yang biasa disebut masyarakat awam sebagai paru-paru basah.
Baca juga: Pemkab Bekasi bentuk TP2TB upaya tekan kasus TBC
Sementara pada TBC usus, pasien biasanya mengalami diare kronis. TBC tulang harus dibedah dan pengidap TBC kelenjar biasanya mengalami pembengkakan pada kelenjar.
Pasien TBC, kata Tutik, harus patuh minum obat. Kalau tidak, bisa resisten. Pasien resisten harus minum obat sampai 15 butir selama 18 sampai 24 bulan. Sedangkan pasien yang belum resisten hanya 6 bulan bisa sembuh.
Biasanya, pasien lebih patuh dengan mantan pasien daripada sama dokter. Hal inilah yang membuat pendamping pasien minum obat, penting keberadaannya.
COPYRIGHT © ANTARA News Megapolitan 2024