Ketua Umum PP Ikatan Apoteker Indonesia (IAI) Noffendri Roestam menjelaskan tidak ada perbedaan yang berarti antara obat paten dan generik, bahkan keduanya memiliki kualitas yang setara.

Noffendri menjelaskan obat paten adalah obat yang pertama kali ditemukan oleh seseorang dan biasanya didaftarkan hak patennya yang berlaku selama 15-20 tahun.

“10 - 20 tahun itu diberikan, karena hingga akhirnya obat bisa dipasarkan dan digunakan itu butuh dana yang tidak kecil, ratusan triliun. Makanya dia dikasih hak paten sekian tahun, hanya dia yang boleh memproduksi,” kata Noffendri saat memberikan keterangan pers pada gelaran Pharmacist Xperience di Jakarta, Sabtu.



Setelah hak paten berakhir, perusahaan farmasi lain dapat memproduksi obat yang sama dengan memperoleh lisensi dari pemegang paten. Obat yang diproduksi setelah hak paten berakhir dikenal sebagai obat generik.

Obat generik dapat berupa obat bermerek, di mana beberapa perusahaan mendapatkan lisensi untuk memproduksi obat dengan nama berbeda.

Meskipun nama merek dapat bervariasi, kandungan obat generik harus sesuai dengan spesifikasi obat patennya.

Sebagai contoh, jika obat paten seperti Panadol memiliki dosis 500 miligram, obat generik dengan nama berbeda juga harus memiliki dosis yang sama.

Meskipun obat generik seringkali dianggap kurang efektif, pada umumnya, dosis dan kandungan aktifnya tetap sama dengan obat paten, terlebih obat generik sudah mendapat izin dari BPOM.

“Sekali lagi, obat saat dapat izin dari Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM) itu dia sudah harus memenuhi kriteria seperti halnya obat-obat paten yang ter-registrasi di BPOM,” ungkapnya.

Pasien yang merasa obat generik tidak efektif disarankan untuk berkonsultasi lebih lanjut dengan dokter untuk mencari alternatif yang sesuai.




 

Berita ini telah tayang di Antaranews.com dengan judul: IAI : Obat paten dan generik miliki kualitas setara

Pewarta: Putri Hanifa

Editor : M Fikri Setiawan


COPYRIGHT © ANTARA News Megapolitan 2024